Sayang sekali kajian pemerintah atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) seperti ini tidak diperhatikan secara sungguh sungguh [aspek metafisik] tradisi.
Luar bisa indah kata-kata itu. Tetapi apapun dunia ini selalu ada paradoksnya. Saya tidak tahu apakah pemahaman itu mentah, atau terlalu matang sehingga ada kata-kata para punggawa Negara seperti itu.Â
Baca juga:Â Paradoks Pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia [3]
Saya membayangkan jika para punggawa Negara paham secara benar tentang hakekat kemajuan atau Progress mesti memahami kisah Homer's Odyssey dalam perjalanan pulang ke Ithaca, berkembang dalam pemikiran Hegel, Karl Max, dan Darwinisme Sosial, maka sesungguhnya sebuah kemajuan dipastikan menghasilkan {Alienasi].Â
Alienasi adalah semacam diri tidak menjadi diri sendiri, terkungkung dalam struktur dan diperbudak oleh kemajuan itu sendiri. Jadi kemajuan yang disebut punggawa Negara itu tidak cukup rasional.Â
Kemajuan akan membunuh manusia itu sendiri, pada akhirnya demikian dalam kajian Mazhab Frankfurt ini antara lain Theodor Adorno, Walter Benjamin. Saya tidak tahu, apakah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memahami teori social masyarakat dan progress.
Bagimana dampak pemindahan ASN, TNI, Polri, hampir 1 juta lebih mendadak transmigrasi, atau dampak alienasi lahan [wangsa tanah air] secara permanen berubah fungsi  mencapai 300.000 hektar tersebut. Apakah sudah ada antisipasi dini [early warnings] system yang dibangun?atau apakah ada restu secara alam metafisik dalam tradisi sejarah kebudayaan dan kearifan local dalam kondisi ini.
Baca juga:Â Paradoks Pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia [4]
Contoh alienasi diri adalah investasi kepala sawit di Kalimantan atau khususnya Kalteng Barito Timur, misalnya lahan karet kebun dan ladang menjadi kelapa sawit. Maka sekarang penduduk Dayak tidak memiliki tanah air lagi, dan bekerja sebagai kuli kebon milik orang lain atau investor. Â
Alinenasi ini dapat menimbulkan konflik social masa depan dan membahayakan kemajuan yang dimaksud oleh para punggawa Negara pada gagasan awal. Alienasi tanah airi pada suku bangsa Indonesia keseluruhan, dan alienasi manusia khususnya penghuni  asli Kalimantan. Â