Masalah dengan filsafat budaya terletak pada ambiguitasnya. Berkenaan dengan zaman filsafat yang anti-metafisik, masalah persepsi tentang realitas yang secara tradisional metafisik menjadi topikal lagi dengan munculnya konsep budaya. Pada saat yang sama, dengan berkembangnya konsep budaya, "pasangan oposisi struktural alam dan budaya terbentuk.
Jika meminjam Ernst Cassirer maka Sesajen di satu sisi, dapat dimasukkan dalam kategori filsafat budaya dapat dipahami dalam arti menentukan area subjek yang ditentukan, budaya, dan dengan demikian ilmu budaya "berlaku sebagai teori ilmiah khusus untuk studi dunia budaya". Sesajen  dapat juga dilihat sebagai momen sentral filsafat  sebagai "pencapaian tertinggi dan gerakan budaya" umum manusia.Â
Dari sudut pandang ini Sesajen diakitakn dengan filsafat budaya akan mencakup semua kemungkinan makna sistem simbol. Namun, pada saat yang sama, seperti yang telah disebutkan, definisi yang tepat tentang manusia dan konsepnya tentang realitas harus diasumsikan. "Karena apa pun dunia atau realitasnya, sejauh manusia membicarakannya dan membahasnya, itu adalah dunia yang dibentuk oleh manusia dalam satu atau lain cara.
Pada teks  berjudul The Object of Cultural Studies, Cassirer menguraikan konsepnya tentang budaya dengan membandingkannya dengan alam dan metode ilmiah dan menyatakannya sebagai tugas baru bagi filsafat. Dua tahun kemudian karya lain,  diterbitkan, dengan subjudul Pengantar Filsafat Budaya. Ini berisi presentasi ilmiah populer dan penjelasan tentang pandangannya, yang sebelumnya dikembangkan Cassirer dalam filsafat bentuk simbolik.Â
Maka Sesajen  jika meminjam pemikiran Cassirer  adalah wujud  hakikat manusia sebagai animalsymicum dan perkembangan kebudayaan manusia dari bentuk-bentuk simbolik.
Sesajen dapat didefinisikan sebagai bentuk Ritual selalu memainkan peran sentral dalam koeksistensi sosial. Pertama, mereka menemukan penerapannya dalam pendekatan non-filosofis, seperti pendekatan yang berorientasi pada bahasa dan sosiologis. Filsafat memahami ritual jauh kemudian, dengan giliran performatif. Sesajen menjadi bagian penting dari filosofi budaya khususnya di Indonesia pada sub-area pusat pengamatan budaya performatif.Â
Mengingat fakta Sesajen sebagai  ritual memainkan peran penting dalam filsafat budaya, muncul pertanyaan tentang sebab dan hubungannya. Pemikir yang bisa dipakai untuk memahami Sesajen sebagai  ritual misalnya  Sesajen sebagai  ritual, dan sistem Simbol dengan meminjam Pemikiran: Ernst Cassirer, Clifford Geertz, Emile Durkheim, Victor Turner, John L. Austin,  Pierre Bourdieu,  Sigmund Freud, M. Douglas.
Untuk menjawab pertanyaan tentang makna Sesajen sebagai  ritual dan kontribusinya terhadap pandangan performatif budaya, istilah "ritual" pertama-tama Harus didefinisikan. Dalam prosesnya, Sesajen sebagai  ritual dimana masalah konsep ritual ditonjolkan, karena pandangan tentang apa yang harus dipahami oleh sebuah ritual telah berubah secara signifikan dari waktu ke waktu.Â
Selain itu, karakteristik Sesajen sebagai  ritual didefinisikan yang membentuk dalam fitur dasarnya. Kemudian dilanjutkan dengan analisis kekuatan performatif ritual dan fungsi ritual berdasarkan pendekatan filosofis yang dipilih.Â
Penjelasan Austin dan Bourdieu serta pendekatan fungsionalis dasar Durkheim dan Turner umumnya dipakai kaum Akademisi  untuk menentukan kekuatan performatif ritual dan fungsinya. Sesajen sebagai  pengetahuan yang diperoleh akhirnya dirangkum dalam suatu kesimpulan dan dirumuskan sebagai jawaban ringkas atas pertanyaan-pertanyaan awal.
Definisi yang tepat dari istilah Sesajen sebagai  ritual adalah sulit dan memiliki Dasa Nama, karena pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan ritual telah berubah dan berkembang dari waktu ke waktu.
 Istilah Sesajen sebagai  ritual sering terlihat berhubungan erat dengan istilah-istilah seperti "upacara", "permainan pertunjukan seni", "olahraga", "festival", "adat", "adat" dan "rutin". Beberapa digunakan secara bergantian, yang lain dibedakan. Namun, tidak ada regulasi yang seragam. Selain itu, ada istilah seperti "kultus" dan "ritus",  dapat digunakan baik sebagai istilah umum maupun sebagai sub-istilah dari " Sesajen sebagai  ritual". Â
Sesajen sebagai  ritual yang bersifat Ambiguitas ini  tercermin dalam tipologi ritual. Sesajen sebagai  ritual bisa dimaknai sebagai wujud ritual peralihan, ritual kurban, magis, ritual penyembuhan, persembahan,  ritual sehari-hari, ritual politik, ritual tari dan masih banyak lagi. Selain itu, dan ini mungkin mewakili masalah definisi yang jauh lebih mendasar, ada banyak sekali manifestasi ritual yang sering kali spesifik dalam sistem budaya didunia.Â
Definisi umum Sesajen sebagai  ritual dalam leksikon mendefinisikan ritual sebagai "perilaku yang mengikuti aturan dan dipraktikkan atau dipraktikkan secara tidak sadar pada hewan dan manusia. Sementara ritual adalah bagian dari perilaku (ritualisasi) hewan yang dikendalikan oleh naluri, ritual manusia tunduk pada pengaruh budaya, yang hanya mengikat di wilayah budaya masing-masing.