Oleh: Bambang Iman Santoso, Neuronesia Community
Jakarta, 5 Maret 2020. Seperti kita ketahui berat otak kita sekitar 3 pon atau kurang lebih 1,5 kg. Setiap manusia akan menghabisi energi untuk otaknya yang membutuhkan sekitar 20% dari oksigen darah tubuh kita.
Di dalam otak manusia terdapat 86 s/d 100 miliar neurons sel otak dengan masing-masing neuron memiliki antara 1.000 s/d 10.000 sinapsis hubungan antar sel-sel otak. Setiap pikiran, setiap tindakan, dan setiap memori dikelola dan disimpan di jalur-jalur antar neuron ini yang dikenal dengan istilah 'jalan pikiran' atau neural pathways.
Kemudian apa artinya ini?
Nah, ternyata setiap otak kita itu memang unik dan terorganisasinya pun secara unik. Namun dari dulu sekolah telah mendidik siswa seolah-olah mereka memiliki otak yang identik, dalam upaya memastikan pendidikan akuntabilitas yang mempunyai mutu standar.
Secara tidak disadari justru tidak memfasilitasi proses pembelajaran yang sesungguhnya. Sebagai pembentukan pendidikan secara sistematis, malah membongkar kreativitas dan motivasi siswa kita.Siswa terlibat dengan pembelajaran baru kurang dan sangat kurang serta tidak mempertahankan pembelajaran dan memori jangka panjang yang sesungguhnya.
Jadi penting diketahui bersama; bagaimana cara kita para pendidik merancang pembelajaran untuk memfasilitasi tujuan akhir dari penetrasi ingatan jangka panjang ini atau sering dikenal sebagai long-term memory.
Ya, betul kita harus mulai dengan "membajak" otak mereka. Pada dasarnya ada dua cara untuk melakukan ini; yaitu dengan menyuguhkan otak pengalaman yang menyenangkan (pleasurable experience) atau sebaliknya - pengalaman yang menyakitkan (painful experience).
Sayangnya dorongan yang lebih kuat dari keduanya adalah pengalaman yang menyakitkan. Seorang guru bisa saja menyiapkan pelajaran yang paling luar biasa menarik. Tetapi jika siswa mengalami rasa sakit sosial atau emosional fisik, rasa sakit akan menahan perhatian mereka daripada pembelajarannya itu sendiri.
Untuk menghentikan hal ini terjadi kita harus mulai dengan memastikan bahwa setiap siswa memiliki lingkungan belajar yang aman dan bebas risik, risk-free learning environment. Sehingga memberikan kesenangan sebagai cara terbaik untuk melibatkan otak siswa kita. Agar dapat membuat belajar yang menyenangkan itu harus; relevan, bermakna, dan enjoy.
Jadi tanyakan saja satu pertanyaan sederhana; "Akankah saya dapat menikmati duduk di kelas saya sepanjang hari dan setiap hari ?"
Tetapi ingat setiap otak itu unik, oleh karena itu, dalam memperkenalkan informasi baru, guru harus memberikan siswa beberapa celah masuk ke pembelajaran, multiple entry points to the learning. Hal ini berarti memanfaatkan minat awal siswa dan pengalaman masa lalunya.
Kemudian siswa sering membutuhkan beberapa jalur solusi untuk terhubung dengan pembelajaran yang baru. Ketika informasi baru diperkenalkan, otak harus menemukan cara untuk menyelaraskan dengan pembelajaran sebelumnya. Proses ini disebut konflik kognitif.
Guru sering mencoba untuk melindungi siswa mereka dari konflik kognitif karena prosesnya dapat membuat frustasi. Tetapi untuk benar-benar memastikan bahwa informasi yang dikuasai para siswa harus diperbolehkan untuk berjuang dan menyelesaikan sendiri konflik kognitif mereka.
Bagaimana kita dapat memotivasi para peserta untuk bertahan dari perjuangan ini. Ya, inti penelitian psikologi kognitif mengatakan kepada kita bahwa ada tiga bahan utama untuk motivasi intrinsik.
Yang pertama adalah "otonomi" memberikan siswa kesempatan untuk membuat pilihan bermakna selama proses pembelajaran, akan memberi mereka rasa pemberdayaan. Yang kedua adalah "koneksi". Bahan ini memiliki dua bagian. Siswa perlu terhubung satu sama lain secara kolaboratif dan juga ke dunia nyata. Hal ini mengaitkan kebutuhan relasional di otak yang akan memotivasi siswa. Yang ketiga adalah mengejar "keingintahuan" dalam pencapaian penguasaan materi (mastery).
Hal itu semua membutuhkan keseimbangan antara dua variabel, yaitu; "tantangan" dan "kemampuan". Jika tantangannya rendah dan kemampuannya tinggi, otak menjadi bosan. Sebaliknya, jika tantangan terlalu tinggi dan kemampuannya terlalu rendah, otak menjadi stres.
Keseimbangan diperlukan antara keduanya. Dan ketika otak menemukan tantangan yang sangat seimbang dengan kemampuan, hasilnya disebut "aliran". Dan hal itu merupakan kenikmatan yang paling kuat dari penghasilan yang dapat dialami otak.
Ketika tiga bahan; koneksi, otonom, dan progres pencapaian penguasaan materi dicampur bersama di otak, hasilnya adalah "badai motivasi". Tetapi otak masih memiliki dua kebutuhan kunci lainnya, untuk dapat berjuang melalui dan menyelesaikan perilaku kognitif.
Yang pertama adalah "aktivitas". Jika otak menemukan informasi baru dalam keadaan pasif hasilnya pun adalah pembelajaran pasif yang memiliki sedikit perubahan yang dikodekan dalam memori jangka panjang.
Dengan mengaktifkan biologi siswa - melalui gerakan dan pengalaman panca indera, otak mulai mengalami pembelajaran aktif yang jauh lebih mudah diingat. Bahan terakhir untuk pembelajaran ingatan jangka panjang adalah "refleksi diri". Inilah pilar yang menopang siswa melalui perjuangan konflik kognitif untuk menerjemahkan hasil memori jangka panjang.
Ketika strategi-strategi yang cocok untuk otak tadi diaplikasikan setiap hari di setiap kelas, hasilnya akan meledak secara eksponensial dari tahun ke tahun. Para siswa akan mengingat lebih banyak dan lebih banyak lagi pembelajaran-pembelajaran sebelumnya, dari ingatan jangka panjang dan siklus pembelajarannya yang terus bertumbuh. (BIS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H