Pandanglah aku, selama masih bisa, khasanah kenang. Tajamkan pandang, raut wajah ibuku, sulit menghilang. Semua saat, simpan suara ibu, sangatlah merdu. Di dinding gua, senandung cinta, menggema selamanya.
Tak ada tanya, tentang ketulusannya, sangat percaya. Langit menjadi saksi, cinta lestari, hangat sekali.
Kala merangkak tua, masih bersama, tak meninggalkan. Ibu selalu ada, suka dan duka, indah bersama.
"Tirta prawita sari", air menghidup, kenang berdegup. Menuju kelanggengan, bercitra baik, jernih berpendar.
Aku rindukan wajah, pabila sedih, rasakan perih. Mata mengharu, bibir tertutup biru, mengenang ibu. Air matanya, tersimpan amat dalam, pintar memendam.
Aku dan ibu, slalu menyatu, dalam getar dan rindu. Jiwa gembira, hidup sepanjang masa, raih mulia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H