Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Paradoks Pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia [2]

2 Agustus 2019   20:11 Diperbarui: 3 Agustus 2019   15:04 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi - Warga menyalakan kembang api saat malam pergantian tahun baru di kawasan Monas, Jakarta, Selasa (1/1/2019). (ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY)

Saya berharap para punggawa Negara bisa sukses memindahkan ibu Kota tersebut. Namanya juga harapan, tentu saja berbeda dengan fakta. Supaya harapan bisa sesuai dengan fakat, maka harus memahami hakekat [a] Bhinneka Tunggal Ika artinya adalah "Berbeda-beda tetapi tetap satu. 

Artinya lain daerah, lain kebudayan dan peradabannya, lain lubuk lain ikannya, dst. Maka harus diakui Tanah Air Kalimantan, dengan Tanah Air di Jawa Sumatera, Sulawesi, Papua, Maluku dan seterusnya memiliki ontologis metafisis yang berbeda. Namun secara rasional ia tetap satu Indonesia. 

Kata Indonesia sendiri berasal dari hasil pemikiran barat rasional semenjak Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908. 

Maka dengan kata ini Indonesia memiliki dua makna setidaknya [1] makna [konteks metafisik atau mistos, atau makna mistik], atau kemudian disebut kearifan local,  dan [2] makna penggunaan fakultas akal budi atau rasionalisme.

Saya rasa secara umum para punggawa hanya menganalisis pada aspek logika semata mata tanpa atau belum melakukan analisis pada sisi non rasional. Karena semua umat manusia kota, 

Negara tidak sepenuhnya dikelola dengan rasionalitas. Semua diskusus di Indonesia idialnya memperhatikan dua esensi ini. Antara yang rasional dan irasional, antara kelihatan dan tidak kelihatan, antara yang real dan non real.  

screenshoot pribadi
screenshoot pribadi
Perpaduan dua ini atau melampaui menghasilkan apa yang disebut memahami.  Kemudian  Wilhelm Dilthey (1833-1911), metode  Geisteswissenschaften,   (ilmu batiniah) atau Naturwissenschaften [ilmu sebagi alasan penjelasan].

Dan persis disini saya merasa dan menduga ada tugas punggawa Negara untuk memahami Tanah Air Kalimantan pada cara padang secara lengkap dan utuh belum dilakukan secara memadai. 

Baca juga: Paradoks Pemindahan Ibu Kota Baru Republik Indonesia

Tidak cukup analisis ini saya menyebutnya menghasilkan "Paradoks" Pemindahan Ibu Kota Baru Republic Indonesia dengan rerangka metode Geisteswissenschaften (ilmu batiniah].

Saya belum pernah membaca secara lengkap dan utuh kajian pemerintah atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kemudian dilakukan validitas Hegelian semacam antithesis untuk menghasilkan sintesis kajian.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun