Jadi perilaku kita bukanlah reaksi otomatis terhadap rangsangan lingkungan. Perilaku kita bergantung pada filter mental dan psikis internal yang dengannya kita menafsirkan realitas dan bereaksi terhadapnya. Kita tidak bereaksi terhadap kenyataan tetapi terhadap apa yang kita tafsirkan sebagai kenyataan.
Manusia merupakan entitas bio-psiko-sosial-budaya-spiritual. Semua faktor dalam seluruh dimensi keberadaan manusia secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perilaku. Dalam konseling pastoral kita perlu memperhitungkan sejauh mana faktor-faktor dari setiap dimensi menentukan kepribadian dan mempengaruhi dinamika kebebasan. Kita tidak dapat memahami lawan bicara kita jika kita tidak mengetahui bidang eksistensial dan spiritual di mana ia bergerak.
Kehendak bebas sebagai kemungkinan untuk melaksanakan kebebasan adalah kemampuan untuk mengatur kondisi yang mengikat kebebasan. Manusia bebas sepanjang ia mempunyai kemampuan untuk mengkoordinasikan faktor-faktor di seluruh dimensi keberadaannya. Ringkasnya, kita dapat menyebutkan tiga dimensi dasar yang menjadi ciri kepribadian manusia dan menentukan penafsiran realitas, perilaku, dan kebebasan memilih.
Pertama Dimensi biologis Somatotipe, daya tahan, kecenderungan turun-temurun, impuls naluriah, kemungkinan kelainan atau penyakit, bio-fisiologi otak dan fungsi hormonal; kedua Dimensi psikologis; Keseimbangan, rasa tidak aman, pengendalian diri, relaksasi, ketenangan, kecemasan, ledakan, kepekaan, introversi, keterampilan komunikasi, harapan, pengalaman traumatis, kecerdasan, keyakinan, dan ketiga  Dimensi spiritual.  Variabel spiritual yang menentukan persepsi dan perilaku terbentuk berdasarkan hubungan pribadi dengan Tuhan dan inklusi dalam tubuh yakni Rahmat Tuhan.
Variabel-variabel tersebut misalnya: keimanan, ketaatan pada kehendak Ilahi, cinta kasih, kerendahan hati, kasih Ilahi, pengorbanan, pelayanan. Manusia spiritual selalu berhubungan dengan realitas melalui filter dimensi spiritual. Dipersenjatai dengan trauma hubungan pribadi yang penuh doa dengan Tuhan, dia menjalani segala sesuatu melalui prisma hubungan pribadinya dengan Tuhan. Perilakunya terbentuk bukan sebagai respons terhadap tantangan dunia, melainkan sebagai persetujuan terhadap undangan Tuhan. Segala yang dia lakukan, dia lakukan dengan pertolongan Tuhan, demi Tuhan (Ingsun iki Allah).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H