Karena itu, jika ingin karya tersebut tersebar luas, jalan publikasi yang paling relevan adalah dibukukan menjadi buku ilmiah populer. Sama halnya dengan peneliti yang mengonversi artikel/esai ilmiah menjadi monografi karena ingin memperdalam bahasan penelitiannya.
Beberapa kalangan menganggap konversi atau penyaduran ini sebagai autoplagiat. Soal ini maka perlu diselisik lebih mendalam lagi apa yang dimaksud dengan autoplagiat. Mengonversi KTI nonbuku menjadi bentuk buku bukanlah autoplagiat.
***
Pelik-pelik buku perguruan tinggi inilah yang kerap membuat seorang dosen bingung sendiri ketika hendak menulis sebuah buku dengan jenis tertentu.Â
Banyak dosen menulis buku karena tuntutan kebutuhannya untuk mengajar, tetapi lebih banyak lagi demi menambah angka kredit kepangkatannya di perguruan tinggi. Walaupun begitu, apa pun tujuannya, diharapkan dosen dapat menulis buku yang tepat dan bermutu.
Semoga artikel ringkas ini mencerahkan dan menginsafkan para dosen.[]
(Tentang Penulis: Bambang Trim, praktisi perbukuan; pernah mengajar tentang penerbitan di tiga PTN [Unpad, PNJ, dan Polimedia]; ia juga menjadi anggota pendamping tim ahli di Komisi X DPR-RI dalam penyusunan RUU Sistem Perbukuan; anggota tim ahli dalam penyusunan RPP Pelaksanaan Sistem Perbukuan di Kemdikbud RI; konsultan penilaian dan penyusunan standar perbukuan di Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Kini menjabat sebagai Direktur Institut Penulis Indonesia dan Direktur LSP Penulis dan Editor Profesional.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H