Oleh: Bambang Iman Santoso, Neuronesia Community
Jakarta, 31 Maret 2020. Ada 3 kegemaran olahgara Nabi Muhammad SAW, yaitu; berenang, berkuda, dan memanah. Banyak orang yang ingin mengetahui di balik keistimewaan ketiga jenis olahraga tersebut. Kenapa perlu belajar berkuda, berenang dan memanah? Rasulullah S.A.W. bersabda, "Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah" [Riwayat sahih Imam Bukhari dan Imam Muslim].
Khusus olahraga memanah, kami pernah mendiskusikannya dengan salah satu komunitas memanah pada tanggal 23 Oktober 2019 yang lalu. Memanah adalah olahraga yang belakangan ini mulai ramai lagi dilakukan. Tampaknya mulai menjadi tren gaya hidup para generasi milenial. Berbasiskan komunitas yang hari ini semakin mudah terbangun karena didukung oleh kemajuan teknologi informasi, terutama akibat maraknya media sosial seperti facebook, instagram, linkedin, dll., serta aplikasi group chatting seperi whatsapp, telegram, zoom dan masih banyak lagi.
Generasi milenial ini, mereka sering menyebutnya dengan kata 'archery'. Menurut Dr. Tauhid Nur Azhar, Sked., MKes., salah satu anggota kehormatan (Board of Honor) komunitas Neuronesia, "archery" bahasa kerennya adalah olahraga yang tak kalah berbobot dengan olah pikir seperti catur, ataupun mahjong dan bridge.Â
Ketiga olah daya ini memiliki kesamaan atau titik temu di olah strategi dan pengambilan keputusan yang rasional dengan didukung kemampuan untuk mengoptimasi potensi, kompetensi, kapasitas, dan kapabilitas seorang manusia. Memanah adalah olah daya indera, analisis kognitif, mengasuh aspek afektif, dan juga mengasah aspek psikomotorik yang dilandasi pendekatan multi disiplin sampai ke fisika, meteorologi, optalmologi, kinesiologi, dan juga manajemen resiko, mitigasi bencana, serta mengoptimasi 'foresight quotient'.
Menjadi seru pada saat berdiskusi melibatkan langsung para pelaku olahraga panahan dalam suatu komunitas panahan tadi yang sengaja memang kami undang. Kita banyak melakukan tukar pikiran. Ini bagus karena terjadinya creating new synapses di otak kita. Istilahnya mungkin kopdar atau kopi darat dua komunitas, atau cross community gathering. Kami dari Neuronesia komunitas pencinta ilmu neurosains memperoleh pengatahuan archery serta seluk beluknya di lapangan.Â
Atribut-atribut atau istilah-istilah bagian dari panahan ini sendiri akhirnya kami mengetahuinya. Walaupun pada awalnya masih terasa asing di telinga. Sebut saja; bowstring (tali panah), recure bow, finger tab (bagian posisi kanan yang menggenggam untuk menarik tali busur), chest guard sebagai pelindung dada, posisi tangan arm guard yang kuat, stabilizer rod, quiver, dan masih banyak lagi.
Di sisi lain, teman-teman komunitas panahan tadi, terutama para coach yang ingin menambah wawasan dengan ilmu-ilmu yang mendukung meningkatkan kepiawaian memanah, bagi mereka neurosains menjadi termasuk yang penting untuk dipahami. Loh kok? Memang iya, karena seperti disebut di atas, olahraga ini juga olahpikir, karenanya membutuhkan konsetrasi untuk dapat fokus ke satu titik sasaran target. Bagaimana strategi atau cara mencapai tujuan, yaitu mengenai titik sasaran, agar dapat tercapai.
Harus hening, tenang, dan fokus. Konsentrasi tak boleh pecah atau terganggu dengan lingkungan sekitarnya... dan jangan lupa gangguan internal pikiran kita. Seperti olahraga golf; musuh terbesar justru bukan teman kita bermain. Tapi justru pada kita sendiri. Ada di dalam diri kita. Tepatnya berada di dalam pikiran otak kita.Â
Pikiran yang berisik harus dapat diregulasi oleh otak PFC atau prefrontal cortex. Semangat dorongan dari amydala bagian dari limbic system otak kita harus dapat ditenangi. Sehingga banyak juga yang sengaja ingin belajar berolahraga ini karena mereka tahu dapat melatih fokus meningkatkan konsetrasinya.
Memanah itu kan memerlukan ketenangan proses berpikir, kejernihan indera, kecermatan perhitungan, hingga pengendalian diri dalam bentuk fokus dan konsentrasi untuk mereduksi distraksi dan distorsi. Memanah juga mengajarkan kita untuk mengenal lebih baik infrastruktur diri, lengan kaki, otot, mata, telinga, dan juga kewaspadaan spatial yang membuat kita peduli pada area sekitar. Menurut Dr. Tauhid juga, memanah membuat kita selalu mengalkulasi arah angin dan memprediksi seperti apakah kondisi cuaca mikro dalam rentang waktu ke depan (prospektif).
Memanah juga mengajarkan kita tentang efektivitas elastisitas lengkung busur, daya getas senar busur, energi kinetik yang harus dikonversi dari molekul ATP untuk menarik, juga indeks bias yang mempengaruhi ketepatan bidik. Tak hanya itu saja, memanah mengajarkan kita untuk menjalankan tahapan sistematik untuk mengukur setiap potensi dan juga memitigasi setiap aspek distorsi agar proses yang dihasilkan presisi.
Masih banyak faktor tenyata yang harus diperhitungkan, seperti arah angin, kelenturan otot agar tidak kejang, pandangan mata sudut elavasi, dan seterusnya. Karenanya hal itu semua membutuhkan strategi. Semuanya harus terukur, terkendali, dan jangan lupa mengevaluasinya agar memperoleh progres kinerja yang membaik.
Strategi dan pengambilan keputusan yang rasional dengan didukung kemampuan untuk mengoptimasi potensi, kompetensi, kapasitas, dan kapabilitas seorang manusia. Memanah juga mengajarkan kita untuk mengenal lebih baik infrastruktur diri, lengan kaki, otot, mata, telinga, dan juga kewaspadaan spatial yang membuat kita peduli pada area sekitar. Â
Banyak strategi yang harus kita pelajari. Pertama, melakukannya dengan posisi sama yang berulang-ulang. Bisa ratusan bahkan ribuan kali kita harus belajar dan melatih melepaskan anak panah ke sasaran yang akan dituju. Esensinya untuk membangun dan menebalkan neural pathways kita memanah. Tidak hanya di prosesor pusat otak kita saja. Perdebatan antara PFC dan sistem limbik juga. Neural pathways jalan neuron motorik parietal di Central Nervous System berjalan melalui tulang belakang (Peripheral Nervous System) dari dan ke seluruh anggota organ tubuh kita yang terlibat aktivitas memanah ini. Seperti pandangan dan bidikan mata, telinga, posisi tangan, posisi kaki, pinnggang, bahu, dada, dan seterusnya.
Strategi yang diuraikan di atas itu baru kondisi posisi kita diam dengan sasaran diam. Nanti melanjutkan ke tingkat media (intermediate), di mana kondisi kita masih dengan posisi tetap namun sasarannya yang bergerak. Jika telah mahir, nanti lanjutkan ke tingkat berikutnya - ke tingkat advance, baik itu sasarannya yang bergerak dengan posisi kita pun bergerak. Misal, dengan berkuda berburu mangsa di tengah hutan. Bayangannya seperti itu. (BIS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H