Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjelang Domain Publik Karya Chairil Anwar

16 November 2019   06:31 Diperbarui: 16 November 2019   13:46 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada Jassin

Tapi jang boleh kita harapkan ialah

bahwa ia satu waktu akan sampai djuga

ke dunia tenang

Tiga baris petikan sajak di atas ditulis oleh Chairil Anwar sebagai sajak yang belum dipublikasikan dari coretan-coretan kertas warisannya. 

Chairil meninggal dalam usia yang sangat muda, menjelang usia 27 tahun. Tubuhnya ringkih didera tiga penyakit, paru-paru, tifus, dan infeksi usus. Chairil mengembuskan napas terakhirnya pada Kamis, pukul 14.30, tanggal 28 April 1949 di Jakarta. 

Kini 70 tahun telah berlalu sejak wafatnya Chairil Anwar yang dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai tokoh sentral Angkatan '45. Ia benar-benar hidup "seribu tahun" sebagaimana sekalimat sajak yang pernah dituliskannya. Sosok Chairil menjadi tetap hidup di benak orang Indonesia dengan sajak-sajaknya yang menembus zaman.

Sapardi Djoko Damono pernah menulis sebuah catatan akhir dari kumpulan puisi Aku ini Binatang Jalang (Gramedia). Buku ini diterbitkan lagi pada tahun 2019. Sapardi menuliskan begini: "Sebagian besar sajak Chairil Anwar mungkin sekali sudah merupakan masa lampau yang tidak cukup pantas  diteladani para sastrawan sesudahnya. Namun, beberapa sajaknya yang terbaik menunjukkan bahwa ia telah bergerak begitu cepat ke depan, sehingga bahkan bagi banyak penyair masa kini taraf sajak-sajaknya tersebut bukan merupakan masa lampau tetap masa depan, yang mungkin hanya bisa dicapai dengan bakat, semangat, dan kecerdasan yang tinggi."

Bahkan, Joko Pinurbo dalam buku Chairil Anwar: Bagimu Negeri Menyediakan Api (Seri Buku Saku Tempo, diterbitkan KPG 2017) menyebutkan baginya Chairil Anwar, terutama dalam puisi "Tuti Artic" menunjukkan kepiawaian menulis dalam bahasa Indonesia dengan cita rasa masa kini, seakan-akan sajak tersebut baru diciptakan kemarin sore. 

Berikut kutipan puisi atau sajak "Tuti Artic":

Antara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga.

Adikku yang lagi keenakan menjilat es artic;

Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola

Istriku dalam latihan: kita hentikan jam berdetik.


Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa

--ketika kita bersepeda kuantar kau pulang--

Panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara,

Mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang


Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali bertukar;

Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu:

Sorga hanya permainan sebentar


Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu

Aku dan Tuti + Greet + Amoi... hati terlantar,

Cinta adalah bahaya yang lekas pudar.

Sekumpulan sajak Chairil telah menjadi fenomena di negeri ini dan patut menjadi pembelajaran di kelas-kelas sastra. Ia telah menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam mematut-matut kata meskipun dari gagasan yang sederhana. Karena itu, karya Chairil akan terus abadi bersama kenangan yang disimpan di makamnya, di Karet Bivak.

Tahun 2020 menjadi awal bagi karya-karya Chairil Anwar menjadi domain publik yaitu menjadi warisan budaya publik. Sebagaimana menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, karya seseorang yang sudah meninggal akan menjadi domain publik terhitung 70 tahun sejak sang pencipta meninggal dunia. Dengan demikian, karya tersebut dapat dikutip, diperbanyak, dan dijual secara bebas tanpa harus meminta izin atau memberi kompensasi kepada ahli waris.

Walaupun menjadi domain publik, bukan berarti karya-karya tersebut boleh diubah dan menghilangkan atau melupakan nama Chairil Anwar sebagai penciptanya. Karya-karya itu tetap dipertahankan sebagaimana aslinya sebagai warisan budaya untuk publik. 

Ada baiknya lembaga pemerintah seperti Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kemendikbud, mengadakan suatu acara untuk merayakan momentum karya Chairil Anwar sebagai domain publik dengan juga memberikan penghargaan kepada ahli waris karya-karya Chairil Anwar.

Chairil Anwar, bagaimanapun tetap di hati kita meskipun ia mati muda. Ia telah meninggalkan warisan budaya yang luar biasa yaitu sajak-sajak yang yang telah jauh menembus zamannya. [] 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun