Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Penulis Kurang Panik Plus Kurang Piknik

20 Juli 2017   12:08 Diperbarui: 20 Juli 2017   22:21 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya kemudian sadar sekarang hidup pada era "kompor" maka itu saya menerima tawaran menjadi kolumnis di KRJogja.com dengan nama kolom Kompor Literasi (Komplit). Saya "dipaksa" menulis setiap Rabu dan Sabtu. Lalu, itu mendorong saya memosisikan diri sebagai "komporis" alias tukang kompor yang memang kekinian pada era kini.  Karena itu, dengan segala kepanikan melihat informasi dan peristiwa setiap hari, saya pun menulis apa pun yang sebagian besar dikaitkan dengan tema besar literasi. Saya berusaha untuk fokus dan konsisten, tetapi ada kalanya saya "nakal" untuk menuliskan hal lain di luar kepakaran saya, tetapi dengan sudut pandang yang saya yakini mampu dikuasai. 

Mengapa? Ketika menulis, ada alarm dalam diri yang mengingatkan saya untuk mampu menjawab semua komentar orang. Harus diusahakan jawaban itu adalah jawaban elegan, bukan sebuah perlawanan, peremehan, apalagi penistaan. Saya mengompori orang bukan untuk membakar, tetapi membuatnya terkejut dan bangkit segera. Dalam teori Daniel Coyle soal keberbakatan (The Talent Code), ia menyatakan bakat bermula dari ignition alias 'pengapian' yang sama maknanya dengan ngompori--saya jadi ingat dengan busi.

Ya, tanpa kepanikan maka saya akan terlambat merespons sesuatu, apalagi untuk bangkit. Kepanikan adalah busi untuk memercikkan api sehingga saya terlonjak dan sadar. Dan tentu, tentu, tidak semua kepanikan itu harus saya tuliskan karena seperti kata Friedman lagi dalam pelajarannya untuk menjadi seorang kolumnis atau bloger, saya harus mampu menimbang mana yang perlu saya tuliskan/sampaikan dan mana yang tidak perlu. Semuanya bergantung pada bingkai nilai-nilai yang saya pegang dan yakini. Energi pengapian saya harus disimpan, tidak perlu diumbar untuk sesuatu yang tidak perlu.

Penulis Kurang Piknik itu ....

Saya punya resep menstimulus ide untuk menulis itu lewat tiga aktivitas: banyak membaca, banyak berjalan, dan banyak bersilaturahmi. Meskipun penulis digolongkan sebagai makhluk soliter (senang menyendiri), itu menurut saya hanya terkait pada proses kreatifnya ketika menulis. Ia memang harus menutup dirinya dari pengaruh dunia luar, bahkan saat menulis, seorang penulis pun dapat mengabaikan suami/istri dan anak-anaknya jika bukan karena suatu hal yang genting dan penting.

Jadi, bukan berarti penulis itu seorang antisosial, apalagi pada zaman digital saat ini. Penulis harus banyak bepergian dan banyak bersilaturahmi sehingga ia terhindar dari cap "kurang piknik" yang sekarang menjadi makna konotatif tentang orang-orang yang kurang update terhadap informasi dan situasi.

Piknik itu bermakna bepergian ke suatu tempat di luar kota untuk bersenang-senang dengan membawa bekal makanan dan sebagainya. Karena itu, para penulis yang berpiknik harus keluar dari kota kejumudan; pergi dengan rasa senang; dan ini yang penting bawa bekal yang cukup. Hasilnya pastilah tulisan yang menarik/menyenangkan, menstimulus perubahan, dan mengandung kebenaran karena menggunakan bekal referensi yang valid.

***

Penulis kurang panik dan kurang piknik ada saja di negeri ini, bahkan makin bertambah banyak, tiada bedanya dengan roti. Ini tugas besar negara untuk mengentaskan para penulis Indonesia dari garis kurang panik dan kurang piknik. Jangan sampai penulis kurang panik dan kurang piknik ini membebani APBN. Hehehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun