Gerakan anti perbudakan tidak dimulai oleh tindakan politisi, ilmuwan, pemerintah, atau ateis yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Kenyataannya, gerakan anti-perbudakan (abolisionis) di Inggris pada akhir abad ke-18, yang sebagian besar terdiri dari kelompok agama Kristen,lah yang memprakarsai pelarangan perbudakan. Di Amerika Utara, gerakan abolisionis  bermula dari orang-orang yang bermotivasi agama Kristen. Dalam argumen ini, Bertram Wyatt-Brown menyatakan:
Selama tahun 1830-an, mayoritas penganut abolisionis adalah umat paroki kulit putih di utara dan pendeta mereka  Cara konversi ke abolisionisme identik dengan gaya ibadah kebangkitan. Prosesnya dimulai dengan keyakinan awal orang yang bertobat atas dosa pribadinya karena mendukung perbudakan, diikuti dengan ekspresi pertobatan yang tulus dan janji untuk mengikuti perintah ilahi  semua manusia adalah setara di mata Tuhan.
Sejarah dua puluh abad terakhir mengajarkan kita  orang-orang yang diilhami oleh nilai-nilai kekristenan berbuat banyak untuk membantu orang-orang miskin, lemah, terhina, budak, anak yatim, janda dan untuk mengakhiri perbudakan, penelantaran anak-anak dan anak-anak. pembunuhan anak. Nilai-nilai Kristiani ini didasarkan pada prinsip alkitabiah  semua manusia adalah putra dan putri Tuhan, kita semua bersaudara.