Aku senang sekali. Akhirnya, Â hari ini aku bisa kembali bersekolah. Sudah seminggu aku jadi putri pingitan. Cacar air mengharuskan aku berada terus di dalam kamar.
Wuih, rasanya bosan sekali. belum lagi rasa gatal yang harus aku tahan dan tidak boleh digaruk. Aku sungguh tersiksa. Diam-diam aku sering menangis. Berkali-kali mama menghiburku. Untunglah semua sudah berakhir.
Sebenarnya cacar airku belum kering benar. Tapi aku sudah tidak betah berlama-lama dalam kamar. Apalagi aku sudah banyak ketinggalan pelajaran dan ulangan. Kayaknya aku harus banyak mengejar ketinggalan nih.
"Rena.. buruan, sayang! Udah ditunggu Kak Arul tuh!" suara mama mengingatkanku untuk segera bergegas.
Sekali lagi aku mematut diriku di depan cermin. Aku tambah sedikit lagi bedak tabur ke wajahku. Yes.. kini bekas cacar air agak samar terlihat.
"Rena..." suara mama terdengar lagi.
"Iya, Ma," jawabku sambil menyambar tas sekolah, lalu buru-buru keluar kamar. Ternyata Kak Arul sudah menungguku di teras.
"Wah.. kamu mau main topeng monyet, Ren?" sambut Kak Arul diiringi gelak tawa.
Aku langsung cemberut. "Bedaknya ketebalan ya, Ma?" aku melirik ke mama.
Mama mengangguk, lalu menghapus sebagian bedak diwajahku. "Nggak usah panik. Nanti juga bekas cacar air ini akan hilang," hibur mama.
Aku mengangguk, lalu berpamitan pada Mama. Kak Arul menyalakan mesin motornya. Aku melompat ke jok motor kakakku yang sudah kelas XII SMU itu.
Aku tiba di sekolah tepat pukul tujuh. Untung saja pintu gerbang belum dikunci. Sambil berlari aku menuju kelasku, kelas X. Buru-buru aku menuju bangkuku diurutan ke tiga. Eh kok ada cewek asing di sebelah bangkuku? tanyaku dalam hati sambil memerhatikan cewek itu.
Ya ampun..Aku sampai melompat karena terkejut. Cewek itu adalah Pevita Andina, artis remaja serba bisa yang sedang naik daun. Ia jago akting dan nyanyi. Aku punya CD albumnya. Sinetronnya juga suka aku tonton. Aku hapal semua lagu-lagunya.
"Hai.. aku Pevita Andina," Pevita memperkenalkan diri.
 suaranya lembut dan senyumnya manis sekali. Ia lalu melambaikan tangan padaku.
"Hai..." seperti tersihir aku menyahut sambil ikut melambaikan tangan.
"Kamu pasti Rena."
Aku mengangguk "Kita sebangku, ya?" tanyaku lugu.
kebetulan dua hari sebelum sakit cacar air, aku memang duduk sendiri, karena. Karla, teman sebangku dulu, pindah ke kota Pekanbaru.
Pevita mengangguk sambil melemparkan senyumnya lagi.
Wah.. kejutan yang menyenangkan. Padahal semalam aku tidak mimpi apa-apa. Aku terbangun saat jam bekerku yang berbentuk Hello Kitty berbunyi.
Sepanjang pelajaran pertama, aku terus mencuri-curi pandang pada Pevita. Dia itu cantik banget. Malah lebih cantik dibandingkan saat di televisi atau majalah, walau tanpa riasan wajah. Wajahnya bersih dan mulus. Rambutnya yang sepunggung, hitam dan bercahaya. Para kutu pasti suka main ayunan di rambut Pevita hehe..
"Kamu ngeliatin apa?" Pevita membuyarkan lamunanku.
Aku jadi salah tingkah. Dia pasti tahu, kalau sejak tadi aku memperhatikannya. "Eh, maaf, ya! Aku ngeliatin kamu terus. Abis kamu cantik banget," pujiku tulus setengah berbisik. Takut kedengaran Bu Mulasih yang sedang menerangkan rumus matematika.
Pevita memamerkan senyum manisnya lagi. "Terima kasih. Kamu orang keduaratus satu yang ngomong gitu. Jadi kamu nggak dapat gelas atau piring cantik," ujar Pevita.
Tanpa sadar aku tertawa terbahak. Tentu saja seisi kelas langsung menatap padaku. Buru-buru aku menutup mulutku dengan kedua tangan.
"Kamu kenapa Rena?" tanya Bu Mulasih.
"Maaf, Bu!" jawabku.
Aduh.. wajahku langsung panas menahan malu. Saat aku lirik pevita, dia senyum-senyum saja. Tapi aku tidak marah. Justru aku makin kagum padanya. Pevita itu Sudah cantik, terkenal, suka becanda lagi.
Tengtengteng.. bel tanda waktu istirahat berbunyi.
"Ke kantin, yuk!" ajak Pevita.
"Kamu mau makan apa? Di kantin cuma ada bakso dan gorengan," jawabku. Pevita pasti nggak doyan makanan seperti itu. Dia kan selebritis.
"Nggak apa-apa lagi. Aku suka gorengan kok. Cireng makanan kegemaranku."
Wow.. nggak disangka, artis secantik Pevita doyan cireng.
"Yuk buruan! Nanti keburu bel," Pevita menarik tanganku.
"Yuk!" jawabku bersemangat.
Aku senang sekali, saat Pevita mengandeng tanganku menuju kantin. Sepanjang koridor sekolah, banyak teman-teman yang menatap kami. Rasanya aku mendadak kayak artis juga.
Benar, di kantin Pevita memesan semangkuk bakso, dua potong gorengan bakwan dan teh botol. Ia dengan lahap menyantap makanannya. Tidak ada kesan sok artis yang jaim.
"Ternyata aku salah, ya!" kataku lalu memasukkan bulatan bakso ke mulutku.
"Maksud kamu apa?" Pevita berhenti mengunyah bakso.
"Iya, aku kira artis itu sombong-sombong. Ternyata nggak tuh. Buktinya kamu baik banget dan nggak jaim."
Pevita tertawa kecil. "Orang mengira gitu, karena tidak mengenalku. Tak kenal maka tak sayang. Aku artis  saat main sinetron atau nyanyi. Di luar itu, aku sama seperti kalian. Remaja penuh cerah ceria," cerita Pevita
Aku mengangguk, sambil terbahak. Pevita ini lucu sekali.
Setelah menghabiskan jajanan, kami kembali ke kelas karena bel waktu istirahat selesai berbunyi. Pelajaran kembali dilanjutkan.
Kejutan terjadi lagi saat bel tanda pulang berbunyi. Saat aku hendak mengemasi buku-buku ke dalam tas, kelas jadi riuh. Tiba-tiba sepuluh orang laki-laki berbadan besar masuk ke kelas sambil membawa sesuatu. Tidak lama, dengan sigap mereka memasang lampu-lampu.
"Eh ada apa ini?" tanyaku heran.
"Mau syuting sinetron?" jawab pevita.
Aku melongo tidak mengerti.
"Iya, kelas ini sudah seminggu dipakai tempat syuting. Kebetulan ada beberapa adegan di dalam kelas," Pevita menjelaskan padaku.
Tidak berapa lama, muncul pemain-pemain sinetron remaja lainnya. Syuting segera dimulai. Aku pun ikut menonton. Tentu saja aku menelpon mama dulu, mengabarkan kalau aku pulang terlambat.
Pukul lima sore syuting sinetron berakhir.
"Terima kasih ya, jadi teman sebangkuku walau hanya sehari," Pevita menepuk pundakku.
"Teman sebangku sehari? Maksud kamu apa sih? Aku nggak ngerti."
"Hari ini syuting terakhir. Besok aku nggak di sekolah ini lagi."
"Jadi kamu bukan murid baru di sekolah ini?"
"Iya, aku hanya numpang aja di sini selama seminggu. Sebenarnya aku homescholling. Tapi pengin merasakan aja jadi anak sekolahan umum lagi. Ternyata menyenangkan. Aku juga bisa berkenalan denganmu."
Olala.. baru saja dapat teman artis, sudah harus berpisah.
"Tapi bolehkan kita tetap berteman?" tanyaku penuh harap.
"Tentu saja boleh," jawab Pevita. "Aku minta alamat dan nomor telpon, ya! Minggu depan aku ulang-tahun. Kamu mau aku undang nggak?"
Wow.. aku mengangguk cepat. Tentu saja aku mau. Rasanya bahagia sekali. Sehabis cacar air, aku mendapat kejutan istimewa. Aku jadi ingat syair lagu Pevita. Langit tak selamanya kelabu. Sehabis hujan, selalu ada pelangi indah di langit biru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H