Salah menangani akan berdampak buruk dan fatal. Perhatikan faktor-faktor penyebab resiko. Seperti dosis trauma yang berbeda-beda, low social support, riwayat keluarga trauma, dan juga variabel-variabel fisiologis; low heart rate, low cortisol, dstnya.
Di dalam otak, rasa takut diproses di "amygdala" pusat emosi yang memainkan peranan sangat penting. Dia bisa melakukan mem-bypass "cortical circuits". Terutama dalam keadaan bahaya dan terancam. Fight, flight, dan freeze responses. Pada kasus PTSD, otak menuliskan atau mengkodekan memori secara keras ke dalam ingatan jangka panjang ini (high rate of anxiety atau autonomic response). Misal seketika tentara veteran merasakan dalam keadaan sangat was-was (hyper-vigilant, dan highly arouses distressed state) pada saat istrinya memanggang kue. Ternyata bau harum dari salah satu backing powdernya mengingatkan bau bahan peledak saat beliau perang.
Pada saat pasien menderita trauma, ingatan rasa sakit dan semua konteksnya tertuju dan terfokus pada proses trauma itu sendiri. Semua isyarat yang terkait (dari kelima panca indra) merupakan input ke amygdala, dan amygdala pun spontan meresponnya. Dan outputnya terkirim ke hypothalamus, serta diteruskan ke batang otak (brainstem) dan area otak lainnya.
Amygdala adalah bagian organ otak yang menjadi pusat pemrosesan "ancaman" tadi. Pada pasien "Develop PTSD" amygdala akan lebih hiperaktif dibanding yang "Non-Develop PTSD".
Partnernya amygdala adalah PFC (prefrontal cortex) dan ACC (anterior cingulate cortex). Bagian organ otak ini berfungsi sebagai eksekutif yang akan mengevaluasi seberapa pentingnya ancaman tersebut (sinyal dari amygdala tadi). Intinya PFC dan ACC berfungsi sebagai pengendali proses inhibitasi stress response.
ACC bekerjasama dengan amygdala untuk meredam respon panik tadi. Dengan partneship kedua organ ini, maka pasien mulai berani melakukan sesuatu yang sangat dekat dengan ingatan trauma mereka. Kondisi respon rasa takut dikurangi atau bahkan dipadamkan. Hal itu merupakan sebuah active learning process.
Sekali lagi, di dalam ilustrasi tadi yang menggambarkan "fear circuits" pasien PTSD. Amygdala yang menjadi pusatnya. Di sini lah anxiety dan fear signals diproses. Kemudian mPFC (medial prefrontal cortex), dan di bawah nya ada PFC yang ngobrol dengan amygdala. Hippocampus pun terlibat dengan fear circuit ini atau "rangkaian ketakutan", yang memainkan peranan pentingnya dalam hal kontekstual.
Hippocampus merupakan pusat ingatan. Namun memori juga disimpan di bagian lainnya. Memori terbesar ada di Hippocampus. Bagaimana hubungannya dengan PTSD? Terbukti dari hasil riset-riset neurosains yang dilakukan, rata-rata ukuran Hippocampus lebih kecil pada pasien yang mengalami Develop PTSD (dibanding yang Non-Develop PTSD). Hal tersebut diduga karena trauma volume produksi gluco corticoids bertambah, yang merusak hippocampus. Hasil penelitian terhadap 2 orang tentara kembar yang dikirim bertugas perang ke Vietnam. Di mana di sana diperlakukan berbeda; yang satu benar-benar melakukan perang, sedangkan yang satunya tidak. Ukuran hippocampusnya lebih kecil pada si kembar yang benar-benar melakukan perang dan mengalami Develop PTSD. Pengecilan hippocampus berdampak pada penurunan fungsi fleksibilitas kognitif pasien.
HPA Axis
Seperti diketahui adanya 3 sub sistem yang saling berinteraksi, yaitu: hypothalamic-pituitary-adrenal axis. Atau sering disingkat HPA axis. Rangkaian sirkuit yang berbasiskan neuro dan endocrine ini berkaitan erat dengan PTSD. Memperoleh sinyal masukan dari hippocampus dan amygdala, yang dideregulasi di dalam tubuh pasien yang mengalami PTSD.
Jadi dalam keadaan normal stress response pada hypothalamus. Sedangkan pada saat memperoleh input dari amygdala yang dimodulasikan oleh rangkaian sirkuit corticocotropin-releasing hormone (CRH) yang akan meningkat. Dan meningkatnya output ACTH (andreno corticotropic hormone) yang doproduksi kelenjar pituitary sebagi sinyal masukan untuk adrenal medulla yang merilis kortisol. Sedangkan kortisol menjadi umpan balik negatif (negative feedback loop) kepada anterior pituitary dan hypothalamus. Begitulah dalam keadaan normal, sistem bekerja untuk mengatur keseimbangan hormon di otak (homeostasis). Pengaturan otomatis atau sering dikenal dengan istilah "self-regulating".