Memangnya rakyat buta huruf? Lagi pula kan mestinya yang membantah NU, bukan Menag. Lha kan yang menolak adalah Kyai NU. Kalau yang ditolak mah mestinya pasif saja. Untung Jubir Wapres punya cara komunikasi ala reformasi.Â
Fakta tidak bisa dibantah dengan soalah tidak melihat fakta, tapi harus diluruskan. Jubir Wapres mengakui keberatan kyai NU dan berjanji akan mengkomunikasikan dengan para Kyai NU. Ini lebih fair. Atau pernyataan yang lebih pragmatis datang  dari PPP.Â
PPP mengaku terkejut dengan pengangkatan mantan jenderal jadi Menag. Tapi karena nasi sudah jadi bubur, PPP mengusulkan ada wamen dari kalangan tokoh yang paham soal agama. Ya siapa lagi kalau bukan dari NU. Mending pragmatis daripada membantah fakta.
Kegagalan membaca sejarah juga terbaca ketika Presiden dan pendukung pemerintah mengatakan, bukan kali ini Menag dari kalangan milter, pada masa orba juga pernah ada. Lha iyalah. Era orba hanya menteri yang berhubungan dengan keuangan yang bukan dari unsur milter. Mayoritas menteri orba ya milter, termasuk Menag.Â
Jadi kalau membandingkan dengan era reformasi ya rada nggak nyambung gitu. Era reformasi, Menag selalu dari unsur NU. Nah, disini juga ada persoalan.
Sebenarnya pesan Jokowi pada Menag bukan hanya soal radikalisme, tapi juga soal korupsi. Tentu saja pesan idealnya, jangan korupsi! Pesan inilah yang tidak terbaca oleh NU maupun Muhammadiyah atawa umat Islam umumnya.Â
Ngabalin di acara Dua Sisi TV One juga tidak mau terus terang. Dia cuma mengatakan, persoalan di Menag bukan cuma soal radikalisme tapi juga soal memperkaya diri sendiri.Â
Bahkan untuk menyebut korupsi pun Ngabalin menghaluskan bahasanya. Bisa dimaklumi. Ngabalin nggak mau menyinggung perasaan siapa pun wabil khusus Nahdhiyin.
Coba cek fakta. Sebut saja lah Menag yang ngerti soal agama, nggak usah ada embel-embel unsur NU-nya. Prof. Dr. Haji Said Agil Husin Al Munawar, MA. Soal pengetahuan agamanya boleh dibilang sangat mumpuni, kelas empu lah.Â
Pendikikan terakhirnya, LML Fakultas Syari'ah Universitas Islam Madinah Arab Saudi (1979), Master of Art (MA) Fakultas Syari'ah Universitas Ummu AI Quro Makkah Saudi Arabia (1983), Â Ph. D. (Doctor) Fakultas Syari'ah Unversitas Ummu AI Quro Makkah Saudi Arabia (1987). Menjadi dosen di banyak perguruan tinggi ternama.
Beliau ini jadi Menag di era kabinet Gotong Royong Megawati. Tapi sayangnya, beliau terjerat kasus korupsi dana abadi umat dan biaya untuk penyelenggaraan haji yang dikelola secara pribadi olehnya dan dikirim ke tiga rekening berbeda. Dalam kasus ini, Said diduga merugikan negara Rp 719 miliar.