Panjang sekali jika harus dirinci satu persatu tentang kisah sejarah Masjid Agung Semarang ini. Ada beberapa tahap setelah Awal Pendiriannya, yakni : Masa Kesultanan Mataram, Masa Penjajahan, Masa Kemerdekaan, hingga Badan Pengelolaan Masjid Agung Semarang. Terlampir susunan sejarah kepengurusan masjid berarsitektur traditional.
Tradisi DUGDERAN Menyambut Ramadan
Ada acara menarik selama bulan Sya'ban atau sebelum Ramadan yang diselenggarakan di Semarang, yakni Dugderan (Megengan). Saat tiba di Semarang pada pertengahan Maret 2023 saya sudah mengincar untuk hadir dalam acara puncak Dugderan. Namun sayangnya tanggal 21 Maret 2023 saya justru melewatkan acara yang juga dihadiri oleh Walikota Solo, Gibran! Saya hadir ke acara tersebut justru 20 Maret 2023 saat hujan membasahi tanah Semarang.
Acara Dugderan diadakan sejak tahun 1881 saat pemerintahan Kyai Raden Mas Tumenggung Purbaningrat (Bupati Semarang 1860 - 1887)karena kebiasaan masyarakat Semarang menggunakan rukyah dalam penetapan awal bulan Ramadhan. Kondisi geografis Semarang terbagi dalam 2 bagian, yaitu Semarang atas dan Semarang bawah. Supaya tidak terjadi perbedaan pendapat soal hasil rukyah. Bupati mengumpulkan Alim Ulama guna halaqoh (musyawarah) untuk tercapai keputusan bersama. Keputusan Alim Ulama tentang jatuhnya awal bulan Ramadan diumumkan oleh bupati kepada masyarakat yang telah datang dari berbagai pelosok daerah di Masjid Agung Semarang.Dengan berkumpulnya masyarakat juga tersebut hingga menimbulkan dampak positif ekonomi dan sosial. Banyak pedagang berjualan saat banyak masyarakat berkumpul di Aloon-aloon depan masjid, serta berbaur seluruh masyarakat dari berbagai etnis, baikpribumi (Jawa), Arab dan Cina. Perbauran ketiga etnis digambarkan berupa hewan rekaan bernama "Warak". Hewan ini merupakan perpaduan antara kambing Jawa, onta dan naga. "Warak" berasal dari bahasa Arab "Waro'a" yang berarti menjaga diri dari perbuatan yang syubhat. Seorang yang mencapai derajat "Waro'a" akan membawa manfaat bagi agama dan lingkungannya. Derajat "waro'a" disimbolkan dengan "ngendhog", maka jadilah "Warak Ngendhog".
Dalam perkembangannya banyak perubahan dalam pelaksanaan Dugderan di Masjid Agung Semarang dan Aloon Aloon, dan tahun 2023 perubahan-perubahan tersebut dikembalikan kembali oleh Wali Kota Semarang yang baru dilantik tahun ini!
Hevearita Gunaryanti Rahayu, Wali Kota Semarang bertindak sebagai Kanjeng Ratu Nimas Tumenggung Purbodiningrum dalam upacara Dugderan 2023.
" Tradisi dugderan sampun lumampah awit adeging kutha Semarang ingkang dipandegani Kanjeng Adipati RM Tumenggung Arya Purbaningrat warsa 1881. Wontenipun dugderan bilih pemerintah ulama lan warga mboten nglirwakaken tilaripun para leluhur (tradisi ini dimulai Tumenggung Arya Purbaningrat sejak berdirinya Kota Semarang 1881, dan bukti warga serta pemerintah tak melupakan ajaran leluhur)," tutur Wali Kota Semarang.
Wali Kota Semarang ini di sela acara Dugderan melakukan penandatangan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Wali Kota Solo, Gibran Rakabumingraka. MoU ini berkaitan kerjasama di bidang Pariwisata.
Oh ya, tahun 2023 Dugderan diawali dengan pawai dari Balai Kota Semarang, menuju sekitar Masjid Agung Semarang (Masjid Kauman), kemudian diteruskan menuju MAJT di Jalan Gajah Raya Semarang.
Tentunya kegiatan Dugderan yang diselenggarakan di kedua masjid agung ini dapat mendongkrak dunia pariwisata dan ekonomi kreatif masyarakat lokal Semarang khususnya dan Jawa Tengah umumnya. Jadi bukan hanya memakmurkan masjid, justru kegiatan masjid dapat membantu masyarakat sekitarnya lebih makmur. Insya Allah.
Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Masjid Agung Era Baru Jawa Tengah
Nah soal MAJT adalah Masjid Agung Jawa Tengah. Alhamdulillah saya melaksanakan sholat Isya dan Tarawih hari pertama di salah 1 masjid termegah di Indonesia ini.
Taraweh Pertama 1444 H sekaligus pertama kali saya sholat di Masjid Agung Jawa Tengah. Masjid Agung Jawa Tengah dirancang dalam gaya arsitektural campuran Jawa, Islam dan Romawi. Diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.
Area serambi Masjid Agung Jawa Tengah dilengkapi 6 payung raksasa otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi. Tinggi masing masing payung elektrik adalah 20 meter dengan diameter 14 meter. Payung elektrik dibuka setiap salat Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha.
Malam itu sholat Tarawih 23 rakaat, namun saya hanya melakukan 8 rokaat lantas melipir ke belakang untuk sholat witir
Seharinya  sholat Tarawih di sana membaca 1 juzz hingga genap 30 juzz dibacakan dalam bulan Ramadhan. Imam sholat saat saya sholat  bacaannya menyenangkan buat saya...mengaliiir dan tidak membuat "capek", bahkan tidak terasa panjangnya.
Arsiteknya memang megah dan indah, namun sayangnya penerangan pada tangga halaman atau undakan masjid tidak terang sehingga ini dapat membahayakan, khususnya orangtua, anak-anak dan disabilitas. Insya Allah ya pihak pengelola masjid lebih perhatian dengan memberi penerangan yang cukup di tangga masjid. Sepertinya di masjid ini tidak dinyalakan air conditioner saat sholat Tarawih sehingga kami sempat merasa kepanasan.
Saat saya dan sepupu berdiri di luar masjid, kami diberi makanan oleh seorang Muslimah yang sedang berbagi makanan. Tidak boleh ditolak dong, namun karena kami sudah kenyang maka makanan tersebut kami bagikan lagi ke orang lain yang kami kenal di Kota Lama Semarang.
Lokasi Masjid
Masjid Agung Jawa Tengah
Jl. Gajah Raya, Sambirejo
Kec. Gayamsari
Kota Semarang, Jawa Tengah 50166
Masjid Agung Kauman Semarang
Jl. Aloon-Aloon Bar. No.11, Bangunharjo
Kec. Semarang Tengah
Semarang
Jawa Tengah 50138
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H