Mohon tunggu...
Bambang Tri A
Bambang Tri A Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Analisis Unsur Intrinsik dan Ektrinsik Novel "Daun yang Jatuh Tak Akan Pernah Membenci Angin"

25 Februari 2018   16:47 Diperbarui: 25 Februari 2018   16:54 3241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci anginadalah salah satu novel karangan Tere Liye. Secara keseluruhan novel ini berhalaman sekitar 139 termasuk covernya jika kita membacanya melalui pdf. 

Salah satu novel tere liye ini menceritakan tentang kehidupan seorang anak dan lika-liku nya menghadapi kejamnya dunia mulai dari saat dirinya masih kecil sampai dewasa, selain itu novel ini cocok untuk dibaca oleh para remaja maupun dewasa. Novel ini menyajikan cerita yang menarik dan tentu saja kaya akan unsur-unsur kebahasaannya.

Secara keseluruhan, tema yang telah disajikan oleh novel Daun yang Jatuh Tak Akan Membenci Anginadalah bertemakan cinta. Salah satu kutipan yang dapat mempresentasikan tema dalam novel terdapat pada bab 2 halaman 21 yaitu           "Kak Ratna amat cantik, rambutnya panjang, dan pakaiannya medis. Seperti artis-artis itu. Badannya wangi. Mukanya bermake-up tipis. Cantik sekali. Sepanjang kami di Dunia Fantasi, Kak Ratna selalu berdiri di sebelahnya. Berjalan bersisian, bergandengan tangan. Mesra. Seketika hati kecilku tidak terima. 

Sakit hati! Bukankah selama ini kalau kami pergi entah ke mana, akulah yang lengannya digenggam? Akulah yang pundaknya dipegang? Akulah yang kepalanya diusap. Itu jelasjelas posisiku!cAku benci sekali. Hari itu aku mulai mengenal kata cemburu! Usiaku menjelang sebelas tahun. Adikku enam tahun. Dan dia dua puluh lima tahun. Aku cemburu. Namun, tak ada yang peduli dengan perasaanku. Dede sibuk berlari ke sana kemari memainkan berbagai wahana. Ibu benarbenar kerepotan mengendalikannya."       kutipan tersebut menceritakan saat Tania cemburu terhadap Ratna yang sedang bermesraan dengan Danar, pria yang dicintai oleh Tania.

Berbicara tentang alur, novel ini menunjukkan alur campuran. Kita bisa melihatnya pada bab 1 halaman 9 untuk mengtahui alur mundur novel ini yaitu          "Kalian tak akan pernah menyangka, seperti apa rupa Tania sepuluh tahun silam saat masuk ke toko buku ini untuk pertama kalinya. Tania yang melangkah gemetar ragu-ragu. Tania yang mulutnya terbuka sempurna membentuk huruf 0. 

Malu menatap sekitar, dan takut sekali memecahkan barang-barang yang dipajang. Padahal, bukankah di sini satu pun tidak ada gelas dan piring? Kata Ibu, "Tania, hati-hatilah di sana! Kita harus mengganti setiap barang yang rusak karena kita sentuh! Jaga adikmu, jangan nakal....." Aku menelan ludah sedikit ragu dan banyak takut mendengar pesan Ibu sebelum berangkat. Dengan apa kami akan mengganti barang yang aku pecahkan? Waktu itu, seseorang mengajakku ke toko buku ini. Umurku baru sebelas tahun. Adikku enam tahun. Hari itu sempurna istimewa. Hari yang akan kuingat selalu. Semua detailnya!"         

kutipan tersebut menjelaskan ketika dirinya berada di toko buku yang sama 10 tahun yang lalu.

Kita juga bisa melihat alur maju pada bab terakhir halaman 138 yaitu           

"Katakanlah... apa kau mencintaiku?" aku berbisik lirih. Berdiri. Menatap mata redupnya. Jarak kami hanya selangkah. "Katakanlah... walau itu sama sekali tidak berarti apa-apa lagi." Diam. Senyap. Dia membisikkan sesuatu. Desau angin malam menerbangkan sehelai daun pohon linden. Jatuh di aras rambutku. Aku memutuskan pergi"           Bagian tersebut menjelaskan saat Tania bertemu dengan Danar di bawah pohon linden dan akhirnya Tania memutuskan untuk melanjutkan hidupnya di Singapura. Kedua contoh diatas mempresentasikan bahwa novel tersebut beralur maju dan mundur atau yang sering kita sebut dengan alur campuran.

Terdapat beberapa tokoh yang ikut andil dalam novel. Beberapa contohnya adalah Tania sebagai tokoh utama. Watak yang dimiliki oleh Tania adalah pencemburu dan pintar dilihat pada bab 3 halaman 39 yaitu            

"Yang perempuan tumbuh menjadi gadis cantik, Anakku..... Pintar sekali.... Bisa melakukan banyak hal seperti anak-anak dari keluarga normal lainnya.... Yang laki-laki juga tumbuh gagah dan berguna.... Sama pintarnya.... Berkat bimbingan kakaknya...." Mataku mulai berkaca-kaca. "Tahukah kau, Tania.... Gadis cantik itu adalah kau.... Ibu bermimpi tadi malam melihat kau sungguh tumbuh dewasa.... Melihat kau cantik sekali dengan rambut panjang hitam legam.... Kau menatap Ibu sambil tersenyum lebar, menatap kehidupan ini dengan yakin.... 

Begitu membanggakan...." kata ibu."    Kutipan tersebut menunjukan kata-kata terakhir yang disampaikan ibu saat menjelang kematiannya. Selain itu untuk tokoh selanjutnya dalam novel ini adalah Danar sebagai seorang pria yang menolong Tania kecil dan juga orang yang disukai oleh Tania sejak kecil. Watak Danar adalah baik hati, penyayang, dan penolong. Watak Danar dapat dilihat pada ucapannya, salah satunya ada pada bab 1 halaman 12 yaitu     "Dia beranjak dari duduknya, mendekat. Jongkok di hadapanku. Mengeluarkan saputangan dari saku celana. 

Meraih kaki kecilku yang kotor dan hitam karena bekas jalanan. Hati-hati membersihkannya dengan ujung saputangan. Kemudian membungkusnya perlahan-lahan. Aku terkesima, lebih karena menatap betapa putih dan bersihnya saputangan itu. "Kamu seharusnya pakai sandal," dia berkata sambil mengikat perban darurat tersebut."         

Ucapan tersebut menjelaskan bahwa Danar adalah pria yang perhatian, ucapan tersebut dikatakan Danar pada saat menasehati Tania yang berjalan di bus tanpa menggunakan sandal. Ada Ratna sebagai kekasih Danar, Ibu dari Tania dan juga Dede sebagai adik laki-laki Tania. Watak setiap tokoh dapat dilihat dari ucapan dan perilaku tokoh.

Untuk latar, novel ini menggunakan latar toko buku pada permulaan cerita sebagai latar tempat, sebagai contoh ada di bab 1 yang berisi          "Dari lantai dua toko buku paling besar di kota ini, kalian bisa melihat..."       

Selain toko buku, novel ini mengambil latar tempat seperti china town dimana Tania, Dede dan Danar sering makan bersama, dan juga bandara changi dimana Danar memberi liontin istimewa untuk Tania. Sementara itu untuk latar waktu cerita ini mengambil beberapa waktu yaitu saat Tania dan adiknya mengamen malam hari, pernikahan Danar dan Ratna, dan kunjungan ke toko buku setiap malam yang dilakukan oleh Tania, sebagai contohnya ada di halaman 5 yaitu       "setiap malam aku ke toko buku ini."             

Kutipan tersebut menceritakan saat tania pergi ke salah satu toko buku yang ada ditempatnya. Terakhir adalah latar sosial, salah satu contohnya adalah lingkungan yang di tinggali oleh Tania saat berada di singapura, kita juga dapat melihat pada halaman 52 yaitu             

"Anne satu-satunya sahabatku di Singapura. Sahabat yang baik."                        

latar sosial yang ditunjukkan disana adalah kebersamaan bersama anne sebagai teman dekat Tania.

Di novel ini penulis menceritakan dan mengungkapkan seluruh kejadian menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama dengan menggunakan kata "aku", yaitu Tania menjadi narrator yang menceritakan. Salah satu contohnya adalah pada halaman 131 yaitu "Aku butuh satu jam untuk membaca naskah setengah jadi itu."       

Kutipan tersebut adalah salah satu ucapan Tania saat membaca novel karya Danar.

Selain unsur intrinsik, ada juga beberapa unsur unsur ektrinsik yang mempengaruhi sebuah novel. Beberapa contoh unsur ektrinsik itu adalah subjektivitas penulis, psikologi penulis dan juga lingkungan penulis. 

Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci angin dikarang oleh seorang penulis bernama Tere liye, ia adalah seorang penulis yang yang berasal dari Sumatra selatan dan lahir pada tanggal 21 mei 1979. Tere liye adalah seseorang yang tidak gila akan eksistensi, karena hal tersebut biodata dirinya tidak banyak diketahui oleh publik.

Hampir semua karya Tere berbahasa sederhana dan mudah untuk dipahami. Tere diketahui adalah anak seorang petani, ia adalah anak keenam dari tujuh bersaudara di keluarganya. Kehidupan Tere yang sederhana yang ia lalui saat masih kecil pun terbawa sampai sekarang. Tere adalah orang yang tidak ingin menunjukkan kepopuleran dan eksistensinya di publik, bahkan saat menjadi seorang penulis yang terkenal pun ia tetap menjadi orang yang sederhana.

Tere liye bersekolah di Palembang saat sekolah dasar, dan pindah ke lampung saat dirinya memasuki sekolah menengah keatas. Tere liye pun bukanlah nama aslinya, namun nama yang sesungguhnya adalah Darwis, Tere liye disematkan oleh Darwis hanya untuk nama pena di karya-karya tulisannya. 

Setelah tamat SMA ia melanjutkan masa kuliahnya di Jakarta, yaitu di Universitas Indonesia pada fakultas ekonomi. Saat ini pasangan Tere dan faizah askia dianugerahi 2 orang anak. Tere liye pun menjadi karyawan di sebuah perusahaan sebagai seorang akuntan, bagi Tere menulis adalah hobi saat di waktu luangnya.

Dengan semua ulasan mengenai unsur intrinsic dan ektrinsik novel Daun yang Jatuh Tak Akan Membenci Anginsemoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk semua pembaca yang mungkin sudah atau akan membaca novel tersebut. Serta, novel ini sangat cocok untuk dibaca dan mengandung makna serta amanat yang begitu mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun