Gaduh Menag baru karena ada dua hal. Karena hilaf dan nggak enak hati kalau terus terang, karena terkadang terus terang itu menyakitkan. Ada dua hilaf --boleh dibaca gagal membaca---Presiden Jokowi membaca keinginan besar NU untuk mendapatkan "piala" kementrian agama saat pilpres 2019.Â
Saking kepengennya, NU bukan hanya mendukung 01 tapi ada juga para kyai yang terang-terangan mendukung 02. Tentu saja dengan satu syarat, dan syarat itu terbaca saat Prabowo di depan pendukungnya berjanji jika menang akan mengangkat menteri agama dari NU. Itu janji harga mati, nggak bisa ditawar lagi.Â
Kubu 01 memang nggak ada janji itu tapi karena mayoritas NU mendukung 01, tak perlulah diucapkan, sama-sama mengerti sajalah. Sayangnya, Jokowi hilaf.
Hilaf yang kedua, Presiden dengan entengnya mengatakan, tugas utama Menag adalah soal radikalisme. Inilah yang membuat Bapak Din Syamsudin meradang. " Kalau begitu bikin saja kementerian Radikalisme," ujarnya sinis.Â
Sinis tugas utama Menag yang baru bukan hanya dari kalangan Muhammadiyah, dari kalangan NU juga. Sebab baru kali ini tugas utama Menag adalah soal radikalisme. Kan sama saja dengan mengatakan, Agama adalah sumber radakilisme. Jelas pernyataan ini blunder.
Gejolak sinis di tengah masyarakat ini tidak terbaca oleh Jokowi. Dalam konpres, ucapan itu diulang lagi. Padahal Ngabalin sudah mencoba menghindari menyiram bensin dalam situasi panas seperti ini. Ngabalin biasanya mulutnya tak berhenti bicara soal radikalisme, tapi khusus soal Menag dia malah berusaha menghindar membicarakan hal itu.Â
Ketika di acara talk show Dua Sisi TV One, berkali-kali Ngabalin ditanyakan hubungan Menag dengan radikalisme, Ngabalin memelih menghindar. Tentu saja karena dia  tahu ada sikap sinis baik dari kalangan NU dan Muhammadiyah, paling tidak sebagian atau beberapa tokohnya.Â
Padahal , NU kan selama ini dikenal paling depan melawan radikalisme, tapi mengangkat Menag dengan tujuan utama soal radikalisme bisa berdampak "kriminalisasi" agama.Â
Tujuan utama Menag kan agar setiap umat beragama bisa menjalankan agamanya dengan baik dan benar. Kalau tujuan itu sudah dicapai, maka radikalisme dengan sendirinya akan sulit tumbuh.Â
Beda dengan pernyataan, tujuan utama Menag adalah memerangi radikalisme. Dan sayangnya, Jokowi hilaf membaca gejolak sinis ini.
Kehilafan Presiden ditambah lagi dengan gaya komunikasi ala orba yang ditunjukkan oleh Menag yang baru. Pak Menag membantah ada kyai NU yang menolak dirinya. Bagaimana fakta yang terbentang jelas di depan mata rakyat dibantah oleh yang empunya hajat?Â