Adaptasi bebas cerpen “Karya Seni”
Karya Anton Chekov
Dengan hati-hati Sasa meletakan tempat lilin di meja kerja Dokter Rudi.
“ Ini barang antik kesukaan ayahku,Dok. Konon kabarnya barang ini berusia ratusan tahun. Maha karya dari Eropa.”
Patung tempat lilin itu memang agak asing di mata Dokter Rudi. Patung seorang wanita memegang semacam obor olimpiade. Obor itu tempat menaruh tiga buah lilin besar. Seberapapun nilai barang itu hanya bisa dipahami oleh penggemar barang antik. Bagi Dokter Rudi barang itu tidak lebih mahal dari hape buatan Cina.
“ Bagaimana kabar Ayahmu? “ tanya Dokter Rudi. Susi memahami pertanyaan itu sebagai pengalihan pembicaraan. Dia harus lebih meyakinkan lagi bahwa tempat lilin ini bukan tempat lilin biasa.
“ Baik. Dia sudah mulai bisa berjalan walau masih agak gemetar. Saya sengaja diutus datang ke mari memberikan hadiah ini sebagai rasa terima kasih atas perhatian Dokter yang begitu luar biasa merawat Ayah saya selama ini. Patung lilin ini dulu ada sepasang. Pasangannya tentu dokter menyangka patung laki-laki. Tidak. Dia sama persis dengan ini. Itulah yang membuat karya ini punya nilai lebih. Karya yang tidak mains tream pada zamannya. “ Sasa menjelaskan seperti sales yang seharian berjalan barangnya tidak laku-laku.
“Sewaktu pindahan, entah hilang ke mana. Saya sudah berusaha mencari di beberapa tempat barang antik, tapi belum ketemu. Biasanya barang antik yang punya nilai, ke manapun dia menghilang, kalau sudah jodoh dia akan kembali. Seperti Adam dan Hawa yang diturunkan dari Surga di tempat yang berbeda. “
“ Sampaikan terima kasihku pada Ayahmu. Mestinya sih tidak harus repot memberi hadiah. Menyembuhkan pasien sudah menjadi kewajiban saya.”
Dokter Rudi tidak menyangka barang itu akan menjadi masalah baru dalam rumah tangganya. Nyonya Rudi melotot ketakutan melihat tempat lilin itu. Nafasnya tidak normal. Bibibirnya gemetar mengucapkan, “ Grativikasi...grativikasi....”
“ Ini hadiah...”
“ Hadiah dari orang yang dituduh korupsi! “
“ Ayah Sasa hanya saksi kasus korupsi. Dia tidak terbukti terlibat. “
“ Terbukti tau tidak, saksi atau tersangka, sama saja. Hadiah apapun yang diberikan oleh orang yeng berada dalam pusaran kasus korupsi, namanya tetap grativikasi.”
“ Ayolah berpikr jernih. Ini hadiah...”
“ grativikasiii...! ”
Doker Rudi belum pernah mendengar istrinya teriak sekeras itu. Barang milik dokter selalu dibanggakan kebersihan, kesantunannya termasuk istri dokter. Mata melotot istri dokter gejala tidak baik. Ditambah bibir gematar, ditambah pula teriak yang sangat keras.
Dokter Rudi memang mengamati gejala truama baru negeri ini. Trauma grativikasi yang disebarkan oleh virus undang-undang pencucian uang. Hadiah dari seseorang setengah nabi pun bisa jadi malapetaka di kemudian hari. Uang jasa yang diberikan oleh pasiennya pun selalu dicurigai istrinya. Istrinya tidak setuju dia merawat ayah Sasa. Merawat saksi kasus korupsi bisa menyeretnya ke dalam pusaran kasus itu. Tapi sebagai dokter dia harus tetap bersikap profesional.
Cuma untuk perihal pemberian hadiah tempat lilin ini untuk kebaikan rumah tangganya dia harus mengalah. Tempat lilin itu bukan lagi benda antik, tapi sudah seperti mata hantu yang dikiirim oleh jin dari abad entah berapa. Mata hantu itu bisa saja menjadi saksi yang akan menyretnya ke dalam penjara sebagai penerima grativikasi terlepas dari apakah ayah sasa cuma saksi kasus korupsi. Sekali kena tuduh, terbukti atau tidak, hancurlah karirnya.
Untuk mengembalikannya kepada ayah Sasa sama saja dengan menuduh ayah Sasa terlibat korupsi, walaupun barang antik itu dia yakin bukan dibeli dari hasil korupsi. Istrinya meyarankan tempat lilin itu diberikan saja kepada kepala sekolah yang telah berjasa memasukan anaknya ke sokolah favorit yang sangat diidamkan oleh anaknya. Dokter Rudi setuju.
Kepala sekolah yang berjasa itu adalah kepala sekolah yang mempuyai istri yang juga dihantui oleh trauma gartivikasi.
“ Gratiivikasi,Pak...ini grartivikasi,Pak...” Sama dengan istri Dokter Rudi, istri Kepala Sekolah matanya melotot, bibirnya gemetar melihat tempat lilin itu.
“ Berapa sih harga tempat lilin ini? “ Kepala Sekolah sama dengan Dokter Rudi menganggap tempat lilin itu tidak lebih mahal dari hape Cina.
“ grativikasi bukan soal harga, tapi soal asal susul. Dokter Rudy kan yang merawat ayah Sasa si koruptor itu...”
”Hus! Saksi kasus korupsi.”
“ Sama saja! “
Hantu grativikasi yang berbentuk tempat lilin itu kini berpindah ke dalam rumah tangga Kepala Sekolah. Istri Kepala Sekolah menyarankan hantu itu diberikan saja pada keponakannya yang gemar pada barang antik. Kepala sekolah setuju.
Keponakan Kepala Sekolah adalah anak muda yang gemar barang antik. Dia cuma sekedar gemar saja. Tidak memahami nilai dan seluk beluknya. Kebetulan dia sedang bermasalah dengan keuangan. Beberapa barang antik kesukaanya sudah berpindah ke toko barang antik. Pucuk dicinta ulam tiba. Tempat lilin hadiah dari pamannya langung dibawanya ke pasar barang antik. Sasa yang kebetulan berada di pasar itu membelinya sebelum keponakan kepala sekolah menjualnya ke toko barang antik.
Sasa berhadapan dengan Dokter Rudi di ruang praktek Dokter Rudy. Beberapa saat dia tidak bicara, hanya tersenyum, tertawa, tersenyum lagi.
“ Pak Dokter masih ingatkan ucapan saya? “ Sasa tersenyum, tertawa.
“ Saya dulu pernah bilang, pasangan barang antik yang menghilang akan menemukan jodohnya kembali. Cuma soal waktu saja. Dan jodohnya datang dalam waktu yang lebih cepat dari dugaan saya.”
Sasa mengeluarkan tempat lilin yang baru saja di belinya. Dengan bangga diletakannya di meja kerja Dokter Rudi.
“ Taraaa...”
26032014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H