Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menakar Minat Membaca Buku

30 Juni 2019   06:54 Diperbarui: 30 Juni 2019   09:10 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Adi Rahman/Unsplash

Kesuksesan BBW juga mengundang Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) untuk melakukan hal serupa. Ini terjadi di Bandung dalam dua tahun belakangan. Ikapi DKI dan Ikapi Jabar bekerja sama menggelar pameran buku bertajuk Liga Buku Bandung. Tempatnya diselenggarakan di arena olahraga Gor Padjadjaran. 

Pola yang digunakan sama. Tidak ada lagi booth yang membatasi penjualan buku antarpenerbit. Apa yang tersedia hanya meja-meja yang ditumpuk buku berdasarkan klasifikasinya. Kegiatan ini menjadi kesempatan bagi penerbit untuk mengeluarkan buku-buku bad stock yang sering hanya memenuhi gudang.

Di Yogyakarta juga ada bazar buku serupa bertajuk Patjar Merah yang disebut sebagai festival literasi dan pasar buku. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh beberapa penerbit swasta. Buku-buku dari penerbit mayor maupun penerbit kecil (indie) dijual murah dengan diskon sampai 80%. Patjar Merah juga merambah penyelenggaraan ke daerah lain seperti Malang.

Baik Liga Buku Bandung maupun Patjar Merah, menuai sukses penyelenggaraan yang luar biasa. Animo masyarakat untuk membeli buku sangat tinggi yang sekali lagi mematahkan asumsi minat membaca buku orang Indonesia itu rendah. 

Persoalan minat membaca tidak segampang itu dapat dipetakan karena ia sangat berhubungan dengan ketersediaan buku (terutama buku bermutu), keterjangkauan akses buku, dan kreativitas menggelar acara yang berbau buku.

Selain bazar yang saya sebutkan, masih ada lagi bazar buku dengan pengunjung membludak seperti halnya Gramedia Fair yang diselenggarakan di beberapa kota. Demikian juga yang dilakukan Penerbit Mizan yang menggelar Out of The Boox Warehouse Sale dengan menggelar bazar langsung di gudang buku penerbit. Fenomena kalap (membeli) buku juga terjadi di sini, termasuk berkeliarannya para penyedia jastip.

Saya selipkan juga fenomena lain tentang penjualan buku yaitu fenomena pre-order buku. Ambil satu yang paling fenomenal bukunya Marchella FP. Pre-order buku Marchella hanya memerlukan waktu hitungan menit untuk terjual ribuan eksemplar. Siapa pembeli buku Marchella? Generasi Y alias Milenial dan Generasi Z.

Lalu, mengapa kegiatan-kegiatan kreatif penjualan buku ini terus bertumbuh di tengah asumsi minat membaca yang rendah? Pemerintah harus meriset fenomena ini. Paling tidak membantu memfasilitasi kegiatan ini di 34 titik ibu kota provinsi. 

Memfasilitasi ini dengan kata lain konkretnya memberi kesempatan bagi para penerbit menggelar bazar buku tanpa harus dipungut biaya sewa tempat. 

Pemerintah daerah dapat memberikan subsidi. Mari kita merujuk pada UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan dan juga PP tentang Pelaksanaan Sistem Perbukuan yang menanti ditandatangani Presiden Jokowi. Di regulasi itu disebutkan peranan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan buku bermutu, murah, dan merata melalui berbagai upaya.

Ledakan daya literasi bagi bangsa Indonesia sebenarnya tengah menanti asalkan gerakan literasi memang betul-betul dibuat peta jalannya dengan satu target nasional yang terukur. Misalnya, dalam pemeringkatan keliterasian Indonesia harus masuk 10 besar dunia pada tahun 2030. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun