Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pajak Pulsa dan Perilaku Terencana

2 Februari 2021   16:05 Diperbarui: 2 Februari 2021   16:08 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pajak Pulsa, Paradoks pada Tax Ratio, Tax Compliance

Sekalipun Menteri keuangan mengeluarkan PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, pada 22 Januari 2021 dalam rangka meningkatkan penerimaan Negara dari pajak sudah dikeluarkan, pertanyaannya apakah bisa sukses dalam rangka mengatasi  perilaku Penghindaran  pajak (Tax Avoidance)? ;

Saya menduga pada banyak riset dan kajian bahwa Tax Avoidance banyak terjadi, dan selalu dilakukan oleh para WP atau Wajib Paja dengan berbagai macam cara atau dalam teori sebagaimana pemikiran Theory of Planned Behavior  Icek Ajzen (1985) atau teori perilaku terencana. 

Meskipun tindakan seperti ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang atau ketentuan hukum yang berlaku, karena dianggap praktik-praktik yang berhubungan dengan Tax Avoidance lebih kepada pemanfaatan celah-celah dalam Undang-Undang Perpajakan yang ada di Negara tempat berkedudukan badan usaha itu.  

PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, ada ide bagus dan patut didukung, tetapi secara umum berdasarkan data Data Penerimaan Pajak (Triliun Rupiah selama 2014-2019 ada gap besar antara "target vs realisasi";

Pada data 2014-2019 selalu terjadi realisasi penerimaan pajak lebih kecil dibandingkan target, itulah penyebab mengapa PMK Nomor 6 /PMK.03/2021 muncul. Tetapi apakah PMK Nomor 6 /PMK.03/2021 juga mengalami hal yang sama yakni terjadinya realisasi penerimaan lebih kecil dibandingkan target?

Penghindaran  pajak (Tax Avoidance) yang saya maksud adalah, pada 10% (sepuluh persen) untuk Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer (lihat PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, pasal Pasal 2 (Objek Pajak)-;

Indonesia dikaitkan dengan perilaku Penghindaran  pajak (Tax Avoidance) dipahami secara  tax ratio masih kecil dan tax compliance belum memenuhi target yang ditetapkan. Para  wajib pajak yang belum membayar kewajiban perpajakannya dan adanya wajib pajak yang membayar pajak lebih kecil nilainya dari yang seharusnya dibayar. Berikut gambaran tax ratio dan tax compliance tahun 2014-2019.

Sumber data Dirjen Pajak Kementerian Keuangan di oleh kembali (2020)
Sumber data Dirjen Pajak Kementerian Keuangan di oleh kembali (2020)
Meskipun PMK Nomor 6 /PMK.03/2021 adalah kewajiban pada negara, saya rasa perlawanan berpotensi terus dilakukan. Perlawanan disini bisa dibedakan menjadi perlawanan pasif dan aktif. Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi, sedangkan perlawanan aktif adalah semua usaha dan perbuatan secara langsung ditujukan kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan menghindari pajak.

Praktek wajib pajak dalam penghindaran pajak seperti melaksanakan pinjaman dalam jumlah yang besar agar biaya bunga pinjaman menjadi lebih besar padahal pinjaman tersebut tidak digunakan untuk menambah modal kerja untuk meningkatkan penjualan, pemberian tunjangan kepada karyawan dalam bentuk natura,meskipuntunjangan tersebut merupakan penghasilan bagi karyawannya tetapi dapat biayakan untuk mengurangi penghasilan.

PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, mungkin bisa diakali oleh Wajib pajak badan usaha berusaha memanfatkan peraturan pemerintah Nomor 23 tahun 2018 dengan cara memecah--mecah peredaran usaha untuk memanfaatkan PPh Final dengan tarif 0,5% dari peredaran usaha yang masih dibawah 4,8 Miliar. 

Bagi wajib pajak luar negeri dalam melakukan penghidaran pajak biasanya dilakukan dengan cara transfer pricing yaitu mengalihkan keuntungan dari kegiatan usahanya di dalam negeri (Indonesia) ke negara --negara yang menerapkan tarif pajak lebih rendah dari Indonesia (tax heaven country) atau memanfaatkan secara tidak benar perjanjian penghindaran pajak berganda /P3B (Tax treaty) seperti menimbulkan biaya--biaya royalti, merk dan sejenisnya ke negara--negara yang hak atas pemajakan untuk transaski--transaksi tersebut berada dinegara--Negara tersebut sehingga tidakdikenakan PPh Pasal 26 padahal tidak ada eksistensi biaya tersebut dalam kegiatannya;

PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, dikaitakn dengan praktik bisnis, umumnya pengusaha mengidentikkan pembayaran pajak sebagai beban sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka manajer wajib menekan biaya seoptimal mungkin. 

Demikian pula dengan kewajiban membayar pajak, karena biaya pajak akan menurunkan laba setelah pajak (after tax profit), tingkat pengembalian (rate of return), dan arus kas (cash flows). Upaya dalam melakukan penghematan pajak (tax saving) secara legal dapat dilakukan melalui perencanaan pajak.

PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, bisa memiliki implikasi pada upaya perencanaan pajak (tax planning) atau Theory of Planned Behavior  Icek Ajzen (1985) atau teori perilaku terencana dilakukan untuk merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat undang-undang, maka perencanaan pajak di sini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis keduanya; untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return). Indikasi adanya tax avoidance terlihat dari tidak pernah tercapainya target penerimaan pajak dalam 6 tahun terakhir sejak tahun 2014 sampai 2019 seperti ditunjukan pada tabel 2 ini;

Apakah PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, untuk Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer (memiliki implikasi kesuksesan penerimaan pajak bagi Negara, atau justru mengalami paradoks antara kepatuhan wajib pajak, dan penghindaran pajak, biarlah waktu yang menjawabnya?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun