Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ambideksteritas Menulis dan Menyunting

7 Februari 2022   16:06 Diperbarui: 30 Mei 2022   00:22 1882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dewa Janus (Sumber: Photo.com/Photo Images

Dewa Janus dalam mitologi Romawi Kuno dikenal sebagai dewa yang memiliki dua wajah. Satu wajah menghadap ke belakang dan satu lagi menghadap ke depan. Tapi, kalau ia berbalik badan, tentu yang belakang menjadi depan dan depan menjadi belakang.

Perumpamaan Dewa Janus ini dapat dipakai untuk menggambarkan istilah ambidexterity. Dengan pola transliterasi ke dalam bahasa Indonesia, saya gunakan istilah ambideksteritas---kata ini belum ada di KBBI Daring edisi V.

Ambideksteritas merupakan istilah untuk menggambarkan kemampuan mengoordinasikan penggunaan tangan/kaki kanan dan tangan/kaki kiri dengan sama baiknya. Penerapan ambideksteritas banyak dilakukan di dunia olahraga.

Seorang pemain basket yang dikenal kidal bukan berarti ia tidak dapat memanfaatkan tangan kanan secara sama baik atau hebatnya dengan tangan kiri. Kemampuan ini menempatkan ia menjadi seorang ambidekster. Istilah 'ambidekster' digunakan untuk menyebut orang yang memiliki kemampuan ganda atau lebih yang digunakan secara bersamaan atau bergantian.

Istilah ambideksteritas juga digunakan dalam bidang manajemen untuk menggambarkan sebuah organisasi bisnis yang mampu terus mengevaluasi diri dengan "melihat ke belakang" dan sekaligus secara simultan mampu berinovasi dengan melihat ke depan.

Apakah mungkin sebagai penulis kita menjelma layaknya Dewa Janus yang punya kemampuan kanan-kiri ok atau depan bisa-belakang bisa? Bagaimana dengan dunia tulis-menulis?

Saya menghubungkannya dengan para literator. Makna kata 'literator' dalam KBBI Daring (edisi V) adalah ahli sastra; pengarang profesional; sastrawan. Jika kegiatan membaca merupakan suatu kapasitas atau kompetensi, para literator tidak lagi diragukan sebagai pembaca ulung. Lalu, ada dua kapasitas yang juga dapat dikuatkan secara bersamaan, yaitu menulis dan menyunting.

Para literator zaman baheula, sebut saja Nur St. Iskandar, Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, Sanusia Pane, dan H.B. Jassin adalah para penulis andal sekaligus penyunting andal. Bagaimana mungkin mereka dapat melakukan keduanya, bahkan ketiganya? Membaca, menulis, dan menyunting? Tentu karena itu sudah dilatihkan dengan penuh kesadaran bahwa membaca-menulis-menyunting adalah tiga unsur yang saling menopang. Ketiganya harus dikembangkan secara optimal.

Wajah seorang STA adalah wajah seorang penulis sekaligus wajah seorang penyunting. Jika sebagai penulis ia melihat ke depan, bagaimana sastra Indonesia dapat dimajukan, saat sebagai penyunting ia melihat ke belakang. Ia melihat bagaimana sebuah karya diciptakan dengan proses kreatif yang baik dan benar. Jadi, kita dapat simpulkan STA adalah seorang ambidekster dalam bidang literasi.

Nah, apakah Anda juga demikian? Mampu menulis sekaligus menyunting? Pendidikan kita, terutama pendidikan bahasa hanya pro pada keterampilan menulis, tidak pada keterampilan menyunting. 

Jika pada kenyataan banyak naskah yang "parah", tentu karena penulisnya tidak melakukan swasunting. Mengapa mereka tidak melakukannya? Ya, sebabnya mereka tidak pernah diajari swasunting (self-editing) sebagai bagian dari kemampuan ambideksteritas di bidang literasi.

Mungkin banyak yang menyangka bahwa menulis, ya menulis saja (seperti judul buku saya). Urusan menyunting itu urusannya para editor di penerbit. Padahal, dengan menggabungkan dua kemampuan (menulis dan menyunting), seseorang benar-benar bakal menjelma layaknya Dewa Janus. Ia dapat melihat ke depan saat menulis dan ia akan melihat ke belakang saat menyunting.

Namun, perlu diingat bahwa menulis-menyunting tidak dapat dilakukan secara bersamaan. Tepatnya, lebih relevan secara bergantian. Kalau Anda menulis sambil menyunting, alamat naskah tidak akan selesai-selesai. Idealnya Anda menyunting setelah naskah ditulis lengkap sebagai draf.

Di sisi lain dalam konteks bekerja, tentu saja Anda dapat menulis naskah sendiri, lalu menyunting tulisan atau naskah orang lain secara bergantian. Itu yang kerap saya lakukan. 

Otak ini memang rasanya dibuat beruas, ada ruas menulis karya sendiri dan ada ruas menyunting karya orang lain. Otak ini diberi pangsa, satu pangsa untuk tulisan mandiri dan satu pangsa untuk tulisan orang lain. Lama-lama memang jadi terbiasa.

Anda tertarik menjadi ambidekster dalam bidang literasi? Selamat memasuki dunia kanan-kiri ok atau depan bisa-belakang bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun