Mohon tunggu...
Bambang Yulistyo Tedjo
Bambang Yulistyo Tedjo Mohon Tunggu... Administrasi - Aksi Keadilan Indonesia

Penggiat Advokasi Kebijakan Napza

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menimbang Kembali Rehabilitasi Narkoba dari Dalam Lapas

3 Januari 2020   12:58 Diperbarui: 4 Januari 2020   05:07 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pecandu juga manusia, mereka adalah seorang warga negara yang memiliki hak asasi yang sama dengan warga negara lainnya. Namun, realita yang ada menunjukkan sebaliknya, pecandu kerap kali mengalami pelanggaran hak apalagi ketika ditangkap oleh aparat penegak hukum.

Selama ini pendekatan hukum yang diterapkan terhadap pecandu masih menggunakan pendekatan punitif, alih-alih menggunakan pendekatan yang humanis. Padahal seorang pecandu itu ibarat orang yang sedang sakit, mereka butuh untuk dipulihan bukan dipenjara.

Tertuang di dalam Undang-Undang 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, pecandu mempunyai hak untuk mengakses rehabilitasi untuk mengatasi kecanduannya.

Menurut Peraturan Bersama (Perber) nomor 1 tahun 2014, Pecandu berhak mengajukan untuk dilakukannya assessment oleh Tim Asesment Terpadu (TAT) yang terdiri dari Dokter, Pskiolog/psikiater. Hal ini dilakukan untuk melihat tingkat keparahan kecanduannya. 

Hasil assessment nantinya adalah rekomendasi kepada pecandu agar dapat segera mendapatkan akses rehabilitasi. Namun, realita di lapangan berkata sebaliknya, mereka masih sulit untuk mendapatkan assessment-assesment untuk pecandu Narkotika ketika tertangkap masih menjadi mimpi buat pecandu narkotika kelas sandal jepit (baca: miskin).

Beberapa waktu lalu Kemenkumham berencana membuka program Rehabilitasi Narkotika di dalam Lapas, bisa dibilang ini angin segar bagi teman-teman komunitas maupun pecandu yang akan ataupun sedang menjalani proses hukum.

Selama ini ribuan pecandu tiap tahunnya dipenjara karena kasus kepemilikan narkotika. Data Ditjenpas per November 2019 saja mengatakan ada 131.663 narapidana narkotika. Tapi apakah program rehabilitasi di dalam lapas merupakan kabar baik bagi pengguna?

Sulitnya mendapatkan assestment

Batas waktu permohonan assessment yang sangatlah singkat yakni hanya 7x24 jam sejak pengguna ditangkap, menyebabkan sulitnya pengguna untuk melakukan permohonan assesment. 

Selama ini kewenangan untuk mendapatkan assessment itu berada di tangan penyidik kepolisian maupun BNN. Sayangnya bukannya dipermudah untuk assessment pecandu kerap dipersulit, malah TAT ini dijadikan sebagai peluang untuk melakukan praktik transaksional sejak diterbitkannya Perber 2014. 

Di Bogor, dampingan Paralegal Bogor, sejak tahun 2016 sampai sekarang, belum ada satu pun yang mendapatkan persetujuan dari penyidik untuk mendapatkan assessment, meskipun kriteria yang diajukan, sesuai dengan SEMA no 4 tahun 2010 tentang " Penanganan Pecandu dan Korban Penyalahgunan Narkotika dan Perber 2014. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun