Bagi insan skeptikus, yang rutin dilakukan dalam kesehariannya adalah beternak ketidakpetcayaan. Mereka sudah terbiasa meragukan segala sesuatu. Atau tidak pernah memiliki kepercayaan terhadap segala sesuatu.
Penganut paham skeptisme memiliki kecenderungan untuk meragukan hal-hal tertentu.
Para skeptikus punya dunia sendiri. Karena segala sesuatu diragukan terlebih dahulu, maka terjadilah penangguhan pengambilan kesimpulan, untuk mengumpulkan bukti-bukti yang lebih meyakinkan.
Dari sisi pandang orang yang berseberangan pendirian, keraguan itu dianggap tidak produktif. Mencari-cari bukti yang lebih meyakinkan itu termasuk melelahkan.Â
Bagaimana mungkin kebenaran itu semata-mata adalah kenyataan yang wajib dipenuhi dengan lampiran jejak bukti yang meyakinkan.
Jika yang dimintai bukti itu termasuk kategori doktrin, malah bertambah mbulet lagi. Karena itu perlu referensi yang komprehensif agar mampu meyakinkannya. Pengertian konkrit tetap bersilangan selamanya.
Kenyataan bagi skeptikus adalah sesuatu yang telah dibuktikan dengan pengalaman sendiri. Termasuk untuk segala hal yang menyangkut kesan mental.
Intuisi inderawi harus mampu menghadirkan bukti. Dibuat seolah-olah seperti kwitansi. Tanpa kwitansi, dianggap tidak ada proses jual beli.
Tetapi jika menyangkut "jual beli"keyakinan, maka segala sesuatu yang tidak dilampiri bukti, lalu dikategorikan sebagai fiksi.
Objek di dunia ini tidak selalu diawali dengan bukti indrawi. Kebanyakan mereka masuk ke ranah persepsi yang subjektivitasnya tinggi. Malah sebagian percaya bahwa persepsi dan intuisi tersebut termasuk konsep yang nyata pula keberadaannya.