Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pudis Senjata Dayak yang Mematikan

9 Juli 2019   11:36 Diperbarui: 9 Juli 2019   23:29 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pudis Senjata Dayak Yang Mematikan

Tiap suku bangsa dimuka bumi ini memiliki kebudayaan, dan cara ekspresi diri dalam kondisi untuk bertahan hidup semacam gagasan pada pemikiran Social Darwinisme tentang kelangsungan hidup atau survive.

Di Indonesia sendiri ada berbagai macam kebudayaan dan alat-alat atau artefak kebudayaan sebagai pencirian tiap kearifan local. Pada 34 provinsi di Indonesia memiliki alat pertahanan diri atau saya sebut senjata tajam. Sebutlah nama-nama Masyarakat Sumatra Selatan menyebutnya Klweang, Kurambiak dari Minangkabau, suku bangsa  Aceh menggunakan senjata Rencong, bangsa Papua menyebutnya Pisau belati, busur, dan panah digunakan untuk beburu hewan atau perang. 

Di kampung Thomas Matulessy atau yang biasa dikenal dengan Kapitan Pattimura Ambon Manise menyebutnya Parang, Tradisional senjata tradisional Madura menyebutnya Celurit atau Sabit/Clurit, di Negara Parahyangan Sunda disebut Kujang atau bedok, di Kebudayaan Bugis Makasar menyebutnya Badik, Di Jawa Tengah Jogja menyebutnya "keris sakti", di Kalimantan menyebutnya Mandau. 

Demikian juga di Lampung yang paling populer adalah Terapang, badik tumbuk lado di Riau, Badik Tumbuk Lada di Jambi, yang tidak kalah denganSumatera Selatan   adalah trisula atau tombak bermata tiga, tombak, pedang, badik, dan siwar kecil. Indonesia sangat kaya dengan segala macam senjata dan alat perang dalam peradabannya.

Ada lagi alat senjata dibeberapa daerah di Indonesia bernama santet pellet, pelarisan dagangan, penjaga diri, susuk kecantikan, godam, Tenung (Jawa) atau Teluh (Sunda), dan seterusnya yang bisa dipakai sebagai instrumentalisasi metafisik atau telepati adalah kemampuan mengolah batin.

Wajar dalam budaya tertentu sekalipun terus dianggap bertentangan dengan agama praktik ini semakin dilarang justru semakin bertahan dalam setiap kebudayaan.

Sesuai dengan topic ini saya membahas tentang [Pudis] dalam tradisi suku Indonesia Dayak Kalimantan Tengah. Pudis adalah alat yang mematikan manusia atau musuh zaman Belanda dan Jepang  ketika Indonesia di jajah.  Tidak ada yang tahu persis episteme [pudis] dari mana ilmu ini diperoleh. 

Tetapi diajari secara turun temunun dari mulut ke kuping diceritakan antar generasi. Tidak ada jual beli ilmu ini atau diperdagangkan. Karena fungsinya untuk pertahanan diri, dan menyerang musuh penjajaah, atau penjahat residivis di kampung yang meresahkan dan tidak bisa bertobat meskipun sudah 100x diberitahukan jangan mencuri punya orang lain. 

Namun demikian kadang-kadang ada yang iseng atau sengaja mencoba kemampuannya dan pasti ketahuan, ibarat kata sesama bus dilarang saling mendahului. Cara membuat [Pudis] caranya sangat mudah, dan gampang hanya menggunakan [maaf] kotoran dari telinga kiri manusia, diambil dengan menahan nafas atau bahan utama membuat pudis tersebut.  

Kemudian dengan [3] kali mantra dalam bentuk sajak 12 kata, maka  pudis tersebut akan dipakai dicampur pada makanan, minuman, atau buah-buahan atau apapun yang dimakan oleh siapapun yang sudah terkena dipastikan mematikan dan tidak ada obat yang mampu menyembuhkannya.  Mungkin mirip minuman yang diminum Socrates pada saat bunuh diri dalam kebudayaan Yunani Kuna.

Karena tidak bisa disembuhkan maka ada cara menangkalnya bahwa semua makanan minuman dimanapun baik dipesta diwarung, tempat umum,  atau disajikan harus diputar balik posisinya dengan membaca mantra terbalik, maka pudis tersebut tidak memiliki khasiat lagi. Selajutnya cara menjamah makanan juga dengan cara tertentu maka pudis menjadi netral tak memiliki fungsi apapun.

Wadian Dayak Asli Kaharingan dipastikan menguasai pudis. Pudis  adalah 1 cari dari 1001 cara kemampuan kebudayaan dalam upaya seni mempertahankan hidup, dan hanya diturunkan, dipakai, dan dimanfaatkan dengan cara selektif, atau sangat hati-hati. Pudis tidak dimanfaatkan secara semborono, karena itu bagai manusia yang bisa diturunkan akhli pudis harus memiliki etika, bakat, dan mental yang baik. Bisa jadi 3 keturunan ilmu ini diketahui pudis tidak pernah dipakai sekalipun. 

Kalaupun diajarin cara bikinnya, seandainya sudah diturunkan jika moral manusia yang diwariskan jelak, mental buruk maka dipastikan pudis ini tidak bisa menyatu dengan dirinya. Bisa hilang dan lupa seluruh kata-kata mantranya atau salah saji dalam instrumennya.  Pudis sekalipun bisa dipakai sebagai senjata yang mematikan, tetapi secara metafisik dia tetap inheren dengan restu alam semesta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun