Mereka menemukan bahwa kepuasan pelanggan berkorelasi dengan aktivasi di sirkuit listrik neuron otak yang terlibat dalam mengevaluasi kecantikan wajah. Seperti fMRI, EEG dapat menjelaskan cara periklanan yang paling efektif, di antara penggunaan lainnya.
Konsumen tidak mau rugi
Salah satu temuan menarik yang dipergunakan oleh neuromarketing adalah otak manusia pada dasarnya benar-benar tidak ada yang mau rugi! Orang-orang sama khawatirnya dengan kehilangan apa yang mereka mungkin dapatkan. Untuk alasan ini, strategi "beli sebelum habis" sangat efektif. Seperti panic buying sempat terjadi pada masa pandemi sekarang.
Alat pelindung diri yang seharusnya paling dibutuhkan oleh para tenaga medis, justru malah habis diborong oleh orang-orang kaya yang secara ekonomi mapan. Fakta kejadian ini yang membuktikan "orang kaya" tidak selalu lebih pintar. Sifat aslinya seseorang akan terlihat pada saat seperti pandemi covid-19 sekarang ini. Dimana arus bawah dominasi otak reptil seseorang pada saat merasa terancam kehidupannya, mendorong dan memaksa untuk melakukan tindakan-tindakan sekalipun tak masuk akal sehat. Karenanya batang otak indisebut juga sebagai 'survival brain' atau lower brain. Otak konsumen yang paling kuno. Sebagian orang menyebutnya dengan istilah 'croc brain' (crocodile brain) yang sempat ngetop di negeri kita akibat penerapan strategi jorok kampanye poilitk selama 2 tahun kemarin.
Ketika opsi alternatif diajukan sebagai kerugian, konsumen lebih cenderung membeli. Untuk alasan ini, konsep yang disebut "framing"Â sangat penting dalam neuromarketing.
Teknik ini adalah bagaimana pengiklan menyajikan keputusan kepada konsumen dengan cara yang membuat mereka lebih cenderung, seakan-akan memercikkan uang tunai. Konsumen tidak suka mereka kehilangan penawaran, jadi pastikan untuk menekankan jika mereka kalah atau merasa rugi karena hilang kesempatan.
Informasi pertama yang diterima pelanggan kita sangat lah penting. Hal ini dapat menjadi dasar untuk pengambilan keputusan berikutnya dan mengatur tone perilaku pembelian mereka. Para pakar neurosains telah menemukan "cacat" dalam cara kerja pikiran, dan bagaimana ia mencapai keputusan.
Sebagai individu, kita jarang dapat mengevaluasi nilai sesuatu berdasarkan nilai intrinsiknya, tetapi cenderung membandingkannya dengan opsi di sekitar.
Oleh karena itu, penerapan neuromarketing yang berharga adalah memanfaatkan "efek jangkar" atau anchoring effect ini. Agar menancap di benak pikiran mereka. Efek jangkar artinya; dalam membuat suatu keputusan hanya menyandarkan pada satu acuan.
Jika misalnya, kita melihat dua kamar hotel yang harganya sama tetapi ada yang menawarkan kopi gratis di pagi hari, kita cenderung untuk memilih opsi dengan kopi gratis ini. Kemungkinan besar tanpa menjelajahi kualitas kamar yang ditawarkan atau fitur rinci apa pun.
Pengiklan sering memanfaatkan ini ketika membandingkan paket bundel atau transaksi satu sama lain. Dengan cara ini, kenapa kita lebih cenderung menandatangani kontrak atau komitmen setahun. Anchoring dapat membantu kita menawarkan kesepakatan dengan cara yang benar! Menarik dan dapat berfungsi untuk bisnis.