Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyelisik Relung-relung Ilmu Editing

29 Desember 2018   08:52 Diperbarui: 29 Desember 2018   10:55 1859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: aceseditors.org

Nomenklatur editing sebagai ilmu mungkin tidak terlalu dikenal di dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hanya pernah sekali digunakan sebagai nama Program Studi D-3, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, di Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran. Akan tetapi, prodi tersebut sudah tidak ada lagi.

Prodi sejenis menggunakan nomenklatur lebih umum yaitu 'penerbitan' seperti yang ada di Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia). Sebelumnya jurusan penerbitan juga ada di Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), namun kini lebih mengarah pada ilmu jurnalistik.

Jika merujuk pada pengembangan ilmu ini di luar negeri, khususnya negara Eropa dan Amerika, terdapat nomenkaltur 'professional writing and editing' serta 'publishing studies'. Pada pendidikan vokasi, nomenklatur 'professional writing and editing' sering dijadikan nama program studi, sedangkan 'publishing studies' digunakan untuk pendidikan jenjang S-1 hingga S-3.

Posisi Editing sebagai Ilmu

Tidaklah diragukan jika 'editing' ditempatkan sebagai sebuah ilmu plus keterampilan mengingat banyaknya relung ilmu editing. Seseorang yang belajar editing secara autodidak tanpa mengambil pendidikan formal atau nonformal di bidang editing tentu tidak akan banyak tahu "lekuk-lekuk" ilmu editing yang begitu banyak.

Hal inilah yang terjadi pada sebagian besar editor di Indonesia. Mereka lahir sebagai editor autodidak dan umumnya hanya berbekal penguasaan terhadap suatu bidang ilmu, tetapi tidak untuk ilmu editing atau ilmu penerbitan.

Contohnya, editor buku matematika biasanya berlatar belakang pendidikan matematika, baik S-1 maupun S-2, tetapi belum tentu menguasai ilmu editing. Alhasil, mereka lebih berfokus pada konten matematika pada suatu naskah. Adapun untuk tata tulis atau penyajian bahasa naskah tidaklah terlalu diperhatikan.

Kelemahan-kelemahan ini terkadang tidak dapat ditutupi meskipun kemudian penerbit mempekerjakan proof reader (korektor). Baca pruf (proof reading) tidaklah sama dengan editing.

Kompleksitas Ilmu Editing

Ilmu editing dan ilmu penerbitan sendiri memang terkait dengan ilmu-ilmu lainnya. Sepengalaman mendalami editing di Prodi D-3 Editing Unpad dan S-1 Sastra Indonesia Unpad, ada beberapa bidang ilmu yang terkait dengan pemelajaran editing, yaitu

  1. ilmu kebahasaan;
  2. ilmu sastra;
  3. ilmu perpustakaan;
  4. ilmu grafika (pencetakan);
  5. ilmu penerbitan destop (desktop publishing);
  6. ilmu desain komunikasi visual;
  7. ilmu komunikasi; dan
  8. ilmu penerbitan.

Keterkaitan antar-ilmu ini sangat berhubungan dengan aspek-aspek penyuntingan pada sebuah naskah. Ada tujuh aspek yang populer disebutkan sebagai aspek yang diedit, yaitu

  1. keterbacaan dan kejelahan (readability dan legibility) berhubungan dengan ilmu DKV, tipografi, dan grafika;
  2. ketaatasasan/konsistensi berhubungan dengan tata tulis dan pedoman gaya selingkung;
  3. kebahasaan berhubungan dengan ejaan dan tata bahasa;
  4. kejelasan gaya bahasa (ketedasan) berhubungan dengan gaya penulisan (stilistika);
  5. ketelitian data dan fakta berhubungan dengan validitas data dan fakta;
  6. kepatuhan legalitas dan kepatutan berhubungan dengan hak cipta, etika, dan keamanan;
  7. ketepatan rincian produksi berhubungan dengan efisiensi penerbitan, kemudahan penggunaan, dan grafika.

Jadi, memang sangat kompleks sehingga seorang editor dituntut memiliki kompetensi multidisiplin ilmu. Hal ini menarik sekaligus menantang bagi orang-orang yang memiliki renjana menekuni dunia tulis-menulis sekaligus media penerbitan.

Klasifikasi Editing

Ada klasifikasi editing yang selalu dijelaskan di dalam buku-buku tentang editing. Klasifikasi ini sangat berhubungan dengan pembagian tugas editor di sebuah organisasi penerbit yang besar dan kompleks.

Berikut klasifikasi editing yang kerap disebutkan:

  1. editing mekanikal (mechanical editing);
  2. editing pengembangan (developmental editing);
  3. editing struktural (structural editing); dan
  4. editing gambar (pictorial editing).

Keseluruhan ilmu editing sering juga disebut copy editing yang terbagi atas editing ringan (light), editing sedang (medium), dan editing berat (heavy). Ada juga yang mengategorikan editing nomor 2 dan 3 sebagai substantive editing.

Dengan begitu banyaknya relung editing ini mewujudlah pemeringkatan profesi editor dengan kategori editor muda (junior), editor madya, dan editor utama (senior). Di dalam organisasi penerbit besar terdapat penyebutan editorial assistant, copy editor, acquisition editor, right editor, managing editor, chief editor, dan sebagainya. Penyebutan itu ada yang didasarkan pada level jabatan dan ada yang didasarkan pada fungsi.

Kompetensi editing bagi seorang editor meliputi 1) keterampilan menimbang atau menilai naskah; 2) keterampilan memperbaiki naskah; 3) keterampilan mengembangkan dan mengemas naskah sesuai dengan peruntukannya; dan 5) keterampilan mengelola proses editorial.

Memasyarakatkan Editing

Ilmu dan keterampilan editing jarang diajarkan di Indonesia, baik pada pendidikan formal maupun nonformal. Pelatihan-pelatihan editing juga masih sangat terbatas seperti yang dilaksanakan oleh Institut Penulis Indonesia sejak 2017 hingga saat ini.

Beruntunglah kemudian Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia (Penpro) berhasil mewujudkan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) Jabatan Kerja Editor pada 2018. Inilah untuk kali pertama editor masuk wilayah sertifikasi.

Merujuk pada SKKK Editor yang digagas Penpro, ada tiga skema uji kompetensi yang telah diajukan oleh LSP Penulis dan Editor Profesional (yang didirikan Penpro), yaitu

  1. Skema Klaster Penyuntingan Akusisi;
  2. Skema Klaster Penyuntingan Naskah; dan
  3. Skema Klaster Penyuntingan Substantif.

Ketiga skema tersebut telah diverifikasi oleh BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi). Sertifikasi untuk profesi editor akan mulai diintensifkan pada 2019. Hal ini sebagai upaya memasyarakatkan profesi editor.

Untuk kepentingan pelatihan editor berbasis kompetensi, Institut Penulis Indonesia akan mengambil peran dengan menyusun silabus pelatihan kompetensi untuk tiga klaster editor, yaitu Editor Akuisisi (Pemerolehan Naskah), Editor Naskah, dan Editor Substantif. Pelatihan editor ini mulai digalakkan pada tahun 2019.

Kabar melegakan juga datang dari Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi). Ikapi dengan dukungan asosiasi profesi lainnya telah mewujudkan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) Bidang Penerbitan Buku atas dukungan Kemenkominfo pada 2018. Inilah SKKNI pertama di bidang penerbitan buku di Indonesia.

Dalam proses prakonvensi dan konvensi, saya ditunjuk sebagai ketua tim perumus. SKKNI tersebut memuat juga kompetensi editing bagi seseorang yang hendak disertifikasi dalam bidang penerbitan buku. Mengapa? Karena kompetensi editing atau editorial adalah kompetensi inti yang menjiwai seluruh aktivitas penerbitan.

***

Artikel ringkas ini hanya mengungkap secara umum saja relung-relung ilmu editing. Jika dibahas secara detail, akan mewujudkan menjadi satu buku. Saya pernah menuliskan secara lengkap di dalam buku 200+ Solusi Editing Naskah untuk Penerbitan yang diterbitkan oleh Penerbit Bumi Aksara. Buku setebal lebih dari 300 halaman itu pun belum cukup mampu menjelaskan seluk-beluk ilmu editing.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun