Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ampuhnya Story Telling dalam Karya Tulis Ilmiah

8 September 2023   06:47 Diperbarui: 8 September 2023   15:25 2056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi elemen penting dalam teknik story telling. Sumber: Shutterstock via kompas.com

Stephen Hawking tak menyangka bukunya bertajuk A Brief History of Time laris manis. Edisi pertama bukunya bertengger di daftar best seller Sunday Times selama 237 minggu--sesuatu yang tidak terjadi pada buku nonfiksi lainnya. Bukunya bahkan diterjemahkan ke dalam 40 bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Konon, katanya, ada 1 bukunya untuk setiap 750 laki-laki, perempuan, dan anak di dunia. Wow!

Salah satu kekuatan yang dimiliki buku Hawking adalah penyajiannya secara ilmiah populer--mudah dipahami dan menarik. Hawking membukanya dengan berkisah. 

Seorang ilmuwan terkenal (ada yang bilang Bertrand Russel) pernah mengadakan kuliah umum astronomi. Dia menjabarkan bagaimana Bumi mengelilingi Matahari dan Matahari mengelilingi pusat gugusan bintang yang kita sebut galaksi. Pada akhir kuliah, seorang perempuan tua kecil di bagian belakang ruangan berdiri dan berkata, "Yang Anda katakan barusan itu omong kosong. Dunia ini bidang datar yang berada di atas punggung kura-kura raksasa." Si ilmuwan tersenyum, merasa unggul, sebelum menjawab, " Kura-kura itu berdiri di atas apa?" "Anda pandai sekali, anak muda, pandai sekali, " kata si perempuan tua. "Ada kura-kura, banyak kura-kura, terus sampai ke bawah!" (Hlm. 1)

Teknik pengisahan (story telling) untuk menjelaskan sains telah lama digunakan, terutama oleh ilmuwan dan akademisi Barat saat mereka menuliskan bukunya. Mereka percaya bahwa pengisahan merupakan bagian dari cara "menunjukkan" yang lebih mengena daripada cara "memberi tahu" yang kurang disukai pembaca.

David Eipstein dalam bukunya Range yang mengungkap soal keunggulan manusia generalis juga membuka dengan kisah. Ia memulainya dengan bab "Pendahuluan: Roger Vs Tiger".

Mari kita mulai dengan dua kisah dari dunia olahraga. Mungkin Anda mengetahui kisah yang pertama ini.

Ayah dari anak lelaki itu tahu ada sesuatu yang berbeda pada diri anaknya. Pada usia enam bulan, anak itu sudah bisa menyeimbangkan diri di telapak tangan ayahnya saat mereka berjalan di rumah. Pada usia tujuh bulan, sang ayah memberinya tongkat golf untuk dijadikan mainan, dan anak itu menyeretnya ke mana-mana sambil berputar-putar dengan alat bantu jalannya yang bulat. Pada usia sepuluh bulan, ia merayap turun dari kursi tingginya, merangkak ke tongkat golf yang telah dipendekkan sesuai dengan ukuran tubuhnya, dan mengayunkannya seperti yang pernah ia tonton di garasi rumah. Karena sang ayah belum bisa bicara dengan putranya, ia membuat beberapa gambar untuk menunjukkan bagaimana cara memegang tongkat golf. "Sulit sekali untuk memberi tahu cara mengayunkan tongkat ketika anak masih terlalu kecil untuk bicara," katanya kelak.

Mengapa pengisahan atau sering disebut wacana narasi ini menarik? Narasi sejatinya dapat diidentifikasi dari kisah-kisah faktual (nonfiksi) di samping kisah-kisah fiksi dalam bentuk karya sastra dan film. Narasi berfungsi sebagai bantuan untuk memaknai pelaporan pengalaman. Cara terjadinya yakni dengan menghubungkan antara perilaku/tindakandan peristiwa secara logis, bersinambungan atau timbal balik lalu dengan menyediakan unsur tokoh dan tempat yang memiliki karakter yang tetap serta dapat dipahami (realistis).

Walter Fisher, pakar yang meneliti tentang paradigma naratif mengungkapkan bahwa esensi dari sifat dasar manusia adalah menceritakan kisah. Dengan demikian, paradigma naratif mengedepankan keyakinan bahwa manusia ialah seorang pencerita dan bahwa pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku manusia. Dengan kata lain, manusia lebih mudah terbujuk oleh cerita yang bagus dibandingkan argumentasi yang baik.

alamyphoto/Panther Media GmbH
alamyphoto/Panther Media GmbH

Sederhananya tidak ada manusia yang tidak senang dengan cerita. Penyampaian sesuatu dengan bercerita/berkisah dapat memersuasi audiensi, terutama cerita faktual yang logis dan masuk akal. Pada kenyataan teknik story telling lebih banyak digunakan oleh pembicara publik dibandingkan penulis di Indonesia. Buku-buku ilmiah dari penulis Indonesia "kering"dari cerita.

Hanya segelintir penulis sains menggunakan teknik ini dalam karya tulis ilmiah (KTI) sebagaimana pengalaman saya meninjau karya mereka. Selebihnya menggunakan teknik monoton "memberi tahu" yang menempatkan ia seolah-olah lebih tahu daripada pembaca. Teknik ini selalu menggunakan predikat adalah, ialah, atau merupakan.

Contohnya: Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia lainnya ....

Monoton!

Kelangkaan Stok Cerita

Ilmuwan dan akademisi di Indonesia memang tidak biasa menggunakan story telling dalam KTI. Tampaknya ada anggapan teknik ini kurang ilmiah karena dianggap seperti mendongeng. Padahal, paradigma naratif dengan cerita faktual dapat memengaruhi pembaca/audiensi untuk memahami logika awal yang hendak disampaikan penulis. 

Seperti halnya David Eipstein yang menyajikan kisah masa kecil Tiger Wood dan Roger Frederer sebagai atlet kelas dunia. Tiger adalah spesialis dan Roger adalah generalis. Keduanya punya kesamaan dan keduanya tumbuh sebagai calon juara dunia dengan cara yang berbeda.

Karena kebiasaan menulis dengan cara memberi tahu, para penulis KTI di Indonesia tidak berpikir untuk menyimpan stok cerita atau meriset cerita-cerita yang dapat mendukung penelitian mereka. Namun, cerita-cerita itu malah muncul dalam obrolan sambil ngopi dan menguap bersama kepulan asap kopi. Inilah salah satu kelemahan kita sebagai bangsa yang lebih senang bertutur daripada menuliskannya.

Ketika membahas topik tentang penyuntingan naskah, saya sampaikan kisah antara Chairil Anwar dan Sutan Takdir Alisjahbana (STA). Cerita ini saya kutip dari majalah lawas Berita Buku yang diterbitkan oleh Ikapi.

Suatu hari Chairil kehabisan uang. Lalu, ia bertandang ke Balai Pustaka meminta pekerjaan kepada STA. Sudah biasa STA memberi pekerjaan redaksi kepada Chairil. Dari Balai Pustaka Chairil mendapat pekerjaan menerjemahkan naskah berbahasa asing. Selang beberapa hari Chairil kembali ke Balai Pustaka dan membawa setumpuk hasil terjemahannya.

STA membaca beberapa halaman dan merasa puas. Lalu, memberi honor kepada Chairil.

Beberapa hari kemudian STA bertemu dengan Chairil. Ia mendamprat si Binatang Jalang itu. Rupanya STA merasa ditipu oleh Chairil. Apa pasalnya? Chairil tidak menerjemahkan seluruh naskah, tetapi hanya mengetik ulang kembali naskah itu. Dengan enteng Chairil menjawab.

"Makanya kalau Anda menjadi editor, harus teliti dan cermat!"

Kisah tersebut saya modifikasi ulang tanpa mengurangi esensinya. Artinya, saya dapat mengutip cerita dari apa yang saya baca. Begitu pula saya dapat mengutip cerita dari apa yang saya dengar dan apa yang saya alami sendiri. Saya berusaha mengumpulkan banyak stok cerita, terutama dari membaca agar nanti dapat saya gunakan untuk mengantarkan suatu topik tulisan.

Tidak ada dasar yang menyebutkan bahwa story telling itu kurang ilmiah. Sebuah kisah yang benar-benar terjadi (faktual) adalah bukti yang tak terbantahkan. Ia dapat menjadi pengantar atau penguat sebuah argumentasi ilmiah.

Satu lagi yang harus saya sebut di sini adalah buku-buku karya Malcolm Gladwell. Gladwell adalah penulis yang berfokus pada tema psikologi sosial meskipun ia berlatar belakang pendidikan sejarah. Seri buku-buku Gladwell sangat saya sukai karena dipenuhi dengan kisah-kisah menakjubkan yang tidak pernah saya dengar atau baca sebelumnya. 

Dari buku Mafia Bomber karya Gladwell saya tahu ada seseorang berkebangsaan Belanda kelahiran Semarang yang mengubah sejarah Perang Dunia II karena temuannya. Namanya Carl Norden. Temuan pentingnya adalah pembidik bom (bombsight).

Sebagaimana dikisahkan Gladwell, pembidik bom itu sejatinya komputer analog. Ia suatu alat kompak bermesin yang terdiri atas cermin-cermin, teleskop, gotri, waterpas, dan pemutar. Norden menciptakan 64 algoritma yang dipercayainya bakal menjawab semua pertanyaan dalam pengeboman kala itu. Ciptaan Norden menarik perhatian militer AS sehingga dipesan dalam jumlah besar. 

Hal inilah yang sedikit banyak mengubah sejarah peperangan dari yang banyak menumpahkan darah menjadi perang yang berfokus membidik titik-titik tertentu dari musuh. Sebelumnya perang menggunakan pesawat tempur menjatuhkan bom secara membabi buta sehingga menimbulkan korban yang sangat besar.

Anda dapat rasakan bagaimana sebuah cerita yang tidak pernah kita dengar sebelumnya, menarik minat pembaca. Cerita itu membuat tulisan berkadar ilmiah menjadi maknyus.

Cara Menulis Kisah

Wahai para ilmuwan dan akademisi Indonesia, berlatihlah untuk menuliskan kisah dan menyisipkannya. Tiga unsur utama cerita perlu dipahami, yaitu tokoh, latar (waktu, tempat, suasana), dan alur (termasuk konflik di dalamnya). Ungkapkanlah apa yang Anda alami (lihat, dengar, rasa) ke dalam sebuah kisah. 

Anda dapat berfokus pada tokoh dan kisah yang melatarinya. Anda juga dapat berfokus pada peristiwa yang terjadi. Buatlah diri Anda sebagai juru cerita untuk mengantarkan pemahaman sains.

Buat stok cerita di dalam folder komputer Anda. Jika Anda sulit menuliskannya, rekam saja dulu dengan ponsel cerdas Anda. Lalu, rekaman itu dapat Anda konversi menjadi kata-kata dengan aplikasi voice to text.

Satu lagi, cerita menjadi menarik kalau ada konteks masalah di dalam cerita. Masalah apa yang hendak Anda angkat? 

Semakin relevan masalah itu dengan topik yang akan Anda bahas dalam KTI maka semakin kuat tulisan Anda. Cerita itu tidak harus cerita serius, tetapi dapat juga berupa cerita humor atau kekonyolan anak manusia.

Sekian dulu, semoga Anda yang ilmuwan dan akademisi insaf menyisipkan cerita di balik karya tulis Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun