Menurut filosof asal Jerman itu, agama bukan sekadar kesengsaraan hidup manusia yang sesungguhnya, melainkan bentuk protes terhadapnya, seolah-olah agama ditopang oleh kesengsaraan dunia dan kenyataan yang menyiksa manusia. Marx dengan ungkapannya mengajak untuk meninggalkan agama, janjinya akan kehidupan ilusi dan dunia yang lebih baik setelah kehidupan yang menyedihkan ini.
Sang filsuf secara implisit mengakui masyarakat beralih ke spiritualitas untuk memberi makna pada kehidupan , untuk memandu langkah mereka; sehingga hal ini memberi mereka keyakinan  penderitaan tidak dapat diperbaiki dan hanya sementara, dan  dengan menolaknya, hidup mereka akan dibalas dengan kehidupan kekal.
Bagi para filsuf, penolakan terhadap agama adalah hal yang ideal; karena ia menuntun manusia kepada kehidupan yang sebenarnya , tanpa penundaan, dan ia akan menuntunnya kepada kehidupan tanpa ketundukan dari para penindasnya, yaitu oleh kelas penguasa, para pemilik alat-alat produksi dan para ulama.
Agama dengan tegas menyangkalnya, karena agama memunculkan dunia khayalan, penuh ilusi dan janji kehidupan yang lebih baik, tanpa rasa sakit atau penderitaan apa pun.
Bagi para pemikir , Agama adalah sistem yang membius kepedihan dan kesengsaraan sistem sosial yang menindas mayoritas, hanya mengistimewakan segelintir orang saja.
Dengan demikian, kehidupan ini dapat ditanggung berkat janji yang menindas manusia, yang membutakannya dan membuatnya menerima tatanan sosial di mana kita hidup sebagai hal yang perlu dan tidak dapat diperbaiki, tidak mungkin diubah, karena itulah kehendak Tuhan; menindas kemungkinan memimpikan dunia yang adil dan egaliter.
Dengan kata lain: agama merupakan wacana yang melegitimasi ketidakadilan sosial. Kemudian opium digunakan, karena merupakan unsur yang berfungsi sebagai obat bius melawan rasa sakit; sebuah elemen yang membutakan, membatasi pemikiran dan menghalangi menghadapi kenyataan.
Metafora ini berfungsi sebagai elemen untuk tidak melihat lebih jauh dari dunia ilusi yang disarankan oleh agama, dengan ancaman hukuman abadi jika memberontak dan janji kedamaian dan kehidupan abadi jika menjalani kehidupan spiritual. Ungkapan "Agama adalah candu masyarakat" adalah obat untuk menenangkan penderitaan manusia dan mendorong masyarakat untuk melawan tatanan yang dibangun oleh kelas penguasa, mereka yang mendominasi dan menimbulkan penderitaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H