Jaspers memberikan perhatian khusus pada " situasi batas ", seperti kehilangan, penderitaan, rasa bersalah, dan kefanaan. Semua hal tersebut membentuk pengalaman seseorang, namun pada saat yang sama mereka gagal berpikir rasional. Namun skeptisisme dan nihilisme hanya dapat diatasi dengan menyadari keberadaan dan bukan transendensi. Jaspers membedakan kebenaran ilmiah dari kebenaran eksistensial . Meskipun yang satu dapat dipahami secara intersubjektif, seseorang tidak dapat berbicara tentang pengetahuan tentang yang lain karena pengetahuan tersebut ditujukan pada objek-objek transenden (Tuhan, kebebasan).
Filosofinya dicirikan oleh pemahaman tentang individu sebagai makhluk bebas yang harus mengembangkan gagasan dan tindakannya sendiri dalam interaksi dengan orang lain . Berbeda dengan para ideolog yang mengklaim kebenaran mutlak atas filosofinya, Jaspers selalu berusaha mengambil sikap terbuka dan dialogis . Ia menekankan pentingnya pemikiran dan tindakan individu di dunia yang ditandai dengan perubahan dan ketidakpastian.
Situasi tersebut menjadi situasi ambang batas ketika menyadarkan subjek menjadi ada dengan menggoyahkan keberadaannya secara radikal. Asal usul pertanyaan tentang makna keberadaan dan pengetahuan dimulai pada titik di mana semua metode ilmiah dan rasional tidak lagi memberikan jawaban. Pendekatan Jasper sama sekali bukan sekadar spekulasi metafisik, melainkan menggambarkan pentingnya pengambilan keputusan dan tanggung jawab individu dalam kebebasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H