Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Hoax yang Lucu Tak Bermutu, tapi Jahat

2 September 2017   08:18 Diperbarui: 2 September 2017   10:10 2123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Oliur Rahman dalam Unsplash

Hoax agar menjadi jaminan mutu juga terkadang menggunakan nama-nama yang memiliki jenama (merek) sebagai jaminan mutu, baik itu orang ataupun lembaga/institusi. Karena itu, tidak jarang hoax dibuat dengan mengatasnamakan pakar, tokoh masyarakat, atau figur publik, juga nama-nama media atau lembaga pendidikan/riset terkenal. Semua itu demi pengelabuhan yang sukses. Contohnya, hoax tentang gempa bumi pasti selalu menyebutkan nama lembaga BMKG untuk meyakinkan. Sungguh ini jelas perbuatan yang sangat merugikan pribadi tertentu dan lembaga tertentu. Namun, bukan hoax namanya kalau tidak merugikan orang lain.

Dari sisi jenisnya maka ada hoax yang menguntungkan (hoax positif) dan hoax yang merugikan (hoax negatif) bagi subjek tertentu. Namun, kedua-keduanya sama-sama palsu dan bohong. Korban terbesarnya adalah masyarakat yang dibohongi sehingga turut menanggung dosa dari hoax-hoax tersebut karena ikut juga menyebarkan.

Para bloger atau para pegiat media sosial yang memiliki banyak pengikut rentan terhadap tawaran untuk memproduksi hoax, apalagi menjelang pilpres 2019 kelak. Perkubuan adalah ladang subur untuk menabur benih hoax yang kemudian dapat dimakan oleh siapa saja se-Indonesia, bahkan sedunia yang digerakkan oleh kebencian dan taklid buta meskipun berbalut kelucuan. Dengan potensi pengguna media sosial yang tinggi, Indonesia menjadi menarik sebagai ladang hoax. 

***

Kemenkominfo dan Divisi kejahatan siber Polri bakal dibuat lebih sibuk karena Saracen bolehlah dibilang masih dalam kadar ecek-ecek karena mutunya masih rendah--dapat dilihat juga dari kapasitas para pelaku yang tertangkap. Di sinilah diperlukan strategi dan kajian terhadap penangkalan hoax dari sisi pertahanan negara. Lho, kok serius banget?

Meskipun Bang Effendi Ghazali bilang jangan terlalu serius dan tegang menanggapi ancaman seperti hoax ini, tetap saja persebaran hoax dapat menjurus pada perang asimetris--perang tanpa alutsista. Apalagi, masyarakat Indonesia terkenal kreatif dalam soal melucu, membuat meme, atau menyikapi sesuatu (hiruk pikuk politik) secara santai--makanya film Warkop Reborn mencetak hits (apa hubungannya?). Di balik kelucuan-kelucuan itu tersimpan amunisi yang siap diledakkan seperti badut yang menyimpan kengerian di balik wajah jenakanya.

Saya ingat setelah Orde Baru tumbang, seorang tokoh mengenakan kaus bertuliskan Suharto (Sudah Harus Tobat). Ya itu contoh kelucuan di tengah ketegangan politik masa itu. Namun, kelucuan-kelucuan tidak serta merta menghilangkan bahaya. Betapa banyak hoax yang dibuat lucu dengan sindiran, tetapi tetap saja itu adalah kepalsuan yang menjebak. Soal kepalsuan ini sudah diungkapkan oleh Elvi Sukaesih empat puluh tahun lalu lewat lagunya Kepalsuan Jiwa (silakan meramban di Youtube). Selamat menyimak, hehehe.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun