#6
PERTUNJUKAN SANDIWARA, pastilah melibatkan komponen; naskah cerita, karakter tokoh, setting latar dan tema pesan. Disinilah para aktor bermula dan memegang kendali atas peran yang dimainkan. Sejak penulis cerita memancang lakon, sampai sutradara mengatur laku permainan. Juga awak manajemen strategi produksi berusaha mendulang tepuk tangan penonton, agar suasana tetap terjaga riuh gaduh penuh histeria, selama sandiwara berlangsung semestinya.
Penamaan Sandiwara sendiri sebagai pertunjukan drama teater sudah muncul sejak era kolonial, ketika pergerakan kemerdekaan Indonesia tengah berproses. Berasal dari kata  "Sandi" adalah isyarat dan "Wara" berarti berita-informasi. Jadi sandiwara, awalnya merupakan media untuk menyampaikan berita informasi secara terselubung atau menggunakan isyarat.Â
Pertunjukan sandiwara, lazim disebut pula drama atau teater, tak ubahnya kehidupan yang melangsungkan interaksi sosial antar manusia, diantara kepentingan dan relasi keharusan serta keterpaksaan. Sedikitnya begitulah Goffman menyebut sandiwara, menyerupai nukilan realitas senyatanya.
Bagi masyarakat Jawa yang lekat dengan bahasa ibu kemudian menyebutnya "Ana Sandi", ada isyarat pesan yang disampaikan. Tradisi ber-isyarat, memang tidak hanya berhenti sampai pada sandiwara, tetapi berlangsung fragmentaris dan terregenerasikan, sebagaimana tersirat pada dinamika sosial kehidupan ini. Dan kita pun akhir-akhir kerap disuguhi sequel pertunjukan sandiwara politik yang tak kalah dramatisnya dari drakor series yang memadati jam-jam prime time televisi. Begitulah tontonan setiap lima tahunan jelang suksesi pemilihan umum serentak yang akan datang, sudah menampakkan pertanda gairahnya.
Sandiwara Politik (Politainment: Politik Entertainment), percampuran antara politik dengan hiburan semakin marak. Berkelindan diantara topik, proses politik dengan berbagai peran dan tokoh Antagonis, sebagai premis. Mirip disebut Nieland, karena cerita harus terus bergulir mengikuti perseteruan Antagonis, bersebrangan dengan peran lainnya: Protagonis, Deutragonis, Tritagonis dan Tetragonis.Â
Tidak ubahnya sebuah rumusan kalimat SPOK (Subyek Obyek Predikat Keterangan) yang harus bertemu dalam kesatuan larik gagasan. Kendati kata memiliki makna independen yang mandiri, tetapi akan saling mempengaruhi dan dipengaruhi, serta saling menerang jelaskan makna sebab akibatnya.Â
DOMAIN KUASA HIBURAN
Kekuasaan selalu menarik diperebutkan sekaligus dikritisi, sesuai dengan latar hasrat dan tujuan harapan yang sedapat mungkin diargumentasikan. Â Tentu politik adalah kerja yang tak pernah berhenti, tak pernah selesai (pra excellent). Wajarlah menjelang momentum pilihan serentak 2024 menjadi arena perebutan politik kekuasaan.Â
Termasuk mungkin, Politainment yang seakan kemudian menghadirkan inspirasi pencerahan ketika hadir berposisi oposisi terhadap rezim pertunjukan hiburan semata. Berkehendak mengkritisi kekuasaan dikurun waktu berlainan, dari ranah serta kacamata yang sama sekali berbeda.
Logika politik memiliki genetikal, perasaan, jiwa dan ruh tersendiri, sebagaimana Aristoteles menyebutnya sebagai Zoon Politicon. Sebuah habitus, semirip ekologi binatang yang bernaluri saling bersubsitusi mutualistis sekaligus memangsa. Untuk memahami reproduksi komunikasi politik sejurus harus masuk pula dalam nalar, perasaan, jiwa dan ruh politik organisme itu sendiri.Â
Sebagaimana tidak saja memahami denotasinya, melainkan penting menelisik masuk sedalam kerangka paradigma politik. Betapaun argumentasi sudah dinarasikan untuk memberi framing konotatif atas dasar kode, justru menjadi semacam delusi malapolitik kekuasaan yang sulit dibuktikan.Â