Adapun APA menganjurkan peniadaan gelar, tetapi membolehkan pencantuman afiliasi penulis (penyebutan lembaga/institusi yang menjadi homebase-nya) atau statusnya sebagai peneliti independen.
Kalau membaca artikel ilmiah di jurnal ilmiah, hampir semua penulis taat asas tidak mencantumkan gelar akademis apa pun, termasuk profesor. Tentu saja karena penerbit jurnal ilmiah tersebut taat asas mengikuti pedoman gaya selingkung yang ditetapkannya. Pelanggaran terhadap hal itu tidak berterima sehingga alamat karya tulis tidak akan dipublikasikan.
Namun, di buku banyak penerbit buku yang justru melanggar aturan itu dengan alasan marketing. Hal itu juga terjadi pada beberapa buku terbitan luar negeri.Â
Apakah memang para pembaca buku, terutama buku ilmiah itu silau dengan gelar-gelar? Ya, tentu ada tujuan pencantuman gelar untuk membangun persepsi pembaca. Contohnya persepsi berikut: "Ini yang menulisnya profesor loh. Karena itu, buku ini pasti bagus!"
Saya pernah berdebat soal pencantuman gelar di dalam kover buku itu dengan beberapa orang. Memang ada beberapa akademisi, apalagi yang sudah melewati pendidikan S-2 dan S-3 tidak rela jika gelarnya tidak disebut-sebut di kover buku. Anehnya ketika menulis artikel ilmiah di jurnal ilmiah, mereka nurut. Namun, tidak untuk kover buku.
Masalahnya sering kali justru terjadi "keberatan gelar" dan "keringanan materi". Antara gelar yang disandangnya dengan materi dan penyajian di dalam bukunya tidak sinkron. Gelarnya mentereng, tetapi isi bukunya "melarat".
Alasan Gelar Akademis Tidak Perlu Dicantumkan
Bagi yang beraliran gelar akademis harus muncul pada kover buku ilmiah maka saya uraikan alasan berikut ini, terutama para penerbit yang berkontribusi mendorong penulis mencantumkan gelar akademisnya. Ada empat poin yang melandasi pemikiran sebaiknya gelar akademis tidak dicantumkan pada karya tulis ilmiah.
Objektivitas dan Netralitas: Materi atau konten dalam suatu bidang keilmuan di dalam buku harus dinilai berdasarkan bobot konten tersebut (kebenaran dan kelayakan), bukan berdasarkan siapa penulisnya. Pencantuman gelar di dalam kover buku seolah hendak menunjukkan "ini loh yang menulis, gelarnya profesor dan banyak pula" sehingga bergantung pada status akademis si penulis, bukan pada substansi dan kualitas penelitian, pengembangan, dan pemikiran yang disampaikannya.
Potensi Bias Pembaca: Gelar akademis pada kover buku dapat memengaruhi persepsi pembaca sebelum mereka membaca isi buku tersebut. Hal itu yang kerap menjadi alasan marketing buku. Pembaca berpotensi memiliki prasangka tertentu terhadap isi buku berdasarkan gelar si penulis sehingga dapat memengaruhi penilaian mereka terhadap karya tersebut.
Simpel dan Profesional: Kover buku yang simpel dan profesional biasanya lebih diutamakan dalam publikasi ilmiah. Jadi, gelar-gelar itu dapat mengganggu estetika tampilan kover karena menggunakan beberapa tanda baca sehingga boleh jadi juga terlihat kurang profesional. Fokus utama pada kover selayaknya adalah judul buku dan nama penulis tanpa memerlukan embel-embel lain.
Taat Asas dalam Publikasi: Kebijakan penerbit buku ilmiah yang tidak mencantumkan gelar akademis pada kover buku merupakan bagian dari standar penerbitan dan taat asas terhadap aturan yang jamak disepakati oleh kalangan ilmiah-akademis. Dengan demikian, terdapat ketaatasasan atau konsistensi pada keseluruhan publikasi yang menunjukkan profesionalitas penerbit.