Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Literasi "Hangat-hangat Tahi Ayam"

6 Mei 2017   12:29 Diperbarui: 7 Mei 2017   10:05 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Literasi informasi meliputi pengetahuan tentang per­hatian seseorang terhadap informasi dan kebutuhannya, serta kemampuan untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengatur sekaligus efektif membuat, meng­­gunakan, dan mengomunikasikan informasi untuk mengenali dan mengatasi masalah yang dihadapi; hal itu merupakan prasyarat untuk berpartisipasi dalam Masyarakat Informasi, dan merupakan bagian dari hak asasi belajar sepanjang hayat."

Perlu pelan-pelan membaca dan mencernanya. Lebih ringkas literasi informasi itu semacam daya atau kapasitas seseorang ketika ia berhadapan dengan informasi. Apakah ia dapat memanfaatkannya dengan baik atau dapat mengenali bahwa itu tidak baik untuknya. Mencerap informasi adalah hak asasi yaitu hak belajar sepanjang hayat bagi seseorang. Ini ada hubungannya dengan kebiasaan kita menerima dan menyebarkan hoax juga karena lemahnya daya literasi. 

Presiden CCSU, John Miller,  yang membuat kita malu berat dengan peringkat literasi, mengungkapkan hal berikut terkait peringkat literasi negara-negara yang disusun lembaganya.

"Apa yang ditampilkan dalam pe­meringkatan ini terkait keliterasian dunia sangat menyarankan dan menunjukkan bahwa berbagai jenis perilaku literasi sangat penting bagi keberhasilan individu suatu bangsa dalam ekonomi berbasis ilmu pengeta­huan yang menentukan masa depan global kita."

Bandingkan dengan pernyataan Presiden Soeharto sewaktu beliau mencanangkan Bulan Buku Nasional pada 2 Mei 1995 di Pontianak,

"Daya saing suatu bangsa dalam ekonomi dunia masa mendatang ditentukan oleh penguasaan,  pengembangan, dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemahiran manajemen ..."

Soeharto mengingatkan pentingnya masyarakat Indonesia bertransformasi menjadi masyarakat belajar. "Ciri terpenting dari masyarakat belajar adalah tumbuhnya minat dan kegemaran membaca ...."

Kesimpulannya, para pemimpin kita setelah beberapa periode dan orde sebenarnya sudah sadar literasi, tetapi kebijakan yang diambil masih bersifat parsial dan sporadis dalam bentuk proyek-proyek. Proyek-proyek itu juga memberi dampak kurang baik karena lemahnya pengawasan yaitu terjadinya praktik kolusi dan korupsi di bidang perbukuan. Itu mengapa seorang Ajip Rosidi sudah berteriak kritis tentang apa yang disebutnya "kebijakan tunggal dan terpadu".

Kita memang tidak punya cetak biru program literasi yang satu, utuh, dan terpadu sehingga dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Lihat saja dalam penanganan buku teks atau buku sekolah, terjadi berkali-kali perubahan kebijakan serta berkali-kali proyek yang semestinya dapat direncanakan dengan lebih baik. Hal ini juga termasuk dalam penanganan buku nonteks atau sering disebut buku bacaan. 

Di sisi lain, para pelaku perbukuan seperti "tidak terurus", tidak punya tempat untuk mengadu dan bernaung. Berbeda halnya dengan kuli internet (para wartawan dulu disebut dengan istilah kuli tinta, lalu kuli disket, dan sekarang mungkin kuli internet), mereka punya asosiasi profesi dan Dewan Pers. 

Tumpang Tindih Program Literasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun