Sang  Penjaga Tatanan Jenderal TNI Luhut Binsar Pandjaitan
Jenderal TNI Luhut Binsar Pandjaitan, M.P.A. adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Kabinet Kerja pada Juli 2016 dan dipilih kembali pada masa Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf Amin periode 2019-2024 sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia; Posisi lain sebelum jabatan tersebut dalam jabatan militer pak Luhut sangat banyak. Jabatan penting  adalah Duta Besar Indonesia untuk Singapura 1999--2000; Menteri Perindustrian dan Perdagangan Indonesia 2000-2001; Kepala Staf Kepresidenan Indonesia 2014-2015; Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia 2015-2016.
Jenderal TNI Luhut Binsar Pandjaitan sering dijuluki media sebagai "Menteri Segala Urusan", atau katakanlah sebagai tangan kanan bapak Presiden Jokowi, atau jika diera bapak Presiden ke 2 Soeharto disamakan dengan mantan mensesneg Moerdiono, "mendapat julukan RI satu setengah", dimana semua orang yang menghadap presiden Soeharo selalu melalui tangan Pak Moerdiono. Mungkin juga Jenderal TNI Luhut Binsar Pandjaitan julukan yang sama seperti era pak Pak Moerdiono.
Pertanyaannya saya adalah mengapa Jenderal Purn TNI Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) Sang  Penjaga Tatanan?; dalam beberapa tulisan Koran, tayangan di youtube, atau tayangan media TV, kuliah umum di ITB,  sampai Cokro TV;  saya memiliki kesan mengapa pak Luhut Binsar Pandjaitan (LBP)  diberikan julukan "Sang  Penjaga Tatanan";
Pertama (1) latar belakang LBP sebagai mantan tentara (TNI) masa tugas (1970-1999) dipastikan melekat pada apa yang disebut pola kerja sesuai dengan "system". Kita mengetahui semua pendidikan milter dunia adalah membentuk pola kerja, gaya hidup, untuk pembentukan diri dalam sebuah "system"; kepatuhan pada system ini membuat TNI secara umum lebih displin, dibandingkan Sipil, sebagai kelebihan yang dimiliki mereka. Pak (LBP) ada dalam tatanan itu.Â
Hal ini dapat dilihat pada era kejayaan TNI pada masa lalu yang tentu memiliki implikasi pada diri beliau. Sebagai mantan tentara di Kopassus, pak LBP memiliki cara "atur diri" yang pas dan cocok, entah sebagai pimpinan, sebagai bawahan, sesama kolega, atau didalam budaya Jawa, pak LBP memiliki sikap mental "papan, empan, andepan".  Sikap mental inilah saya rasa memungkinkan beliau memiliki kecocokan mental dengan bapak Presiden Jokowi; kita dapat melihat sikap gerak badan/gesture  di TV waktu pak LBP bertemu presiden, ada sikap batin hormat dan patuh pada pimpinan;
Kedua (2) Bapak Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), memiliki keunggulan diri dan ini saya rasa penting. Apa itu?. Pak LBP selalu berdialog dengan siapapun, dan sikap menghargai martabat manusia dan orang lain dengan baik. Tetapi kunci pak Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) adalah berbicara pakai "data" dan fakta empiric".Â
Saya rasa inilaha keunggulan pak Luhut, dan cocok dengan sikap seorang negarawan, menurut Platon. Bahwa berbicara tanpa data adalah sama dengan kebohongan. Â Pak Luhut unggul dalam argumentasi dengan memegang "data dan fakta". Sikap seperti ini lah tidak mengherankan karena pembisaan pola pikir, dan pengalaman beliau selama di TNI professional adalah "menyusun strategi", ditambah pengalaman beliau dibidang enterprenursihip.
 Keunggulan pola pikir seperti ini adalah bisa mematikan lawan politik atau lawan bicara yang hanya mengandalkan "retorika". Pola kerja berpikir strategis, dan terstuktur ini memungkinkan diri yang dimiliki pak Luhut menjadi orang yang tidak berperilaku 'subjektif" tetapi "objektif". Sikap Objektif ini tentu sangat diperlukan dalam era modern sekarang ini, tanpa membedakan asal usul, status sosial, dan sentiment lainnya. Arti Sikap Objektif adalah bersifat determenisme (sebab akibat), maka "berbicaralah pakai data dan fakta empirik, diluar itu maka anda dianggap berbohong. Maka data dan fakta empiric adalah kebenaran itu sendiri, didalammnya ada matematis logis, yang tervaliadasi dengan fakta;
Saya rasa mental Pak Luhut mengutamakan "Sikap Objektif" ini memungkinkan beliau bisa menjelajah melobi para pelaku bisnis nasional, Â internasional dari berbagai kawasan dunia untuk mengembangkan rasionalitas iklim investasi di Indonesia. Tradisi dunia kekinian modern berada pada budaya "Sikap Objektif" memungkinkan pak Luhut dapat diterima dalam lobi politik ekonomi luar negeri;
Ke (3) Pak Bapak Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), memiliki sikap mental yang umum dimiliki pada semua pendidikan di Eropa atau luar negeri. Saya menduga ada kemungkinan besar pak LBP dimasa pendidikan awal karir beliau, misalnya {(Royal Army Special Air Service (SAS), Britania Raya (1981), Â Shooting & Anti-Terror Instructor Training, Jerman Barat (1981)}, dan pendidikan Luar negeri lain; menghasilkan mental utama "displin". Sebagimana pendidikan umum di Eropa dan Amerika apalagi Pendidikan "Army" maka sesuatu yang bersifat mutlak adalah "Disiplin".Â
Apa itu disiplin? Secara umum disiplin dalam artian "tepat waktu" (misal "dalam perang bertempur telat waktu, dan salah startegi berakibat adalah kematian pasukan atau kekalahan"), Disini tidak hanya artian "tepat waktu" sempit tetapi penuh pertimbangan rasional, banyak sudut pandang, serta hasilnya adalah keutamaan tindakan etis bermoral. Kongkritnya sikap itu harus satu jalur antara batin, ucapan, dan tindakan; maka semua kata direpleksikan terukur, terkendali, dan tidak menyalahi norma "papan, empan, andepan".Â
Ke (4) Pak Bapak Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), memiliki sikap mental "mau belajar" secara terus menerus dengan orang lain. Inilah keunggulan pak LBP, sikap mental "mau belajar dengan akhli; entah itu bidang ekonomi, investasi, kelautan, moneter fiscal, teknologi, sampai ilmu farmakologi. Sikap seperti ini kadang jarang dimiliki mereka yang secara umum pada posisi mapan, dan memiliki kekuasaan, tetapi tidak bagi pak LBP.Â
Sikap mau belajar dengan akhlinya ini memungkinkan Pak LBP, seperti  apa yang dikatakan oleh filsuf besar Jerman abad ini Hans Georg Gadamer: (1) memungkinkan peleburan fusi horizon (mengkombinasikan semua sudut pandang) yang berbeda-beda dalam satu kesatuan berpikir bertindak secara utuh dan tidak tercerai berai; (2) menghasilkan sikap "wisdom" dalam artian perluasan sudut pandang, dan batas ruang yang masih  mungkin pada objektivitas dan rasionalias manusia; pak LBP  adalah contoh manusia Indonesia yang berbakti pada NKRI dalam hidupnya penuh rasionalitas, harga diri dan selalu menjaga tatanan.
Terlepas dari kritik berbagai pihak dan itu wajar dalam Negara demokrasi, pada akhirnya saya meminjam apa yang dikatakan dalam dikatakan filafat Plato atau Platon, dalam buku The Republic, bahwa Jenderal Purn TNI Luhut Binsar Pandjaitan (LBP),  mampu mengikuti "proses turun naik gua"; untuk  dapat menanjak, dan kembali ke dalam gua untuk memberikan pencerahan dalam komunitas, masyarakat, negara.Â
Platon pada buku Republic kemudian menggambarkan Filsuf Alamiah (philosophos phusis) melalui jalur pendidikan ["Paideia"] sehingga membuka bisa "mata jiwa", dan membalikkan pengetahuan untuk mencintai (philein) dan kebijaksanaan (sophia) dan kemudian mampu menegakkan (mengatur) wilayah res publica (tatanan) secara adil dan mengemban tugas utama sebagai pendidik warga negara atau negarawan (kalos kagathos). Sekian dan terima kasih__
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H