Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ibadah di Rumah, Bijak dan Alkitabiah

26 Maret 2020   22:56 Diperbarui: 27 Maret 2020   23:57 2258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi berdoa dari rumah. (sumber: pxiabay/dajaconley)

Saat ini, semua acara yang melibatkan banyak orang, dibatalkan atau ditunda. Semua tempat yang berpotensi didatangi oleh banyak orang, juga ditutup untuk sementara waktu. Sampai tempat-tempat ibadah pun menutup pintunya. Kegiatan ritualnya dialihkan atau dibagi ke rumah-rumah jemaahnya.

Sebagai seorang pendeta, saya kerap ditanyai perihal itu oleh keluarga mau pun warga jemaat. Sempat juga berdiskusi dengan teman hamba-hamba Tuhan.

"Apa pandangan Bapak tentang beribadah yang dilangsungkan di rumah-rumah?"

"Dalam kondisi darurat. Demi tujuan kemanusiaan yang mulia. Apalagi hanya untuk sementara waktu saja. Ya mestinya tidak masalah. Atau tak perlu dipermasalahkan. Sah-sah saja, kok! Yang penting kita tetap bisa memuji, menyembah dan beribadah kepada-Nya!" jawab saya.

Lalu saya jelaskan juga. Bahwa beribadah atau mengadakan kebaktian di tempat-tempat yang bukan gedung gereja, sebenarnya sudah lama dilakukan oleh jemaat-jemaat Tuhan. 

Contohnya, jemaat mula-mula di Yerusalem. Awalnya, para rasul memang suka beribadah di sinagoge atau bahkan di Bait Allah. Tapi setelah Pentakosta, setelah terjadi pembaptisan ribuan orang percaya di Kota Suci itu. Populasi orang percaya kepada Kristus, mengalami peningkatan yang signifikan.

Waktu itu, di mana mereka harus beribadah? Tentu bukan di tempat-tempat ibadah penganut Yudaisme lagi. Karena orang-orang Yahudi (terutama para elitenya), sangat membenci kemunculan jemaat Kristen mula-mula itu. Mereka mulai bersikap represif. Mereka mengancam dan mempersekusinya. Bahkan tak segan mulai menganiaya jemaat yang baru itu.

Dalam kondisi under pressure seperti itu, mereka beribadah di mana saja. Yang jelas,  bukan di dalam gedung gereja. Karena pada waktu itu mereka belum punya gedung gereja. 

Tapi hebatnya, semangat mereka untuk bersekutu sangatlah tinggi. Sesuai catatan Alkitab, mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir. Juga makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati.

Lalu pada masa-masa penganiayaan hebat di Roma. Waktu itu, jemaat-jemaat Kristen harus menyembah Tuhannya di tempat-tempat yang tersembunyi. 

Seperti di katakombe-katakombe dan yang lainnya. Intinya, meski bukan di dalam gedung gereja, jemaat-jemaat kuno itu tetap setia beribadah di mana saja.

Bahkan di zaman modern ini, jemaat Kristen di China masih terbelah menjadi dua. Ada jemaat-jemaat yang bebas beribadah di gedung gereja mereka sendiri. Mereka disebut sebagai gereja resmi. Karena keberadaannya sudah mendapat ijin resmi dari Rezim Komunis.

Tetapi selain mereka, ada lebih banyak lagi, komunitas Kristen yang tergabung dalam gereja-gereja ilegal. Atau yang biasa disebut sebagai 'gereja-gereja bawah tanah'. Kelompok-kelompok inilah yang beribadahnya di mana saja. Alias bukan di dalam gedung gereja.

Namun menariknya, anggota jemaat mereka justru lebih militan, tangguh dan lebih misioner ketimbang anggota dari gereja-gereja resmi.

Pengalaman saya sendiri. Selama empat tahun, jemaat yang saya rintis beribadah di sebuah rumah kontrakan. Setelah punya gedung gereja sendiri, barulah berbakti di dalamnya. 

Bukankah Yesus Kristus pernah berkata kepada seorang perempuan Samaria: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem."

Artinya, esensi peribadatan itu tidak ditentukan oleh tempatnya atau bangunannya.

"Apa nanti tidak kuatir, kalau dicap orang sebagai pengecut atau penakut?"

"Ngapain harus takut? Yang jelas, ini bukan soal kepengecutan atau keberanian! Bukan soal kurang beriman atau sangat beriman!"

"Lalu kira-kira  soal apa, Bapak?"

"Soal bagaimana menghindari bahaya yang sedang mengancam kita semua. Ingat ya, orang yang sungguh beriman, itu pasti juga bijaksana. Dan orang bijak, adalah orang yang (demi kepentingan yang lebih besar) mau menghindari bahaya yang mengancamnya..."

"Apakah itu sikap yang alkitabiah, Bapak?"

"Ya, iyalah! Daud menghindar dari ancaman bunuh Saul. Oleh Obaja, 100 orang nabi Allah, dihindarkan dari ancaman bunuh Izebel. Paulus dihindarkan dari upaya pembunuhan orang Yahudi. Kristus sendiri, ketika akan dibunuh oleh penduduk Nazaret dengan cara akan dijatuhkan dari atas tebing, Ia pun menghindarinya." Jelas saya.

"Jadi kalau ada bahaya, sebaiknya kudu dihindari ya Pak Pendeta?"

"Selagi masih ada kesempatan, ya harus begitu dong!"

Akhirnya saya beberkan juga seruan Nabi Yesaya terhadap bangsanya yang tertulis pada Yesaya 26:20-21. Yang berbunyi demikian:

"Mari bangsaku, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintumu sesudah engkau masuk, bersembunyilah barang sesaat lamanya, sampai amarah itu berlalu. Sebab sesungguhnya TUHAN mau keluar dari tempat-Nya untuk menghukum penduduk bumi karena kesalahannya,......................."

Intinya, berdiam di rumah untuk berdoa dan beribadah. Untuk belajar dan bekerja adalah pilihan yang bijaksana dan alkitabiah. Tokh hanya untuk sementara waktu saja, kan?

Semoga pandemi ini segera berlalu! Semoga kita semua tetap dalam naungan dan proteksi Tuhan Yang Mahakuasa!

Sekian dan terima kasih!

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, 26 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun