Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Daripada "Berantem" Mending "Berantam"

6 Agustus 2018   09:14 Diperbarui: 7 Agustus 2018   10:55 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Irwan Rismawan/TribunNews

Tiba-tiba kata 'berantem' menjadi populer setelah pesan Presiden Jokowi untuk para relawannya menjadi viral. Lengkapnya ujarannya begini:

"Jangan bangun permusuhan, jangan membangun ujaran kebencian, jangan membangun fitnah-fitnah, tidak usah suka mencela, tidak usah suka menjelekkan orang. Tapi, kalau diajak berantem, juga berani."

Ucapan itu disambut riuh tawa relawan. Jokowi lalu menimpali, "Tetapi jangan ngajak lho. Saya bilang tadi, tolong digarisbawahi. Jangan ngajak. Kalau diajak, tidak boleh takut."

Kata 'berantem' lantas ditafsirkan bermacam-macam, terutama oleh lawan politik Jokowi. Ada yang mengatakan itu diksi yang keliru atau tidak patut hingga menuntut Jokowi meminta maaf. Di sisi lain, sekutu Jokowi juga membela penggunaan diksi itu.

Seperti halnya Ketua DPP Hanura, Inas Nasrullah Zubir, yang meminta temannya di Demokrat untuk tidak baper dan belajar lagi bahasa Indonesia, terutama merujuk pada KBBI. Adalah Ferdinand Hutahaean, Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum Demokrat, yang melontarkan Jokowi harus meminta maaf.

Jika merujuk pada tata bahasa atau ejaan Bahasa Indonesia, apakah kata 'berantem' Pak Jokowi itu dimaksudkan sebagai ungkapan (bermakna konotasi) atau arti sebenarnya (denotasi)? Mari merujuk pada KBBI sesuai dengan anjuran Pak Inas.

Kata 'berantem' masuk di dalam ragam cakapan (tidak resmi) yang bermakna berkelahi; bertengkar; bertinju. Semua orang pasti mafhum hal ini.

Jadi, jangan cari di lema 'berantam' atau mengira bentuk bakunya adalah 'berantam'--ini artinya berbeda. Kata 'berantam' maknanya bersama-sama (beramai-ramai) melakukan suatu pekerjaan (seperti membeli barang). Karena itu, yang mengantre membeli ponsel baru ketika ada diskon pada peluncuran perdana, para pembelinya sedang berantam.

Jokowi mengajak berkelahi? Apa tidak boleh Presiden mengajak berkelahi? Tentu saja boleh untuk musuh dari negara lain, bukan dengan bangsa sendiri. Ini kan yang dipersoalkan tentang diksi tadi.

Namun, masalahnya jika menyelisik ucapan seseorang, tentulah harus diselisik juga konteksnya baru kontennya.

"... Tapi, kalau diajak berantem, juga berani." Ini konteks yang disampaikan Jokowi bahwa para relawan jangan melakukan tindakan-tindakan yang menjurus perbuatan tidak menyenangkan atau ujaran kebencian. Namun, jika ada yang sampai pada tahap mengajak berantem, harus berani alias jangan takut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun