Kembali ibu Eka Yunita mengomentari, "Memang tetap ada yang tidak bisa virtual. Nanti jangan-jangan suatu saat ada yang menginginkan peristiwa kematiannya juga secara virtual."
Kemudian KDT meneruskan, "Migrasi digital tak dapat terhindari karena sistem menuntut efisiensi. Karena alam memberikan sinyal akan adanya over eksploitasi, maka ekspansi dan mobilisasi akan mengubah suai atau termodulasi menjadi upaya dengan sifat mengendali konsumsi energi dan membangun sirkularitas sehingga utilitas mendekati tanpa batas, yang terjadi karena kita terbatas. Maka mendekati tanpa batas adalah pilihan paling pantas.
Kecerdasan artifisial dengan hibrida yang bisa saja lahir bersama upaya Elon Musk untuk mengintervensi isi otak manusia dengan neuralink-nya. Manusia akan menjelma menjadi makhluk bayangan yang berlindung atau bersembunyi di sosok-sosok virtual yang telah diinstalasi prosesor dengan kemampuan berbasis cognitive artificial intelligence. Imajinasi yang lahir dalam bentuk nyata dari rahim peradaban yang memadukan kecerdasan dan kepentingan serta kebutuhan menjadi sebuah proses prokreasi yang berkesinambungan dan mendelegasikan berbagai fungsi dan kepentingan ke dalam sebuah platform yang relatif dapat dikendalikan."
"Pada akhirnya fungsi penciptaan menjadi selarik proyeksi nilai Ketuhanan yang cahayanya mencerahkan manusia untuk terinspirasi dalam mengonstruksi dunia impian yang diwujudkan dalam algoritma dan pengkodean terstruktur agar dapat menghasilkan sistematika sesuai harapan." KDT meneruskan.
Kemudian Jusuf Sutanto menanggapi, "Dunia terus menerus mengalami masalah di mana tidak ada satu pihak pun yang mempunyai semua resources atau sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan sendiri kecuali KERJASAMA. Bagaimana bisa disiapkan menyongsong abad 21."
Tanggapan KDT selanjutnya, "Betul Pak Jusuf, pandemi dan upaya untuk mengatasinya banyak mengajarkan kepada kita untuk bersama menjadi bagian dari konstruksi solusi. Ekosistem kerjasama menjadi pilihan bersama untuk menghasilkan obat, vaksin, dan juga berbagai metoda pencegahan.
Bahkan irisan antar disiplin ilmu yang semula dibatasi silo-silo kebanggaan subjektif dan sifat kompetitif yang justru kontra produktif kini dapat terurai dan menghasilkan platform sinergistik untuk menyatukan energi solutif dalam wahana yang ternavigasi menuju tujuan bersama pula. Manusia kembali diingatkan tentang peran kehadiran dan fungsi untuk saling mensubstitusi, mengkomplementasi, dan mengaugmentasi satu sama lain, sehingga dapat menghasilkan sebuah kejernihan baru yang dapat memproyeksikan kesadaran hakiki ke tingkat fungsional secara global."
Ir. Purwiyono Sukrido Pringgohardjoso menambahkan, "Setuju pak Tauhid Nur Azhar. Saya juga memperhatikan; bahwa mulai banyak ilmuwan yang menseriusi prospek 'post-human' dan 'trans-human', karena evolusi manusia kedepan sudah tidak lagi memperbesar ukuran kepala dan volume otak manusia yang sekitar 1200 cc, juga jumlah sel neuronnya sekitar 90 milyaran.
Jadi sudah waktunya berintegrasi dengan platform digital untuk menambah wawasan berpikirnya, termasuk untuk bersosialisasi skala makro dengan sesama 7,8 milyar manusia, practically real time, at anytime. Kelihatannya, kalau kepala manusia terlalu besar, para ibu akan sulit melahirkan, dan konsumsi energi otak akan terlalu besar bagi sistem metabolisme untuk men-support-nya, too expensive tissue, in energy terms.
Nah, akibatnya survival individu di masa post human akan banyak bergantung pada literasi dan kompetensi digital minimum, dan kemajuan negara bergantung pada stabilitas low-cost bandwidth yang merata di seluruh pelosok. Timbul juga efek negatif surveillance oleh negara, menurunnya privacy. Karena di masa peradaban IOT (internet of things dari mobil hingga lemari es), manusia tidak dapat lagi 'bersembunyi', selalu terlacak, selalu terdengar ucapannya dan selalu terekam perbuatannya.
Sisi baiknya accountability jadi universal, persaingan lebih fair dan kolaborasi berimbang dengan kompetisi, personal, state dan leaders greed berkurang banyak, peperangan menjadi fenomena masa lalu. Pandemi COVID-19 ini ternyata sudah mendesak kita untuk lebih lekat dengan 'universal digital platform'. Dengan pengorbanan massal yang begitu besarnya."