"Lebih baik tidak makan, daripada tidak merokok."
Eits, ucapan di atas bukan ucapan saya. Tapi ucapan bapak saya. Dan entah sudah berapa kali saya mendengar beliau ngomong begitu. Dan ini adalah ucapan andalan bapak saya, saat ada yang mengusik keasyikan merokoknya.
Cerita Bapak Saya
Bapak saya memang seorang perokok. Menurut ceritanya, beliau sudah jadi perokok aktif sejak sudah bekerja dan menghasilkan uang. Jadi dugaan saya, bapak saya belajar merokok jauh sebelum itu.
Makanya bapak saya sempat marah besar  saat ibu saya mengomel soal kebiasaan merokok bapak. Saya mendengar, bapak saya bilang, jangan larang saya merokok, karena sebelum menikah sana kamu, saya sudah merokok. Iih tatut hehehe.
Saya pun pernah kena marah. Bapak saya itu, habis salat magrib, biasanya duduk di teras sambil merokok sambil menunggu salat Isya. Nah waktu itu saya protes, karena sarung saya dipakai. Soalnya kan, bau rokok. Eh... Saya kena sumpah palapa jilid 10, yang sekarang masih saya ingat. Apakah isi sumpah itu? Rahasia... Biar saya saja yang tahu hahaha.
Perokok dan Cukai
Menurut saya, walau harga cukai dinaikkan, perokok seperti bapak saya tidak akan  berhenti merokok. Karena sudah candu. Walau teorinya lebih baik tidak makan, daripada tidak merokok. Tapi kenyataannya, bapak saya merokok juga, ya makan juga hahaha.
Kalau cukai rokok naik, pastinya bapak saya akan mengusahakan cara agar tetap bisa merokok. Memang sih, bapak saya itu giat bekerja. Ya, mungkin salah satunya agar kebutuhan merokok tetap terpenuhi hehehe.
Sedangkan untuk anak sekolah yang mulai merokok, saya amati mereka punya cara jitu. Bahkan baru seminggu lalu, saya mengalami sendiri.
Jadi saat saya sedang berada di sebuah taman di siang hari, Tiba-tiba ada beberapa remaja berpakaian sekolah naik motor. Setelah mereka parkir, lalu seorang pergi ke warung.
Tidak berapa lama, anak sekolah itu kembali menghampiri teman-temannya.
"Wah, tidak dikasih rokoknya. Yang jaga istrinya."
Dari sini mereka itu memang patungan untuk membeli rokok. Jadi kalau cukai rokok naik, maka patungan mereka pun semakin besar juga.Â
Padahal khusus anak sekolah, ada 'pagar' yang sudah  bisa menjadi penghalang mereka agar tidak merokok, yaitu uang untuk membeli rokok. Karena benar, mereka belum bekerja, dan anak seusia mereka, banyak yang belum menghasilkan buang sendiri.
Jadi menurut saya, seseorang mengurangi atau bahkan berhenti merokok, bukan karena cukai yang mahal, tapi bila sudah ada kesadaran sendiri. Seperti bapak saya. Walau ibu saya pun sering mengomel. Soal asap rokok di rumah, soal akibat merokok, bapak saya tetap merokok.
Merokok itu menurut saya adalah sebuah pilihan. Terus merokok atau berhenti, semua tergantung pada si perokok itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H