Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pajak Pulsa dan Perilaku Terencana

2 Februari 2021   16:05 Diperbarui: 2 Februari 2021   16:08 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi wajib pajak luar negeri dalam melakukan penghidaran pajak biasanya dilakukan dengan cara transfer pricing yaitu mengalihkan keuntungan dari kegiatan usahanya di dalam negeri (Indonesia) ke negara --negara yang menerapkan tarif pajak lebih rendah dari Indonesia (tax heaven country) atau memanfaatkan secara tidak benar perjanjian penghindaran pajak berganda /P3B (Tax treaty) seperti menimbulkan biaya--biaya royalti, merk dan sejenisnya ke negara--negara yang hak atas pemajakan untuk transaski--transaksi tersebut berada dinegara--Negara tersebut sehingga tidakdikenakan PPh Pasal 26 padahal tidak ada eksistensi biaya tersebut dalam kegiatannya;

PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, dikaitakn dengan praktik bisnis, umumnya pengusaha mengidentikkan pembayaran pajak sebagai beban sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka manajer wajib menekan biaya seoptimal mungkin. 

Demikian pula dengan kewajiban membayar pajak, karena biaya pajak akan menurunkan laba setelah pajak (after tax profit), tingkat pengembalian (rate of return), dan arus kas (cash flows). Upaya dalam melakukan penghematan pajak (tax saving) secara legal dapat dilakukan melalui perencanaan pajak.

PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, bisa memiliki implikasi pada upaya perencanaan pajak (tax planning) atau Theory of Planned Behavior  Icek Ajzen (1985) atau teori perilaku terencana dilakukan untuk merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat undang-undang, maka perencanaan pajak di sini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis keduanya; untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return). Indikasi adanya tax avoidance terlihat dari tidak pernah tercapainya target penerimaan pajak dalam 6 tahun terakhir sejak tahun 2014 sampai 2019 seperti ditunjukan pada tabel 2 ini;

Apakah PMK Nomor 6 /PMK.03/2021, untuk Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer (memiliki implikasi kesuksesan penerimaan pajak bagi Negara, atau justru mengalami paradoks antara kepatuhan wajib pajak, dan penghindaran pajak, biarlah waktu yang menjawabnya?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun