Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tentang Ragangan Menulis Buku

3 April 2020   08:53 Diperbarui: 9 Mei 2022   11:33 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai sebuah alur berpikir maka topik akan diturunkan atau bercabang menjadi subtopik, lalu subtopik akan menjadi sub-subtopik. Di dalam buku nonfiksi akan terjadi perubahan penyebutan.

Topik berubah menjadi judul. Subtopik berubah menjadi bagian/bab/unit. Sub-subtopik berubah menjadi sub-subbab. Di dalam buku yang sangat rumit kerangkanya, penulis dapat membagi isi buku terdiri atas bagian dan setiap bagian terdiri atas beberapa bab.

Lantas dari satu topik buku itu dibuat menjadi berapa subtopik atau berapa bab? Di situlah tantangannya buat Anda. Tidak ada patokan khusus sebuah buku nonfiksi dibuat dalam berapa bab, yang pasti bukan hanya satu bab. 

Berbeda halnya dengan karta tulis ilmiah kesarjanaan, seperti skripsi, tesis, atau disertasi. KTI tersebut sudah ditentukan jumlah babnya dan Anda tidak dapat menambahi atau mengurangi.

Namun, ketika skripsi, tesis, atau disertasi Anda konversi menjadi buku ilmiah populer, tentu saja Anda bebas menentukan jumlah babnya meskipun alur berpikirnya tidak berubah. Alur berpikir di dalam karya kesarjanaan itu jelas menggunakan pola hierarkis/tahapan yaitu dari hal umum ke khusus.

Di atas kertas Anda dapat memetakan topik, subtopik, dan sub-subtopik dengan model pemetaan benak (mind mapping) ala Tony Buzan. Jika Anda tidak suka mencorat-coret di atas kertas, aplikasi di komputer dapat membantu.

Setelah coretan itu selesai, Anda dapat memindahkannya ke dalam tabel yang saya sebut matriks ragangan. Di dalam kolom matriks terdapat BAB-SUBBAB-DESKRIPSI-SUMBER-ESTIMASI HALAMAN. Jadi, dengan matriks ini buah pikiran Anda tentang sebuah buku nonfiksi akan semakin konkret.

Fungsi Matriks Ragangan

Siapa bilang menulis buku (nonfiksi) itu gampang? Ya, tentu gampang bagi yang sudah terbiasa menstrukturkan pikirannya dari topik ke subtopik dan sub-subtopik seperti yang sudah saya jelaskan. Bab-bab yang tercipta dari subtopik itu dapat kita anggap sebagai butiran-butiran pemikiran dan perasaan penulis.

Nah, bagaimana butiran itu disusun? Ini memerlukan sebuah pelatihan dan pembiasaan. Baiklah, saya ambil satu kasus.

Tahun 1977, budayawan Mochtar Lubis menyampaikan orasi kebudayan di TIM. Orasinya bertajuk "Manusia Indonesia". Buah pikiran Mochtar Lubis ini menjadi polemik karena ia memaparkan 6 sifat orang Indonesia. Keenam sifat itu secara berurut adalah 1) munafik; 2) enggan bertanggung jawab; 3) feodalistik; 4) artistik; 5) watak yang lemah.

Orasi tersebut kemudian dikonversi menjadi buku dengan judul yang sama. Pertanyaannya sekarang bagaimana Mochtar Lubis menyusun keenam sifat itu sebagai sesuatu yang berurutan? Apakah Mochtar Lubis menyusun seingatnya saja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun