Menkumham lebih semangat lagi. Institusinya termasuk yang prestasinya pas-pasan. Maka bocah yang bikin pak Jokowi senang tidak kepalang harus diberi penghargaan. Menkumham mengganjar Farel dengan penghargaan menjadi duta kekayaan intelektual. Coba tanya pada Pak Menkumham, apa maksud kekayaan inetelektual, dijamin dia bakal planga-plongo.
Lagu yang dinyanyikan Farel bukan karya dia, tapi hasil jerih payah Deny Caknan. Alasan lain Menkumham, Farel anak yang berprestasi. Prestasi apa? Kalau bersuara lumayan bagus, iya. Kalau toh punya prestasi ya karena Farel adalah satu-satunya bocah yang memuja-muji Jokowi hingga bikin Jokowi senang tidak kepalang. Itu pun sebenarnya bukan kemauan Farel.
Pada masa SBY untuk urusan beginian adalah tanggung jawab Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Waktu itu menterinya, Jero Wacik. Pak Wacik punya ide lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Paduan Suara & Orkestra Gita Bahana Nusantara sebagian lagu-lagu karya SBY.
Â
Gita Bahana Nusantara  (GBN ) memang bentukan pemerintah untuk acara-acara resmi kenegaraan semacam tujuh belasan baik di istana maupun di gedung DPR. Arranger, pemusik, penyanyi setiap tahun berganti-ganti, diseleksi ketat dari seluruh Provinsi. Dikarantina sebulanan, bukan cuma berlatih bernyanyi tapi juga dibentuk karakternya agar NKRI harga mati.
Tentu saja lagu-lagu yang akan dibawakan diseleksi ketat, baik aransemennya maupun liriknya. Ide membawakan lagu-lagu karya SBY mengantarkan Jero Wacik kembali menjadi Menteri Pariwisata pada priode kedua SBY. Tentu saja peringatan HUT RI pada priode kedua SBY, GBN juga membawakan lagu-lagu karya SBY. Lagu karya SBY kan cukup banyak. Setelah Jero Wacik pada tahun 2011 dimutasi jadi menteri ESDM, dia terseret pada masalah korupsi. Dia dituduh  menerima hadiah berupa uang sebesar Rp 10,381 miliar. Uang itu diterima Jero dari dana-dana yang dikumpukan anak buahnya lewat kegiatan fiktif di Kementerian ESDM.
Gita Bahana Nusantara tahun ini tentu saja juga punya kultur yang sama. Lagu-lagu yang akan dibawakan diseleksi ketat, liriknya dipelototin perhuruf. Lirik " Hanya ada Pak Jokowi " tidak nyelonong begitu saja. Karena kultur menjilat para sutradara GBN dari era Jero Wacik sampai sekarang tidak pernah luntur. Entahlah apakah urusan GBN sekarang masih dipegang oleh menteri pariwisata atau Mendikbud Ristek.
Kementerian mana pun yang megang, tujuan GBN yang bukan sekedar nyanyi-nyanyi juga sebagai wadah pembentukan karakter dan bentuk rasa cinta terhadap tanah air, masih sama saja, sebagai corong para sutradaranya untuk menjilat.
-Balyanur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H