Alkisah ketika kali pertama menawarkan naskah Harry Potter, J.K. Rowling mengalami penolakan berkali-kali oleh penerbit. Sampai kemudian Rowling meminta bantuan seorang literary agent. Sang literary agent mengontak kenalannya seorang editor di penerbit. Sang editor dikenal memiliki "penciuman tajam" dalam mengendus naskah-naskah yang bakal sukses.
Editor itu bernama Barry Cunningham yang disebut-sebut sebagai penemu bakat Rowling untuk mewujudkan kisah bocah penyihir Harry Potter menjadi buku mega-best seller sepanjang masa. Barry mempelajari naskah Rowling dan memutuskan penerbitannya di Bloomsbury. Tidak terkira rasa sukacita Rowling.
"Jika bukan karena Barry Cunningham, Harry Potter mungkin masih mendekam di almari di bawah tangga...." begitu ujar Rowling dengan ungkapan penuh terima kasih kepada Barry.
Di dalam dunia penerbitan, sosok seperti Barry Cunningham disebut sebagai editor akuisisi (acquisition/acquiring editor) yang bertugas mencari (memperoleh) penulis sekaligus mengakuisisi naskah untuk diterbitkan.Â
Para editor memaklumi dua cara akuisisi yaitu solicited (pemerolehan aktif) dengan cara menemukan penulis dan unsolicited (pemerolehan pasif) dengan cara membuat pengumuman akuisisi naskah, lalu menerima naskah.
Di antara penulis dan editor (penerbit) ada lagi yang disebut sebagai literary agent. Hassan Pambudi di dalam buku lawasnya bertajuk Pedoman Dasar Penerbitan Buku menggunakan istilah 'agen sastra' untuk menyebut literary agent.
Siapa itu Literary Agent?
Literary agent adalah seseorang yang memosisikan dirinya sebagai agen penerbit atau representatif penulis dalam menawarkan naskah sekaligus bernegosiasi dengan penerbit. Jadi, yang paling umum adalah sebagai representatif penulis, mirip dengan posisi manajer artis di dalam dunia hiburan.Â
Sang literary agent-lah yang mengatur pertemuan antara penerbit dan penulis, membantu penulis membuat presentasi naskah yang meyakinkan, mewakili penulis dalam negosiasi kontrak royalti atau jual putus, serta menjadi penengah apabila terjadi konflik antara penerbit dan penulis.
Dengan pengetahuan dan pengalaman memadai soal penerbitan buku, biasanya yang menjadi literary agent adalah mantan editor di penerbit, khususnya editor akuisisi atau editor pengurus kontrak (right editor). Saya ambil contoh saja sosok bernama Thomas Nung Atasana.Â
Awalnya beliau berkarier di dunia penerbitan buku di Kelompok Kompas-Gramedia. Kini, Mas Nung (biasa saya memanggilnya demikian) memimpin sebuah agensi jual-beli hak cipta bernama Borobudur Agency yang dinaungi oleh Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia). Pekerjaan utamanya menjadi representatif penerbit Indonesia untuk menawarkan copyright berbagai buku kepada penerbit asing.