Dr Jenna mengungkapkan kekesalannya dengan mengatakan bahwa "just as we are having a Covid pandemic, turn out we are also having a Covidiots convention", ketika kita sedang memiliki masalah dengan pandemi Covid-19, kita juga memiliki kebiasaan buruk orang orang yang mengabaikan nasihat kesehatan dan keselamatan masyarakat. Â Â
Orang orang ini sebagaimana dilaporkan dalam ABC NEWS (16 July 2020) melakukan komunikasi secara intens melalui media sosial seperti Facebook dan Istagram dengan frekuensi dan intensitas tinggi. Konten video yang mereka bagikan sebagai teori konspirasi dalam Facebook group sebagai disinformasi yang menyesatkan.Â
Mereka percaya bahwa Covid-19 hanyalah suatu fiksi dan sebagai fiksi yang utuh, dinilai sebagai bagian dari pandemi yang direncanakan atau dalam istilah mereka sebagai Plandemic. Seperti kita ketahui para pengikut berbagai teori konpirasi mengembangkan konten secara masif mulai dari teori konspirasi virus corona sebagai hasil senjata biologis (biological weapon) ciptaan China, atau sebagai hasil ciptaan US Democrats untuk mencegah Donald Trump terpilih kembali. Â
Covid-19 juga dikaitkan sebagai rekayasa atau kreasi CIA untuk mencegah dominasi China hingga munculnya suatu teori konspirasi QANON sebagai teori anti vaksinasi yang menuduh dan memojokkan Bill Gates dalam menemukan  vaksin Covid-19.
Colin Klein dari Australian National University telah meneliti bagaimana teori konspirasi menyebar di dunia online. Â Menurut Dr Klein bagian inti dari sebagian besar teori konspirasi adalah: "bukan saja kamu sedang dibohongi, tetapi ada sesuatu yang disembunyikan." Versi lain dari informasi yang salah dan beredar dalam Grup Facebook Teori Konspirasi Australia adalah klaim jika tes PCR dapat "menghancurkan penghalang darah di otak" dan membiarkan "bakteri dan racun lain masuk ke otak Anda dan menginfeksi jaringan otak sehingga dapat menyebabkan peradangan dan kadang-kadang kematian ".Â
Postingan itu telah ditandai sebagai informasi palsu oleh Facebook dan dibantah oleh tim Pemeriksa Fakta Associated Press, yang menegaskan jika metode 'swab' tidak menyentuh penghalang darah-otak (ABC NEWS, 16 July 2020). Menurut data Crowdtangle, tautan tersebut telah dibagikan oleh puluhan halaman Facebook yang terkait dengan teori anti-vaksinasi dan konspirasi QANON, dengan hampir 200.000 pengikut.Â
Orang-orang yang percaya pada konspirasi dimotivasi oleh ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan merasa yakin jika mereka sudah ditipu, kata Dr Klein. Â Sifat dasar dari teori konspirasi ini telah diselidiki oleh sebuah tim peneliti dari Selandia Baru.Â
Tim tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya teori konpirasi dapat mengambil satu dari dua bentuk, yang pertama adalah "Ideation" dan kedua "Skepticism". Ciri pokok dari bentuk ideasi ini biasanya menampilkan tema tema ketidak percayaan kepada pemerintah dengan menuduh ada sesuatu yang ditutupi.Â
Sekelompok kecil individu memberikan narasi yang berlebihan dan memanipulasi kepada publik. Istilah plandemi sangat cocok dengan tipe teori ini. Sedangkan tema skeptisme, diasosiasikan dengan menjelaskan tentang sikap umum di dalam mayarakat yang rela menutupi kebenaran.
Media sosial telah menjadi tempat yang subur  bagi tumbuhnya teori konspirasi. Menurut laporan BBC.Com, lebih dari 70 tiang telepon di Ingris Raya dirusak karena desas desus yang mengaitkan virus corona dengan jaringan seluler 5G.Â
Misinformasi telah menyebar secara dahsyat di media sosial. Selain menimbulkan kecemasan, rasa takut juga frustrasi banyak orang. BBC melacak misinformasi terkait virus corona ini dan menemukan korbannya nyata di seluruh dunia. Di India, terjadi serangan akibat desas-desus yang beredar daring. Di Iran terjadi keracunan massal.Â