Mohon tunggu...
bambang priantono
bambang priantono Mohon Tunggu... -

Saya seorang multiplyer, dan saat ini mengajar bahasa Inggris disebuah lembaga pendidikan satu tahun yg berpusat di Malang, tapi saya ditempatkan di Semarang, Jawa Tengah. Akun multiply saya sederhana, sama dengan nama akun saya disini.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[FFK]: Rahasia Emak

18 Maret 2011   16:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Deg, jantung Ohtrie tiba-tiba berdetak hebat. Gadis kecilnya, kini telah menjadi dewasa.

"Eh, kamu dapat di mana foto ini?" Ohtrie menyerobot kamera di tangan Wewet
"Eee... Enak aja, main serobot. Janjinya dulu, tripod." Wewet kembali cengar cengir
"Huh! punya adik satu matre amat," Ohtrie ngedumel. "Tapi, Dik, apa Aniez masih inget sama aku yah?" Ohtrie bersandar di pintu mobil. "Kita kan sudah lama nggak ketemu."
"Ah, itu beres, Mas. Selagi ada tripod, selagi itu ada Aniez."
Ohtrie geram mendengar kalimat adiknya. "Mbok kamu ini jangan mikirin diri sendiri mulu!" Ohtrie menjiwit lengan adiknya.
"Adowww... Sakit, Mas."
"Dik, Aniz udah punya cowok belum yah?" Ohtrie melepaskan cubitannya.
"Setahu aku sih belum, Mas."
"Mmm... Dik, apa kira-kira Aniez mau sama Masmu ini?"
"Yah pasti maulah... Kalau nggak mau, pelet aja."
"Hus! sembarangan... Mana boleh pelet-pelet. Itu musyrik, Dik, musrik."
"Idiiihhh... Mas Trie ni, ini pelet halal tau. Pelet asli korea, bukan made in Indonesia."
"Apaan, Dik?" Ohtrie mulai antusias.
"Yeee... tadi katanya musyrik. Sekarang nanya pula. Tapi janji tripod yah, Mas?"
"Iya deh, aku janji. Sekarang, apa coba peletnya."
"Pelet Korea?" Wewet bertanya jenaka kepada Kakaknya
"Iyalah, apalagi?"
"gampang, Mas. Mas silakan ambil kotoran ayam, tempelin aja ke Aniez, yakin deh, Mas bakalan dikejar-kejar." Wewet tertawa terbahak-bahak. Ia buru-buru masuk ke dalam mobil. Ohtrie mengejarnya dan langsung duduk di belakang kemudi. tanpa ampun, ia mencubiti adiknya habis-habisan.

Senja, mulai temaram. Malam mulai turun. Perlahan-lahan, mobil berlalu meninggalkan area kedai pinggir jalan. Ah, hari, tak selamanya kelabu.

Kolaborasi:

Reny Payus+Anazkia+Bambang priantono (No. 113 "Trio Gemblung")

Saksikan karya-karya FFK lainnya sebagaimana yang tertera pada link berikut ini : http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/03/18/festival-fiksi-kolaborasi-jumat-18-maret-2011/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun