Perhatian utama dalam karya Saussure adalah perbedaan antara apa yang disebutnya langue dan parole . Padahal, gagasan perbedaan merupakan inti model linguistik Saussure.
Saussure membedakan bahasa sebagai sistem penandaan (dikenal sebagai langue) dari contoh-contoh ujaran individual (disebut parole).
Sederhananya, langue mengacu pada sistem bahasa itu sendiri, termasuk kosa kata dan aturan tata bahasa dan sintaksisnya, sedangkan parole mengacu pada ucapan, ucapan verbal atau non-verbal dari seorang anggota komunitas tutur.
Sebuah "sistem penanda" adalah seperangkat unit dan aturan yang menyampaikan makna, seperti bahasa tertua dalam sejarah manusia, kode komputer, dan rambu lalu lintas.
Teori Saussure mendekati bahasa dari dua perspektif berbeda: bahasa sebagai sistem tanda, tetapi  sebagai pengalaman sosial dan produk kolektif dari komunitas tutur tertentu.
Spesialisasi Saussure adalah semiologi , yang didefinisikan sebagai studi tentang tanda dan fungsinya dalam masyarakat.
Sign {"Tanda"}; konsep kombinasi citra bunyi, apa yang dilihat /dipahami manusia
Signifier (YANG MENANDAI_ "Penanda")_ Bagaimana manusia memahami Tanda
Signified (YANG DITANDAI_"Petanda")_ Konsep, Tanda tersebut manusia  dapat dimakni sebagai apa
Tanda merupakan satuan dasar makna . Ia terdiri dari dua bagian, "penanda" dan "petanda". Penandanya berupa gambaran suara (verbal atau nonverbal), seperti kata "pohon" atau rambu lalu lintas . Petanda adalah konsep atau obyek nyata yang dirujuk oleh penanda .
Meskipun istilah semiotika dan semiologi digunakan secara bergantian saat ini, perbedaan antara keduanya sangat mencolok. Semiotika mengacu pada ilmu tentang tanda yang dibela oleh filsuf Amerika Charles Sanders Peirce (1839/1914). Semiotika Peirce berfokus pada fungsi tanda dalam representasi objek eksternal.
Saussure lebih tertarik pada perbedaan. Dalam semiologi Saussurean, tanda tidak sekadar mengacu pada suatu objek atau konsep. tidak mewakili hubungan mimesis antara sebuah kata dan apa yang dirujuknya. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan intrinsik atau hubungan alamiah antara kata dan konsep yang diwakilinya. Ini menjelaskan mengapa bahasa yang berbeda menggunakan kata yang berbeda untuk hal yang sama.
Pikirkan tentang kata "anjing". Meski kata itu langsung terlintas di benak kita gambaran seekor binatang berbulu berkaki empat, bukankah itu sebenarnya karena kita sudah berkali-kali mengasosiasikan hal itu di benak kita?
Hubungan antara penanda dan petanda, betapa pun acaknya, tidaklah tetap, bebas atau berubah. Asosiasi ini ditentukan oleh konvensi dan penggunaan jangka panjang. Yang lebih penting lagi, agar suatu bahasa dapat berfungsi, penggunanya harus mematuhi konvensi tersebut.