Mohon tunggu...
Cerpen

Lorong-lorong Kesesatan

5 Februari 2018   22:16 Diperbarui: 5 Februari 2018   22:48 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Kicauan burung yang merdu menentramkan hati. Langit yang cerah akan tetapi matahari masih  enggan muncul. Orang-orang baru saja turun dari masjid selesai melakukan ibadah sholat subuh. Beda dengan lelaki tua ini dengan sibuknya bersiap-siap untuk pergi bekerja padahal masih pagi sekali. 

Sekalipun sudah renta umurnya dia tetap bersemangat mencari nafkah untuk keluarganya. Seorang tukang kebun di Sekolah Menengah Atas. Dengan kesehariannya berangkat petang sebelum para siswa datang. Masih pagi sudah bercucuran keringat dan tampak lesuh. Wajahnya yang menggambarkan kondisi fisiknya yang lelah. Dan suara nafasnya yang terisak-isak tak membuatnya bermalasan-malasan untuk bekerja. Sikap nakal siswa yang senang membuang sampah sembarangan tak membuat dia mengeluh unntuk membersihkannya.

Kondisi sekolah sudah ramai karena beberapa siswa sudah mulai berdatangan ke sekolah. Sesekali dia menatap siswa yang barus saja datang dengan berseragam rapi. Tatapan itu menandakan dia lagi memikirkan anaknya yang sedang berkuliah di kota orang. Rasa rindu ingin berjumpa dan memeluk anaknya yang jauh dari penglihatannya. Tidak ada orang tua yang bisa tenang jika anaknya jauh dari orangtuanya. Hirup pikuk kehidupan kota yang serba modern dan pemikiran manusianya yang mengikuti zaman. Tingkah laku kaum remajanya yang berada diluar batas kewajaran. 

Remaja nongkrong sampai dini hari adalah hal yang lumrah. Tak ada sekat  diantara laki-laki dan wanita. Tidak kaget bila wanita dimulutnya penuh dengan asap rokok layaknya laki-laki. Kehidupan yang jauh dari pantauan orang tua membuat mereka bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Anak yang tujuannya dari kampung adalah untuk mencari ilmu bisa berubah seiring kondisi lingkungan barunya. Bersantai dan terbahak-bahak menghabiskan uang kiriman dari orang tuanya. Tanpa berfikir orang tuanya telah banting tulang mencari biaya untuk kuliah.

"Arin bangun sudah siang, bukannya sekarang kamu ada kuliah?" Saras membangunkan Arin yang masih tergeletak di kasur tanpa respon. Arin memang susah untuk dibanguni karena tidurnya selalu jam tiga pagi. Akhir-akhir ini Arin sering tidak kuliah dan telat untuk berangkat kuliah. 

Pergaulan Arin yang sudah berada dibatas kewajaran. Dia lalai terhadap tanggung jawabnya dan tujuan dia pergi ke kota. Semasa tinggal di pondok pesantren Arin disiplin dengan waktu dan rajin. Namun saat ini dia berubah tiga ratus enam puluh derajat. Enam tahun hidup di pondok pesantren yang jauh dari pergaulan anak remaja. Arin seperti burung yang baru saja keluar dari sangkarnya. Yang baru saja terlahir menikmati kenikmatan dunia dan masa remajanya. Memasukkan anaknya di pondok pesantren adalah kebiasaan masyarakat pedesaan. Hal tersebut sudah menjadi tradisi turun temurun.

"Saras aku mau curhat, apa kamu sibuk?" Arin mendekati Saras yang berada di meja belajar".

"Nggak kok Rin, mau curhat masalah apa? Aku siap mendengarkan".

"Kamu tau kakak senior kita si kak Rio,?"

"Iya aku ngerti kak Rio, fakultas Ekonomi itu kan?"

"Iya benar, aku semalam jalan berdua dengannya dan ada hal yang membuatku kaget. Dia mengungkapkan perasaannya bahwa dia menyukai aku ras." Kata Arin dengan wajah yang sedang kasmaran.

"Setelah dia mengungkapkan perasaannya, apa dia mengajakmu pacaran."

"hmm..iya dia mengajakku berkomitmen dan aku menerimanya ras".

Saras dan Arin adalah dua orang yang sangat berbeda tingkah lakunya dan penampilannya. Saras mahasiswi hukum yang cerdas sudah banyak prestasi yang diraihnya. Tidak mengenal kata pacaran dalam hidupnya. Tujuan utamanya adalah mencari ilmu setinggi mungkin. Saras  sering mewakili kampus ke luar kota untuk ikut serta dalam lomba debat hukum atau karya tulis ilmiah. Saras dan Arin bersahabat sejak dipondok pesantren. Arin dan Saras sama-sama terlahir dari keluarga yang tidak kaya Arin adalah adalah seorang tukang kebun dan Saras anak seorang pegawai kantor pos. 

Mereka berdua bisa masuk dikampus favorit karena beasiswa . Arin sebenarnya anak yang cerdas dan rajin. Akan tetapi karena salah pergaulan Arin menjadi anak yang tidak mempunyai arah tujuan. Saras sebagai sahabat sudah sering memberi nasehat. Akan tetapi, Arin berteman dengan mereka yang pergaulannya bebas. Setiap hari pacarnya yang mengajak Arin jalan atau nongkrong sampai dini hari membuat Arin lupa diri. Arin jarang kuliah dan IPnya sudah tidak ada peningkatan. Seusai kuliah Arin di panggil Dekan fakultas. Arin ditegur karena dia sudah sering tidak masuk kuliah dan nilainya merosot. Arin seperti tertembak peluru dan jatuh dalam jurang yang jeram. Beasiswa yang dia dapatkan dicabut oleh kampus.

Dia tidak tahu lagi harus memperoleh biaya dari mana sedangkan orangtuanya tidak mungkin membiayai kuliah Arin. Gaji seorang tukang kebun hanya cukup untuk biaya adik-adiknya yang masih sekolah di Sekolah Menengah Pertama dan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Hilangnya beasiswa tidak membuat Arin berfikir positif dan merubah dirinya. Arin yang sudah terbiasa hidup bermewah-mewahan menggunakan uang beasiswa tidak pada tempatnya.sehingga Arin memilih jalan yang tidak pantas untuk dilakukan wanita berpendidikan.

Arin yang aku kenal sebagai wanita yang polos dan rajin. Belajar ilmu agama selama bertahun-tahun tidak bisa menjadi benteng untuk menjaga dirinya. Arin saat ini menjadi kupu-kupu malam yang hinggap di lekaki hidup belang. Hijab yang menutupi mahkotanya kini telah hilang. Pakaian yang biasanya panjang telah berganti serba mini. Wajah yang polos telah terlukiskan oleh make up yang minor. Seiring waktu berjalan aku dan Arin terpisah dia lebih memilih menjalankan hari-harinya bersama teman yang sejalan dengan Arin. Sahabat yang dulunya saling berbagi cerita, saat ini telah berlari mengejar nafsu birahi lelaki hidung belang. Orangtuanya yang dikampung tidak mengerti kelakuan anaknya yang berada dalam jalan kesesatan.

***

Teruntuk sahabatku

Saras...

Aku bukanlah teman yang pantas dikatakan teman. Aku adalah wanita yang bejat yang penuh dengan noda-noda hitam. Noda yang sudah terlanjur menjadi noda yang tak kan pernah bersih bila di hapuskan. Aku tau kamu sangat kecewa dengan tingkah bejatku dan meninggalkanmu demi ego dan gengsiku.

Mengacuhkan petuah-petuahmu. Teman yang selalu mengkhwatirkan ku bila aku kembali dini hari. Teman yang dengan sabarnya membuka pintu setiap aku pulang dini hari. Bangun dari tidurmu yang pulas demi menyambut kedatanganku. Sabar membangunkan ku waktu subuh. Saras teman seperjuanganku yang selama bertahun-tahun menemaniku. Terima kasih atas segala ketulusanmu dan pengorbananmu kepadaku. 

Takdirku saat ini tidak sebaik takdirmu. Aku mendengar kesuksesanmu yang kamu raih. Kamu telah berhasil menjadi wisudawati terbaik dan mendapat beasiswa untuk kuliah diluar negeri. Apakah kamu tidak ingin pulang ke kampungmu?. Kampung dimana kita dilahirkan dan yang menjadi saksi masa kecil kita yang teramat indah. Jika kamu pulang kunjungi aku. Aku harap kamu memaafkanku dan menerima aku sebagai sahabatmu lagi.

 Sahabat kecilmu

                                                                                                                                                                                                                                                Arin

***

Setelah aku diwisuda aku pulang ke kampungku. Kampung dimana aku dilahirkan. Udara sejuk yang tidak terkontaminasi oleh asap kendaraan dan pabrik. Masyarakat kampung yang begitu ramahnya menyambut kedatanganku. Sepuluh tahun yang lalu aku masih mengingatnya. Tidak ada yang berubah dari segala sisi. Gelak tawa seakan masih terdengar jelas ditelinga. Sepasang anak adam adan hawa berlari menyusuri petak-petak sawah.

Kenangan bersama Arin memanglah tidak diabadikan melalui camera tapi kenangan itu melekat dihati. Rasa rindu ingin bertemu orang tua dan adik-adikku pun tak tertahankan. Aku peluk mereka yang menandakan bahwa aku sangat merindukannya. Tangisan bangga dari wanita yang melahirkan ku. Akan tetapi ini bukan akhir dari segalanya aku masih mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan program masterku. Aku pulang tidak dengan waktu yang lama. Aku harus mengurusi segala yang di butuhkan untuk kuliah di luar negeri. Waktu yang singkat aku pergunakan untuk mengunjungi Arin sahabat kecilku.

"Assalamualiakum Arin". Aku mencoba memanggil Arin."

"Waalaikumsalam".Tampak wanita dengan berpakaian lusuh membuka pintu".

"Arin silakan masuk, kamu sekarang tampak lebih cantik dan dewasa". Arin memujiku"

"ah.. kamu bisa aja. Oh ya maaf aku tidak bisa membalas suratmu karena aku ingin langsung menemui disini. Aku tidak pernah sedikitpun membencimu. Dan kamu salah sampai detik ini aku adalah sahabatmu.".Dengan rasa rindu dan iba saras memeluknya dan dia menangis dalam pelukanku"

Badannya kurus dan seperti tidak terawat. Arin yang dulunya cantik dan selalu mempedulikan penampilan namun saat ini telah berubah. Arin saat ini terkena penyakit kanker ovarium yang menggerogoti badannya. Karena kekurangan biaya Arin dibiarkan dan hanya mengandal rumah sakit yang ada dikampung dengan biaya BJPS. Penyakit Arin mencapai stadium akhir. Arin hanya bisa menantikan keajaiban atau mukjizat yang mampu berubah keadaan Arin saat ini. 

Arin hanya bisa pasrah terhadap hukuman Allah dan lebih mendekatkan dirinya pada Pencipta-Nya. Allah memberikan hukuman tidak hanya diakhirat saja. Allah mempunyai skenario yang tidak dapat ditebak oleh akal pikiran kita. Sketsa- sketsa kehidupan Dialah yang melukiskan. Apa yang kamu tanam di masa lalu akan kamu nikmati hasilnya dimasa depan. Allah maha mengetahui apa yang kita lakukan didunia. Allah tidak akan merubah takdir suatu  kaumnya jika dia tidak mau berusaha merubahnya. Dunia memanglah jahat akan tetapi kita sebagai manusia yang berakal mampu melawannya. Kita yang mengendalikan dunia bukan dunia yang mengendalikan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun