Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyoal "Anies Diejek Mega"

13 Desember 2020   08:09 Diperbarui: 13 Desember 2020   08:12 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa SMA ujian berbasis komputer (Antara/Wahyu Putro)

Ada tradisi disclaimer dalam penulisan karya, apakah itu fiksi atau nonfiksi. Saya belum menemukan padanan pas dari kata 'disclaimer' dalam bahasa Indonesia. Mungkin dapat disebut semacam peringatan atau pernyataan. Peringatan utama bahwa penulis atau pembuat karya melepaskan diri dari akibat-akibat hukum terhadap materi yang dibuatnya.

Disclaimer paling populer sering terbaca pada karya film, sinetron, atau karya fiksi yang menyatakan bahwa "apabila terdapat kesamaan nama tokoh, waktu, tempat, dan peristiwa, hal itu hanyalah kebetulan belaka". 

Pada karya nonfiksi seperti buku, disclaimer sering muncul pada buku-buku kesehatan yang menyebutkan bahwa pembaca harus mengikuti petunjuk buku dengan saksama untuk suatu terapi atau harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter spesialis. Dengan demikian, apabila terjadi hal-hal yang bertentangan dengan isi buku, penulis sudah lebih dulu melepaskan diri dari akibat-akibat hukum.

Buku teks terbitan Kemendikbud edisi K-13 sempat memuat disclaimer. Di situ disebutkan bahwa buku teks yang diterbitkan adalah "dokumen bertumbuh". Arti sesungguhnya Kemendikbud lebih dulu menyatakan bahwa buku masih dalam proses penyempurnaan sehingga jika terdapat kekurangan atau kesalahan di dalamnya, pembaca perlu memaklumi karena itu masih merupakan dokumen yang bertumbuh kembang.

Tradisi pemuatan halaman disclaimer di dalam buku-buku nonfiksi tidaklah populer di Indonesia. Bagaimana dengan lembar soal yang baru-baru ini menghebohkan?

Sebutir soal ujian di DKI menjadi perbincangan. Sepintas soal pilihan berganda ini bagus saja, tanpa pretensi apa pun. Namun, penggunaan nama tokoh di dalamnya yang bermasalah.

Anies diejek Mega karena memakai sepatu yang sangat kusam. Walaupun demikian Anies tidak pernah marah. Perilaku Anies merupakan contoh ....

Tentulah tidak ada disclaimer di dalam penulisan soal bahwa jika terdapat kesamaan nama, hal itulah adalah kebetulan belaka. Pembuat soal mungkin berkilah bahwa Anies yang dimaksud bukanlah dengan Anies Baswedan dan Mega yang dimaksud bukanlah Megawati Soekarnoputri. Tidak ada maksud menggunakan nama pejabat dan tokoh politik itu.

Namun, tendensi politiknya terlihat kentara karena menggunakan nama tokoh politik yang sama. Selain itu, publik mafhum bahwa dalam beberapa hal Megawati pernah mengkritik kebijakan Gubernur Anies.

Hal yang lebih bermasalah lagi karena terdapat konotasi buruk bagi Mega di dalam soal. Mega sering mengejek Anies yang sepatunya kusam. Maka dari itu, imajinasi orang yang membaca soal ini boleh begini: Kasihan banget si Anies, jahat banget si Mega.

Akan berbeda jadinya kalau si pembuat soal menggunakan nama Anis dan Megah---tidak identik dan tidak dapat dipersoalkan. Berbeda juga jika kedua tokoh di dalam soal menunjukkan konotasi yang baik. Misalnya, Mega sering membantu Anies saat kesusahan. Demikian pula sebaliknya, Anies juga sering membantu Mega. Sikap kedua orang tersebut menunjukkan ....

Konfirmasi Dinas Pendidikan DKI

Mengutip Tempo.co, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menuturkan (Sabtu, 12 Desember 2020) bahwa pihaknya telah menyelidiki asal-usul soal tersebut.

"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah menyelidiki terkait dengan beredarnya foto soal ujian sekolah melalui aplikasi pesan dan media sosial yang menyebutkan nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Mega."

Menurut Nahdiana, konfirmasi dilakukan kepada kepala sekolah dan guru yang membuat soal. Si pembuat soal tak bermaksud mendukung ataupun mencemarkan nama baik pejabat. Soal itu dibuat lantaran ada unsur kompetensi dalam mata pelajaran, seperti pembentukan karakter, integritas, sabar, dan tanggung jawab.

"Terkait hal tersebut, redaksionalnya memang memiliki kesamaan nama, namun tidak ada maksud mendukung maupun mencemarkan nama baik pejabat publik," katanya.

Keterangan Nahdiana ini bagi sebagian orang mungkin sulit diterima karena si pembuat soal sebenarnya dapat memilih nama lain meskipun tidak ada larangan menggunakan nama pejabat/tokoh di dalam soal. Paling tidak kasus ini menjadi pembelajaran agar pembuat soal tidak menyerempet-nyerempet bahaya yang ditimbulkan konotasi buruk terkait satu orang atau sekelompok orang.

Soal yang Menjadi Persoalan

Nasi sudah menjadi bubur dan bubur tidak dapat disajikan sebagai menu sarapan. Sudah heboh lebih dulu dan jadi santapan politikus. Ini soal etis dan tidak etis dalam dunia pendidikan.

Sebenarnya bukan sekali dua kali ini soal-soal ujian mengandung masalah ditinjau dari sudut pandang kepatutan. Mungkin di benak si pembuat soal terselip maksud sekadar bercanda atau bermain-main tanpa maksud serius. Jika disengaja, tentu ada apa-apanya. Benak itu perlu dijernihkan, terutama terkait dengan pendidikan.

Baiklah, setelah kehebohan dan klarifikasi soal "Anies Diejek Mega" maka tak perlu dipersoalkan berkepanjangan. Hanya pembuat soal harus sadar bahwa persoalan ini telah dipersoalkan oleh banyak orang. Energi kita terkadang habis untuk membahas soal-soal seperti ini, termasuk saya yang  terpanggil menulis soal ini. Entah mengapa.[] 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun