Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ketika Buku Tak Ber-ISBN

5 Desember 2018   06:58 Diperbarui: 8 Mei 2022   15:18 1887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, apa dasar Perpusnas hendak memberikan ISBN ke self-publisher? Hal ini karena di satu sisi banyak yang mengaku self-publisher di Indonesia justru tidak memiliki penerbit, katakanlah nama penerbit yang betul-betul miliknya. Di sinilah perlu mendefinisikan apa itu self-publisher dan bagaimana mereka boleh memiliki nomor ISBN untuk buku-bukunya. 

Saya kira penting juga lembaga seperti Ikapi memberikan pembinaan kepada para penulis yang ingin menerbitkan bukunya sendiri. Boleh juga dibentuk asosiasi penerbit mandiri atau penerbit independen ini agar mereka juga tahu bagaimana mengelola penerbitan secara mandiri sekaligus profesional meskipun mereka hanya mengeluarkan buku 1---2 judul per tahun. 

Menjadikan ISBN sebagai Basis Data Primer 

ISBN sejatinya sangat penting sebagai basis data primer perbukuan kita. Saat menyusun buku tentang data dan fakta perbukuan Indonesia untuk keperluan Frankfurt Book Fair 2015, saya mendapatkan data mentah berasal dari Perpusnas berbasis ISBN. 

Disebutkan bahwa ada 43 ribu judul buku yang diajukan untuk mendapatkan nomor ISBN pada tahun 2014. Angka ini sedikit mengagetkan di tengah masih adanya yang mengatakan produksi judul buku kita sangat rendah. 

Di sini mungkin Perpusnas juga berpikir bahwa angka itu dapat bertambah signifikan apabila penerbit swakelola juga diberi jalan untuk mendapat ISBN. Berapa banyak buku di Indonesia ini yang terbit tanpa ISBN? Saya menengarainya sangat banyak. 

Data ISBN itu saya sebut mentah karena belum diklasifikasikan berdasarkan penerbit, penulis, atau jenis buku. Saya yakin dengan kecanggihan sistem seperti saat ini, data tersebut dapat diolah menjadi big data perbukuan nasional. 

Memang menurut informasi Perpusnas, tidak semua buku yang diajukan itu benar-benar terbit pada tahun tersebut. Ada banyak kendala, termasuk upaya penerbit hanya membuat stok ISBN untuk buku-buku yang direncanakannya terbit. 

Adanya UU Nomor 3/2017 tentang Sistem Perbukuan yang mewajibkan buku ber-ISBN setidaknya mendorong Perpusnas untuk mempermudah akses memperoleh ISBN bagi penerbit. 

Soalnya, ada konsekuensi buku menjadi ilegal jika tidak ber-ISBN. Karena itu, acara "Temu Wicara ISBN 2018" sangat baik untuk mendiskusikan hal ini. 

Jika diperlukan, Perpusnas dapat membentuk kelompok kerja (pokja) yang menyusun sistem dan prosedur pengelolaan ISBN ini dari A-Z untuk kepentingan basis data primer perbukuan. 

Bahkan, termasuk menjelaskan juga relung-relung pengurusan ISBN yang masih membingungkan seperti ISBN untuk buku digital dan ISBN untuk buku yang diterbitkan ulang di penerbit berbeda (dengan judul yang sama). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun