Setelah hampir enam tahun diberlakukan, EBI atau PUEBI mulai terasa akrab di telinga masyarakat. Ia menggantikan sebutan EYD yang sebelumnya telanjur fasih diucapkan lidah orang Indonesia. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) digantikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) oleh Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Terdapat beberapa perubahan signifikan pada PUEBI dibandingkan Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (PUEYD).
Ejaan sebagai tata tulis tidak dapat dipisahkan dari aktivitas menulis, terutama dalam penulisan ragam resmi. Aturan kebakuan atau standar ejaan diperlukan sebagai acuan meskipun masih banyak penulis yang mengabaikannya.Â
Standar ejaan ini juga diajarkan dalam pembelajaran menulis bahasa Indonesia mulai tingkat SD hingga perguruan tinggi.
Pada awal September 2021, praktisi dan akademisi bahasa Indonesia merespons Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pembakuan dan Kodifikasi Bahasa Indonesia yang disahkan pada tanggal 26 Juli 2021.Â
Pasalnya, Permendikbudristek tersebut mencabut Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 tentang PUEBI sehingga dinyatakan tidak berlaku. Lalu, apa yang menjadi tolok ukur penggunaan ejaan kini jika PUEBI dinyatakan tidak berlaku?
Hal itulah yang tidak terjawab pada Permendikbudristek yang baru sehingga dipertanyakan ke Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kemendikbudristek yang membawahkan Badan Bahasa pun merespons pertanyaan ini sebagai dinamika kebahasaan dengan mengeluarkan Siaran Pers Nomor: 457 /sipres/A6/IX/2021.
Bunyi utama siaran pers tersebut adalah mengukuhkan PUEBI sebagai pedoman penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Nomor 0321/I/BS.00.00/2021.
Jadi, pengukuhan kembali PUEBI tidak dilakukan melalui peraturan menteri karena mungkin menimbang tata aturan perundang-undangan. Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021 mencakup keseluruhan pembakuan dan kodifikasi bahasa Indonesia, tidak hanya persoalan ejaan.Â
Sebagaimana dijelaskan di dalam siaran pers, menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Azis bahwa pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa Indonesia mencakup tata bahasa, tata aksara, kamus, ensiklopedia, glosarium, rekaman tuturan, atau bentuk lain yang sejenis.Â
Ada yang menarik dari peraturan baru ini yakni munculnya istilah 'tata aksara'. Sebelumnya kata 'ejaan' identik dengan istilah 'tata tulis'. Hal ini dapat dimaklumi sebagai kegaliban pemerintah yang "senang" mengganti nomenklatur.