Mohon tunggu...
Balqis Alivia
Balqis Alivia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

balqis alivia putri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembelajaran Daring Selama Covid-19: Solusi atau Polemik Baru?

30 Juni 2021   01:02 Diperbarui: 30 Juni 2021   01:06 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran COVID-19 menuntut segala lembaga pendidikan untuk menerapkan sistem online dalam kegiatan belajar-mengajarnya. Tuntutan yang lahir dalam semalam ini mengharuskan tiap komponen dalam pembelajaran wajib melek dengan kecanggihan internet. Banyak pihak sekolah dan universitas berlomba-lomba mengelola media digital agar anak didiknya bisa mengikuti proses daring ini dengan baik dan nyaman.

 Pembelajaran daring yang tidak hanya memvirtualkan bahan mengajar, namun juga cara mengajar,mengumpulkan tugas,mengisi absen hingga melakukan kuit atau ujian. Kemampuan tiap individu untuk memahami kinerja internet yang berbeda satu dengan lainnya,mempengaruhi keefektifan proses pembelajaran dari ini. Disusul polemik utamanya, yakni internet. Apakah semua daerah di indonesia kita ini sidah memiliki fasilitas internet yang lengkap? Bahkan air dan listrik saja masih belum merata dengan sempurna.

Berdasarkan data badan Pusat Statistik tahun 2019, tingkat penetrasi internet di pedesaan rata-rata 51,91 persen, di perkotaan pun rata-rata 78,08 persen (Kompas,2020). Melalui data tersebut pertanyaan diatas sedikit-banyaknya dapat terjawab. Tinkat kecepatan internet di indonesia yang belum cukup mampu menjadi satu dari sekian kekurangan menerapkan pembelajaran daring ini.

Pembelajaran daring (dalam jaringan) yang ditegaskan lagi dalam bentuk e-learning, memaksa peserta didik untuk menjadi pembelajar yang mandiri dan tekun dalam semalam (Indraswara,2020). Para pelajar yang semulanya duduk di bangku dan mendapatkan materi secara tatap muka dengan mengajarnya tentu mengalami kesulitan dalam beradaptas denga pembelajaran daring. Mereka harus belajar secara mandiri dengan berkutat pada layar ponsel atau laptopnya, mengerjakan tugas yang segudang banyaknya, ditambah gangguan sinyal dikala waktu-waktu genting seperti ujian yang menyebabkan seseorang bisa terlambat dalam menggunakan lembar jawaban.

Tetap berada di rumah bagi sebagian pelajar ialah liburan, khususnya bagi anak SD hingga SMA. Semangat belajarnya berkurang, kemampuannya menyerap bahan agar menajdi lebih sedikit bahkan daya saing antar pelajar jadi sekedar mimpi belakang. Belajar dengan menggunakan perangkat lunak seperti ponsel dan laptop juga memiliki banyak sekali penghambat. Diperlukan penyimpanan yang besar sanggup menampung bahan air yang dikirim ataupun persediaan kuota yang banyak. Bahkan masih banyak pelajar yang tak punya akses fasilitas untuk pembelajaran daring.

Kalimat sebelumnya justru melahirkan polemik baru. Tidak semua pelajar berasal dari keluarga menengah ke atas (Sinombor,2020). Tidak semua dari pelajar menikmati arus dugutalisasi yang tercipta searang ini. Tidak semua dari pelajar memiliki gawai atau laptop. Tidak semua pelajar mendapatkan akses internet yang baik. Bahkan, dilansir dari kominfo, sebanyak 12.548 desa di indonesia masih belum dialiri jaringan internet (Rosana & Hidayat, 2020).

Pembelajaran daring bagi sebagian pelajar dirasa cocok karena dirasa lebih irit ongkos. Mereka tetap bisa berda aman dan nyaman dirumah ditambah kondisi rumah yang mendukung proses belajar tertentu membuat sebagian besar lainnya yang bertempat tinggal di lingkungan yang padat, memiliki tingkat fokus untuk mencerna bahan agar dirasa sangat sulit akibat kondisi eksternal yang tidak mendukug. Sehingga, mereka memerlukan ketekunan yang luar biasa untuk memahami materi yang dipelajari.

Selain itu, tiap mengajar ditantang untuk mengasah kreativitas dan kapanilitasnya dalam mengajar. Hal ini dimaksudkan agar bisa membangkitkan niat belajar dari peserta didik. 

Bermacam metode dilakukan seperti memanfaatkan video-conference,google classroom,atau media lainnya  . Pemanfaatan media seperti foto dan video pun dilakukan sedemikian rupa agar menampilkan bahan ajar yang menarik dan mudahn dipahami. Namun, tidak semua menajar memiliki tanggungjawab yang sama. Banyak dari peserta didik yang juga mengeluhkan pengajar yang hanya memberikan modul pembelajaran tanpa diberikan penjelasan. Justru diberikan tugas.

Lalu, seberapa efektif model pembelajaran online ini berpengaruh bagi proses belajar para peserta didik atau mahasiswa? Dari fenomena yang terlihat, intensitas ketertarikan peserta didik dalam mengiku kuliah onlien sangat kecil. Bahkan, kebanyakan menciptakan kejenuhan dalam proses belajar. Beberapa pelajar merasakan kehilangan momen perjumpaan langsung dengan guru-gurufavorit. sama halnya tidak bertemu dengan teman-teman. Seperti tak ada yang dipelajari selama semester ini. Ini reaksi-reaksi spontan yang disampaikan pelajar terkait sistem belajar virtual online.

Tingkat ketertarikan plajar terhadap pembelajarandaring yang  terhitung sedikit mebuat pelaja sulit produktif sehingga memilih meninggalkan kelas. Padahal, kehadiran merupakan salah satu penilaian dari syarat kelulusan seorang pelajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun